Cerpen: Zaenal Radar T.
Sumber : Majalah KaWanku, No. 17/XXXIII, 20-28 Oktober 2003
Sumber : Majalah KaWanku, No. 17/XXXIII, 20-28 Oktober 2003
Dia cuma satpam
sekolahan. Tetapi karena ketampanannya,
menjadi perhatian Rara dan teman-temannya.
Setiap ngerumpi, pak satpam yang masih nampak muda dan tampan itu selalu
jadi bahan bahasan. Sebenarnya Rara dan
semua sohibnya bersedia menjadi ‘teman dekatnya’. Tetapi mereka gengsi mengatakanya. Hanya
sebatas saling memuji. Menunggu si satpam mengungkapkan perasaannya, rasanya
nggak mungkin. Lagipula, pak satpam yang
ganteng itu belum tentu membayangkan apa yang tengah dipikirkan oleh Rara dan
teman-temannya.
“Gila! Bener-bener cool!” puji Shanty.
“Tau gak, tadi pagi
dia nyetop kendaraan waktu gue mau menyebrang ke gerbang sekolah!” ucap Titi
bangga.
“Jee!
Itu kan emang tugasnya!”
“Namanya
siapa, sih?”
“Cecep
Saputra! Emang elu gak liat apa, namanya
nempel segede alaihim!”
“Hihi,
soalnya gue cuman merhatiin face-nya...”
sumber gbr. bloggerjelek.wordpress.com |
“Kok, dia mau ya,
jadi satpam? Kenapa nggak jadi bintang sinetron aja, ya...”
“Kalo
dia bintang sinetron, mana mau nyetopin
mobil, menyebrangkan jalan, atau
membukakan pintu gerbang sekolah kita!!”
suara Rara meninggi.
“Bener
juga, lu!”
Satpam
yang tampan itu satpam baru di sekolah mereka.
Ia menggantikan Pak Jajang yang pensiun karena tua. Pak Jajang yang berwajah seram dan bertubuh
tambun itu.
“Coba
dari dulu dia menggantikan Pak Jajang!” kata Rara.
“Iya,
ya. Pak Jajang kan galak dan gak pernah
senyum!”
“Kalo
satpam sekarang, senyumnya... huu, adeeem!”
“Emang
pak satpam pernah senyum ke elu, Ra?”
“Pertamanya
sih gue dulu yang senyum ke dia. Terus
dia bales senyuman gue!”
“Huh! Ganjen
amat lu!”
“Biarin! Biar satpam yang penting senyumannya! Daripada si Markum anak kelas 3.c! Item, kriting, kumel, norak lagi!!”
“Kok
jadi malah ngebahas si Markum segala?
Ngeribet-ribetin pemandangan aja!”
“Tau,
tuh! Cowok antik gitu mah gak usah
dibahas, kecuali pas pelajaran sejarah!”
“Udah,
udah, ssstt.. tuh, Pak satpam lewat...!”
Anak-anak
gengnya Rara menahan nafas untuk sementara waktu, demi mencurahkan perhatian
pada pak satpam yang tampan itu. Tetapi
keadaan menjadi kacau saat Sasa memanggil pak satpam itu. Sasa adalah salah satu cewek yang jadi idola
anak-anak cowok.
“Wah,
wah, si Sasa. Serakah amat, sih? Masak satpam diembat juga?” bisik Titi.
“Ih,
apaan sih lu! Cemburu?”
“Week!!”
Sasa
tampak bercakap-cakap dengan pak satpam muda itu. Keduanya tersenyum saat akan berpisah.
Sebelumnya, Sasa memberikan sesuatu pada Pak Satpam, yaitu sebuah
bungkusan. Rara dan teman-temannya
menebak-nebak isi bungkusan itu.
“Apaan,
tuh?”
“Gak
mungkin surat cinta!”
“Kayaknya...
ee.. kado, kali?!”
“Emang
siapa yang ulang tahun!”
“Gue
ikutin, ya?!”
Titi
ngebela-belain ngikutin pak satpam sampai ke pos dekat gerbang sekolah. Setelah beberapa saat kemudian, Titi kembali
dengan muka manyun.
“Apaan,
Ti?” Shanty penasaran.
“Jam
dinding! Jam dinding buat pos satpam!”
“Wah,
wah, cari perhatian tuh si Sasa!” Shanty kesal.
“Nggak
juga. Orang jam dinding itu dari pihak sekolah, kok!”
“Heheh,
emangnya kalo dari Sasa, kenapa?
Cemburu, ya??” Rara meledek Shanty.
“Huu..!!!”
Shanty berteriak-teriak sambil mengepak-ngepakkan kakinya. Manja.
