Mamat Metro

Mamat Metro

Saputangan Merah Muda

Cerpen   Zaenal Radar T.
Dimuat dalam buku; Airmata Laki-laki (FBA Press, 2004)




Ia menemukan sapu tangan merah muda itu di saku celana suaminya. Ia tidak tahu siapa kira-kira pemilik sapu tangan merah muda itu.  Di rumah, sejak perkawinannya tiga tahun lalu, ia tak pernah membeli sapu tangan berwarna merah muda. Jadi, sapu tangan siapakah yang ia temukan di saku celana suaminya itu?
Jangan-jangan, sapu tangan merah muda itu sapu tangan milik perempuan genit yang suaminya temukan di pinggir jalan ketika pulang kantor?  Atau mungkin, milik mahasiswi ‘jadi-jadian’ yang katanya suka menggoda laki-laki iseng.  Ya Rabbi...! Ia hanya bisa mengira-ngira.  Mudah-mudahan apa yang ada dalam pikirannya itu tidak benar.  Ia takut sekali suaminya bertingkah macam-macam.



Seandainya apa yang ia pikirkan benar...  Kalau memang benar sapu tangan merah muda itu milik perempuan lain...  Mengapa bisa tertinggal di saku celananya?  Apakah yang telah perempuan itu perbuat terhadap suaminya?  Dan, apakah hubungan antara perempuan pemilik sapu tangan merah muda itu dengan suaminya?  Dan mengapa mesti ada perempuan lain?  Apa salahnya hingga suaminya berbuat begitu...?  Masya Allah! Bertumpuk-tumpuk pertanyaan  menyeruak sejak sapu tangan itu ia temukan di saku celana suaminya.
Namun akhirnya ia tersadar.  Barangkali selama ini ia kurang memperhatikan suaminya.  Karena sejak ia menjabat kursi direksi, ia seakan tak peduli lagi terhadap suaminya yang cuma pegawai biasa.  Dan ia mulai berpikir, apakah suaminya benar-benar ‘menerima’ ketika ia menolaknya dalam hal memenuhi kebutuhan jasmani?  Setahunya, selama ini suaminya selalu menuruti kata-katanya. Suaminya tampak begitu pengertian atas penolakan itu.  Ia tidak tahu apakah suaminya benar-benar menerima! Jangan-jangan.... ya, Allah ya Rabbi! Kenapa ia begitu khawatir...
Yeah. Sejak menemukan sapu tangan merah muda itu, ia menjadi begitu was-was!  Apakah yang telah  diperbuat suaminya itu sehingga sapu tangan merah muda itu tertinggal di saku celananya?  Jangan-jangan suaminya diam-diam sakit hati, merasa tidak diperhatikan?  Atau, mungkin sapu tangan itu milik suaminya, yang ia beli tanpa mengatakannya lebih dulu?
Tapi seingatnya, sejak ia mengenalnya, suaminya tidak pernah pakai sapu tangan.  Apalagi merah muda.  Pikirnya, siapakah yang menyukai warna merah muda selain seseorang yang romantis,  yang tengah jatuh cinta?  Jatuh cinta?  Siapakah yang jatuh cinta?  Suaminyakah?  Bila suaminya jatuh cinta, jatuh cinta pada siapa?  Uh, ia tak pernah merasa suaminya memperlihatkan hal berlebihan pada dirinya.  Malahan, akhir-akhir ini, sejak ia semakin sibuk bekerja, ia tak pernah lagi sekalipun dibelai suaminya.  Sungguh!  Ia jadi bingung, jangan-jangan memang ada orang lain selain dirinya, siapa lagi kalau bukan perempuan si pemilik sapu tangan merah muda itu?!
Ia tak mau menanyakan langsung pada suaminya tentang sapu tangan merah muda itu.  Ia menunggu sampai suaminya tersadar bahwa dia telah kehilangan sapu tangan.  Atau mungkin, sampai ada seseorang yang mengaku kehilangan sapu tangan merah muda itu.  Yang pasti, bila itu benar-benar sapu tangan milik perempuan lain yang sengaja atau tidak meninggalkan sapu tangan itu di saku celana suaminya, ia bersumpah akan melabraknya habis-habisan! Astaghfirullah!
“Siapa lagi kalau bukan perempuan begituan?” ucap Mila, teman dekatnya di kantor.
“Ada kemungkinan suamimu memiliki.... teman spesial dikantornya,” kata Dara, partner kerjanya.
“Kalau aku jadi kamu, sudah kulabrak suamiku!!”  ucap relasi kerjanya yang lain, setelah ia menceritakan soal sapu tangan merah muda itu.
“Sabar Elliza, jangan menduga yang macam-macam dulu.  Tak baik berburuk sangka. Selidiki dulu.  Siapa tahu itu memang sapu tangan suamimu yang baru ia beli?” ibunya menasehati, setelah mendengar pengaduannya.
“Sebelum ini ia tak pernah pakai sapu tangan, bu”
“Barangkali saja...”
“Apalagi warnanya merah muda.  Apa ibu pernah melihat laki-laki pakai sapu tangan merah muda?” potongnya cepat.
“Maksudmu?”
“Selain milik perempuan...?” ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya sendiri.
Ibunya diam. Ia tak pernah menemukan ibunya begitu rupa bila ia mengeluh tentang persoalan rumah tangganya.  Sejauh ini, ibunya tak pernah gagal menjawab setiap pertanyaannya.  Tetapi kali ini sungguh berbeda.  Ibunya diam seolah sedang berpikir keras.
Ia kira, pasti apa yang dipikirkan ibunya tak berbeda dengan apa yang tengah ia bayangkan: Suaminya ada main dengan si pemilik sapu tangan warna merah muda itu!  Ya Allah, ia benar-benar takut! Apakah suaminya benar-benar telah berubah?
