Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat majalah Bobo, No. 44, Thn XXXII, 10 Februari 2005
Dimuat majalah Bobo, No. 44, Thn XXXII, 10 Februari 2005
gbr: banjarmasinbungas.com |
Malam ini Ayah bersiap-siap keluar
rumah. Ia memakai jaket dan membawa senter. Angga ingin sekali ikut dengannya,
karena ia belum ngantuk.
“Ayah, mau ke mana?”
“Ayah mau ronda.”
“Aku ikut yah?”
“Angga, ayahmu mau berangkat ronda
dengan bapak-bapak lainnya. Karena malam ini giliran ayah...” potong Ibu,
sambil membawa sebuah syal untuk Ayah.
“Aku ikut ya, Bu. Angga
ingin ronda bersama ayah!”
“Angga, kalau kamu ikut
ayah, nanti besoknya kamu mengantuk,” ujar Ayah.
“Kan besok hari minggu.
Besok Angga tidak sekolah. Kalau Angga ngantuk, Angga bisa tidur siang!” jawab
Angga.
“Kamu masih kecil, Ga.
Nanti kalau kamu sudah besar, kamu boleh ikut ronda!”
“Pokoknya aku harus ikut
ayah!” Angga bersikeras.
Ayah dan Ibu akhirnya
jadi bingung, bagaimana menjelaskan pada Angga bahwa ronda hanya berlaku bagi
orang dewasa. Dan malam ini giliran
Ayahnya. Di lingkungan perumahannya memang mewajibkan penduduknya ikut ronda malam. Khususnya bagi
laki-laki. Setiap orang mendapat giliran. Jadual ronda bisa dilihat di pos
ronda yang terletak tak jauh dari rumah Angga, bersebelahan dengan lapangan
bulu tangkis.
“Aku ikut ya, Yah...”
rengek Angga, memelas.
Ayah tampaknya tak tega.
Beliau menghela nafas. Tak tega melihat Angga yang merengek ikut dengannya.
“Ini sudah jam sembilan,
Ga. Biasanya kamu sudah tidur!” kata
Ayah.
“Tapi sekarang Angga
belum ngantuk. Makanya, Angga ingin menemani ayah ronda.”
“Bagaimana, Bu? Angga
boleh ikut?” Ayah minta pendapat Ibu.
“Ya sudah, daripada
nanti ngambek...!” Ibu mengizinkan, tapi sambil memperlihatkan wajah cemberut.
“Biar nanti Mang Karta ibu suruh menjemputmu di pos ronda...” tambah Ibu.
“Angga nggak mau Mang
Karta menjemput Angga! Itu namanya bukan ronda, Bu!”
“Ya sudah, nanti ibu
siapkan jaket kamu!”
Ibu ke dalam, lalu
kembali membawa sebuah jaket untuk Angga. Angga pun melompat-lompat
kegirangan. Ia mengenakan sepatu dan tak
lupa memakai topi. Malam itu ia akan menemani ayahnya ronda!
Baru tiba di halaman
rumah, Pak RT dan dua orang penduduk melintas sambil membawa tong-tong.
Penduduk menabuh tong-tong itu, dan suaranya terdengar nyaring. Tong... tong...
tong... Rupanya mereka pun hendak
berangkat ke pos ronda.
“Selamat malam Pak RT,
selamat malam bapak-bapak...” sapa Ayah pada Pak RT dan bapak-bapak lainnya.
“Selamat malam...” Pak
RT dan bapak-bapak menjawab serentak sambil tersenyum ramah.
Tapi mereka tampak heran
ketika melihat Angga.
“Lho...? Ini Angga kan?
Kamu ikut ronda juga?” tanya Pak RT.
“Kecil-kecil kok, ikut
ronda??!” sindir salah satu penduduk.
“Tau nih! Paling
sebentar lagi keok!” ujar Ayah.
“Hahaha! Namanya juga
anak-anak...!”
Angga diam saja
ditertawakan bapak-bapak itu. Ia terus mengikuti langkah mereka menuju pos
ronda.
Setibanya di pos ronda,
beberapa penduduk lainnya berkumpul. Ada yang memakai jaket, ada yang memakai
sweater. Bahkan ada yang membawa kain sarung. Salah satu penduduk membawa teko
dan beberapa gelas. Ia membuatkan kopi untuk para peronda.
Malam itu begitu dingin.
Rembulan bercahaya terang ditemani bitang-bintang. Angin bertiup perlahan
seolah menggigit kulit. Angga pun kedinginan. Kedua matanya mulai tak bisa
diajak kompromi. Ia menguap.
“Tuh, ayah bilang juga
apa? Kamu pasti ngantuk...?!” sindir Ayah, melihat Angga yang tampak teler.
Angga diam saja.
Tiba-tiba ia memang ngantuk berat! Tak lama kemudian Mang Karta datang. Mang
Karta adalah seorang lelaki tua yang biasa mengurusi kebun di rumah Angga. Mang
Karta menetap di rumah Angga. Kamarnya terletak di belakang, dekat kamar Angga.
Melihat Mang Karta
datang, Angga senang sekali.
“Kalau kamu sudah
ngantuk, kamu pulang saja sama Mang Karta ya?” kata Ayah.
“Iya Ayah. Angga
pulang.”
“Nah, lain kali kamu
nggak boleh ikut ayah ronda! Untung Mang
Karta datang. Kalau tidak, kamu bisa tidur di pos ronda!” kata Ayah lagi.
“Angga nggak mau tidur
di pos ronda, Yah! Berisik!” ucap Angga, ketus.
“Ya sudah! Sana ikut
Mang Karta pulang.”
Akhirnya Angga mengikuti
Mang Karta pulang. Ia berpapasan dengan
salah satu penduduk yang membawa tong-tong.
“Kok, sudah pulang?”
tanya penduduk itu.
“Sudah ngantuk...” sela
Mang Karta.
“Makanya, anak kecil
jangan suka ikut ronda, yah...!” ujar penduduk itu, lalu melangkah meninggalkan
Angga dan Mang Karta.
Angga hanya
mengangguk-angguk. Angga tak ingin bicara, karena kedua matanya sudah sangat
berat. Kalau tahu begini, ia tak mau ikut ronda lagi.
Angga dan Mang Karta
melanjutkan langkah menuju rumah. Sepanjang perjalanan Mang Karta bicara pada
Angga. Tapi Angga tak dapat menangkap isi ucapannya. Angga hanya mendengar
suara tong-tong itu. Tong... tong... tong...!***
0 comments:
Posting Komentar