Hari
demi hari, sejak pak satpam yang bernama Cecep Saputra itu bertugas di
sekolahnya, Rara dan gengnya nggak bosan-bosan membicarakanya. Dan saking karena kesengsem dengan tuh
satpam, naksir berat, diam-diam cewek-cewek genit itu pada bikin sensasi untuk
mendapatkan perhatian. Yang paling
gigih, salah satunya adalah Rara sendiri.
Setiap pagi do’i nggak pernah alpa menitipkan kue bolu bikinan mamanya buat
pak satpam.
“Kok,
sekarang kamu jadi doyan sama kue bolu buatan mama?” tanya mamanya, keheranan.
“Iya
dong , ma! Abis, enak sih!”
“Kalau
begitu, teman-teman kamu disuruh nyobain juga dong, Ra!”
“Oke,
mam! Bahkan, kue bolu buatan mama akan
Rara berikan buat orang paling spesial!” ucap Rara berapi-api.
“Wah,
baguslah! Tapi, siapa sih temen paling
spesial Rara?”
Rara
bingung menjawabnya. Mau menjawab pak
satpam sekolahan, rasanya nggak mungkin!
“Ah,
mama mau tahu aja!”
Dan
setiap pagi, tanpa sepengetahuan sohibnya, Rara memberikan kue bolu buat pak
satpam yang ditaksirnya.
Begitupula
Shanty. Bahkan Shanty rela membelikan
rokok buat pak satpam yang tampan itu.
“Pak
satpam, ngerokoknya apa?” tanya Shanty waktu itu.
“Apa
saja deh, asal bukan rokok kaung!”
“Rokok
kaung? Merek rokok buatan mana, tuh?”
“Rokok
kaung itu tembakau yang digulung pake daun kaung! Itu lho, rokoknya ngkong-ngkong! Hehe,” pak
satpam menjelaskan.
“Oke
deh, nanti Shanty belikan rokok yang paling mahal”
Dan
ternyata, Titi nggak kalah
hebohnya. Titi ngebela-belain bangun
pagi buat nyeduh kopi susu untuk diberikan ke pak satpam tersayang. Nggak repot membawa kopi susu panas itu. Titi memasukkannya ke dalam plastik. Nanti pas di pos satpam, Titi menuangkannya
ke gelas pak satpam. Yang penting,
teman-temannya nggak ada yang tahu kalau Titi membuatkan kopi susu setiap
pagi!
Pak
satpam pun nggak merasa risih atas kebaikan Rara dan kawan-kawannya. Dan beliau tak membeda-bedakan satu dengan
yang lain. Artinya, ia tetap berlaku
sewajarnya terhadap mereka semua.
Pada
suatu kesempatan, Rara kepingin jalan bareng sama pak satpam. Ini mungkin
keinginan gila! Tapi menurut Rara, kalau
ini membuat hatinya senang, kenapa nggak.
Dan sepanjang temen-temennya nanti nggak tahu, kayaknya asyik-asyik
aja. Karena jalan bareng orang yang
ditaksir itu pasti alangkah menyenangkannya.
Meski yang ditaksir itu tak lain satpam sekolahannya. Uh, Rara nggak tahu kenapa dia jadi tertarik
berat sama pak satpam, seperti juga rekan-rekannya. Barangkali, ini yang orang namakan cinta,
yang nggak pernah kenal batasan-batasan! Deuu... cinta! Mungkin ini yang orang-orang bilang cinta itu buta kali, ya!?
Rencananya Rara bakal nge-date di
sebuah kafe terkenal. Dan ia akan
merahasiakan semua ini dari teman-temannya.
Tetapi
sayangnya, pak satpamnya nggak bisa.
Dengan berbagai alasan, pak satpam menolak dengan halus. Tapi yang namanya tolakan, nggak halus nggak
kasar, ya tetap aja bikin kecewa yang ditolak.
“Memangnya
kenapa, pak?” tanya Rara, ketika pak satpam menolak ajakannya.
“Kayaknya
saya merasa nggak pantas jalan sama non Rara,” pak satpam merendah.
“Nggak
pantes kenapa?”
“Ya,
nggak pantes aja,”
“Tapi,
masih mau dibawain kue bolu, kan?”
“Oh,
tentu, terima kasih banget!”
Wah,
Rara ternyata masih ingin mengambil hati pak satpam yang tampan itu! Buktinya, do’i masih sudi membawakan kue bolu
untuknya.
Olala, ternyata, di
kesempatan yang lain, Titi juga ngajakin pak satpam jalan. Dengan alasan keamanan, Titi pingin ditemenin
nonton konsernya Reza di Senayan.