***
Sejak sapu tangan merah muda itu ia temukan di saku celana suaminya, ia benar-benar memperhatikan suaminya.  Tetapi semua itu ia lakukan dengan diam-diam, agar suaminya tidak merasa pangling atas perubahan  sikapnya.       Ia tunjukkan dirinya sewajarnya, seolah tak sedang menghadapi persoalan berarti.  Padahal di hatinya, tersimpan bom nuklir yang siap ia ledakkan kapan saja!
Ia memberikan perhatian yang lebih dari biasanya, bahkan lebih dari ketika masa pacaran dulu.  Setiap kali suaminya pergi atau pulang kantor, ia selidiki apakah ada sesuatu yang berubah atau tidak.  Apakah suaminya tiba-tiba jadi kelihatan genit atau tidak. Bahkan, diam-diam, kini ia pun selalu menyempatkan diri shalat malam!  Ia berdoa kepada Tuhan, semoga suaminya tidak main serong!
Dan ia pun tak mau mengandalkan doa-doa saja. Disetiap kesempatan, seringkali ia periksa saku celana dan kemejanya, apakah ada sesuatu yang ia temukan. Ia endus-endus, apakah ada wangi parfum merek lain yang tertinggal di bekas pakaiannya.  Ia periksa dompetnya, apakah ada foto wanita lain yang terpampang selain foto dirinya?  Siapa tahu?  Atau barangkali, ada bekas lipstik di lengan bajunya?
Tidak hanya itu.  Ia juga menyelidiki kegiatan suaminya di kantor.  Segala gerak-gerik suaminya ia pantau lewat orang suruhan.  Sedetil-detilnya.  Astaghfirullah! Cobaan apa yang tengah menimpa perkawinanku ini!?? Aku tak mau bercerai muda! Keluh perempuan itu, setiap kali selesai shalat. Disamping itu, ia kesal telah kehilangan konsentrasi kerja karena segala perhatiannya ia curahkan untuk suaminya!
Suaminya sendiri bersikap biasa saja.  (Dia memang tidak tahu bila istrinya tengah  ‘mengintainya’ habis-habisan.)  Suaminya tak pernah terlihat seperti seseorang yang kehilangan sesuatu.  Selain itu, tak ia temukan keganjilan yang selama ini ia khawatirkan.  Ia tak menemukan perubahan pada diri suaminya kecuali hal-hal rutin yang begitu monoton, yang selama ini berlangsung dari waktu ke waktu sejak menikah dan punya satu momongan.
Karena keadaan suaminya yang demikian, maka ia pun tak berani mengungkapkan apa yang selama ini berkecamuk di hatinya sejak sapu tangan merah muda itu ia temukan di saku celananya.  Padahal kalau ia mau, ia bisa menanyakan langsung pada suaminya tentang sapu tangan merah muda itu.  Hanya saja, ia khawatir suaminya tahu bila ia cemburu!  Cemburu?  Cemburu pada selembar kain berwarna merah mudah, heh!?
Namun begitu ia tentu terus bertanya-tanya dalam hati, tentang siapa sesungguhnya pemilik sapu tangan merah muda yang ia temukan di saku celana suaminya itu.  Maka di suatu kesempatan, saat suaminya tengah memapah putri mereka yang berusia dua tahun, ia mendatangi suaminya dengan membawa sapu tangan merah muda itu!
Ketika itu Sulastri, pengasuh putrinya, berada di sisi suaminya sambil memegang makanan si kecil yang dipangku majikannya.  Putrinya yang agak bandel dan manja itu makan di pangkuan suaminya.  Sulastri yang menyuapinya.
Pada saat putrinya mengunyah makanan, ada yang berleleran di sekitar mulutnya.  Sebelum Sulastri melap mulut putrinya, ia lebih dulu melapnya dengan sapu tangan merah muda itu!
Ia berharap suaminya tersadar setelah melihat sapu tangan merah muda itu.  Teringat akan sesuatu.  Atau merasa gugup kerena perbuatannya yang ceroboh, terlambat menyelamatkan sapu tangan itu sehingga ia yang menemukannya!
Herannya, ia tak menemukan perubahan pada sikap suaminya!  Yang justru terjadi adalah perubahan pada sikap Sulastri.
“Ya ampun, Nyah!  Ini kalo ndak salah sapu tangan saya!  Bener ndak, Nyah?!”
Ia agak risih juga mendengar pengakuan pengasuh putrinya.  Makanya, setelah menyusut mulut putrinya, buru-buru ia serahkan sapu tangan merah muda itu pada Sulastri.
“Lain kali kalau menyimpan sapu tangan jangan sembarangan, Tri!”
“Maaf, Nyah.  Saya teledor.  Ngomong-ngomong, Nyonya temukan di mana sapu tangan ini?  Habis, sudah hampir sebulan saya cari-cari  ndak ketemu-ketemu!”
“Oo, itu... di... di...” ia menatap suaminya sebentar, sebelum melanjutkan ucapannya.  Suaminya acuh tak acuh dan tetap asyik dengan putrinya yang manja.
“Sapu tanganmu saya temukan di... bawah sofa...” katanya kemudian, sambil memeluk anak dan suaminya bergantian. Mendapat perlakuan begitu, suaminya memandangnya dengan tatapan aneh. “Ada apa sih, mah... kelihatannya seneng banget...?” Ia tak menjawab, dan terus memeluk suaminya sambil mengucap “Alhamdulillah” di dalam hatinya. Ia belum mau bercerita dulu. Malu.***
                                                                                                            *) Pamulang Barat, Banten, 2004

Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...