“Kan
Titi takut, pak. Kalo ada pak satpam,
kan Titi jadi merasa aman,” bujuk Titi pada pak satpam.
“Memangnya
nggak ada orang lain yang bisa nganter kamu?” elak pak satpam.
“Bukannya
nggak ada. Tapi, kalo pak satpam mau,
kan lebih baik dengan pak satpam. Karena
Titi lebih percaya pada pak satpam,”
“Tapi
saya nggak bisa. Lain kali saja, ya?”
“Ya
nggak bisa, pak. Titi kan pesen tiketnya
sekarang!”
“Sudah,
kamu pesen satu saja.”
“Ya
sudah. Tapi, kalo jalan-jalan ke mal mau
kan?”
“Boleh.
Tapi lain kali, ya.”
Bujuk
buneng,
nih satpam bener-bener laku berat!
Setelah menolak Rara dan Titi,
Shanty juga terpaksa harus memendam hasratnya untuk bisa jalan bareng
dia. Sebelumnya, Shanty pikir, pak
satpam yang tampan itu mau diajaknya.
Jangankan satpam seperti dirinya, mungkin cowok-cowok di sekolahnya gak bakal ada yang nolak diajak
jalan bareng Shanty. Tapi ya ampun,
satpam itu menolaknya!
“Bukannya
saya tidak mau,” kata pak satpam, “Tapi saya lagi nggak kepingin jalan,” lanjut
pak satpam.
“Ya
udah, kalo gitu nonton aja, ya?!” paksa Shanty.
“Wah,
saya nggak suka nonton, tuh?”
“O, mungkin
bapak takut ngebeliin karcisnya, ya?
Jangan khawatir, semua Shanty yang nanggung!”
“Nggak
bisa, San. Nanti saja deh,“
“Ya,
tapi harus jelas. Sabtu depan, sabtu
depannya, apa sabtu depannya lagi?”
“Ee...
pokoknya kapan-kapan, deh!”
“Kapan-kapan
kan nggak jelas, pak”
“Ya,
kapan-kapan deh!”
“Uh,
kayak lagunya Koes Ploes aja!”
Akhirnya
anak-anak gengnya Rara menyerah.
Terpaksa mereka gigit jari, karena ajakan mereka ditolak oleh pak
satpam. Namun begitu, aksi mengambil
simpati pak satpam tetap jalan terus!
***
Tiga
hari berikutnya, anak-anak gengnya Rara kalang kabut. Sebab sudah dua hari pak
satpam tidak kelihatan. Mereka tidak
tahu apakah pak satpam izin tidak masuk, sakit, atau jangan-jangan pindah
kerja.
“Gue
juga nggak tau, tuh!” ucap Titi, yang terpaksa kopi susunya jadi sering basi.
“Wah,
kemana ya?” Shanti bingung setengah mati.
Rokok untuk pak satpam masih utuh di tasnya. Hmm, kalau ada pemeriksaan, bisa gawat tuh
anak?
“Gimana
kalo kita tanya ke ruang piket?” usul Shanty.
“Apa
nanti guru piketnya gak curiga?”
“Maksud,
lu?”
“Coba
hayo, ngapain kita nanya-nanya pak satpam masuk apa nggak!?”
“Jee,
bilang aja demi stabilitas dan kemanan sekolah kita!” sodok Rara, yang kue
bolunya terpaksa dibuang ke tong sampah. “Ya udah, gue aja yang nanya!”
lanjutnya, dengan semangat empat lima.
Akhirnya
Rara sendiri yang menanyakan ke ruang piket. Rara mendapat penjelasan panjang
lebar tentang kenapa pak satpam yang tampan itu nggak masuk dalam dua hari ini.
“Huahaha!”
Rara ketawa ngakak setelah keluar dari ruang piket guru.
“Kenapa,
Ra?” tanya Shanty
“Lho,
kok malah ketawa?” Titi ikutan bingung.
“Kenapa?
Pak satpam baik-baik aja, kan?”
Sohib-sohibnya
pada penasaran.
“Huahahah!”
tawa Rara masih meledak.
“Eh,
gila apa lu!?”
“Huahaha,
pak satpam baik-baik saja...”
“Alhamdulilah....!”
anak-anak bersyukur.
“Tapi,
kenapa dia nggak masuk sampe dua hari?” tiba-tiba Shanty bertanya.
“Huaha,
istrinya melahirkan!!!” jawab Rara, sambil tak henti-hentinya tertawa.
Huahahahah...
Sohib-sohib Rara pun ikut ketawa geli. Seperti
mentertawakan diri mereka sendiri.***
*)Pamulang Barat, Banten, 04/03
0 comments:
Posting Komentar