Mamat Metro

Mamat Metro

Pangeran Yang Takut Disunat

Oleh  Zaenal Radar T.

Dipublikasikan Buku Dongeng "Pangeran Yang Takut Disunat (Beranda, 2005)

Gbr. kuwarasanku.blogspot.com

             
            Sejak masuk Islam, Raja memerintahkan seluruh rakyatnya untuk ikut memeluk agama Islam. Selain mengucapkan dua kalimat syahadat, Raja menganjurkan agar rakyat berjenis kelamin laki-laki melakukan sunat atau khitan. Tak terkecuali, putranya sendiri, Pangeran Nurullah yang berusia lima belas tahun.

“Maaf baginda, hamba tak mau disunat! Hamba rela melakukan solat semalam suntuk, asalkan hamba tidak disunat!”

“Tidak bisa begitu ananda! Ananda harus patuh pada agama yang baru kita anut ini. Besok pagi ayahanda akan memanggil seorang tukang sunat!  Jadi bersiap-siaplah!”

“Ampun ayahanda raja! Maukah ayahanda menundanya barang satu minggu...?”

Raja diam sejenak. Ia melihat ketakutan terpancar dari wajah putranya. Akhirnya Raja tak tega. Beliau menyetujui usul putranya.

“Baiklah. Ayahanda raja akan memberikan waktu satu minggu lagi.”

Bukan main girangnya pangeran. Ia memeluk ayahanda raja erat-erat. Lalu ia minta izin ke luar istana, untuk sekadar melepas ketegangan yang beberapa hari ini ia rasakan.

Di luar istana, pangeran menyaksikan keadaan rakyat yang baru memeluk agama Islam. Pangeran melihat tempat-temat ibadah berupa masjid yang sedang dibangun. Selain itu, pangeran juga mendengar beberapa anak laki-laki yang tengah disunat. Namun pangeran tak berani melihat langsung. Pangeran hanya mendengar dari mulut ke mulut. Terutama dari mulut para pengawal istana.

“Pengawal, bagaimana menurutmu, disunat itu sakit atau tidak?” tanya pangeran pada salah satu pengawal.

“Saya belum pernah mendengar ada anak yang meninggal dunia karena disunat.”

“Saya tidak tanya itu, pengawal! Yang saya tanyakan, disunat itu sakit atau tidak?!”

“Maaf, pangeran. Sebenarnya saya juga belum disunat...”

“Kalau menurut kamu?!” tanya pangeran, pada pengawal lainnya.

“Maaf pangeran. Disunat itu kan artinya memotong bagian dari alat vital tubuh kita... jadi... bagaimana yah...?”

“Tergores ranting saja sakit.... apalagi dipotong?!” lirih pangeran, sambil membayangkan dirinya berhadap-hadapan dengan tukang sunat.

“Baiklah. Untuk mengurangi ketegangan, tolong besok antarkan aku berburu ke hutan!” ujar pangeran.

Rencana kepergian pangeran berburu ke hutan dilaporkan salah satu pengawalnya secara diam-diam. Raja menyadari akan keinginan putranya. Mengapa disaat dirinya hendak disunat ia justru hendak berburu ke hutan. Bila sudah berburu, biasanya memakan waktu sekitar dua minggu. Sedangkan pangeran hanya diberi waktu satu minggu sebelum dirinya disunat! Raja menduga pangeran menghindar dari tukang sunat. Raja mengira pangeran takut disunat!

Meski sebenarnya merasa keberatan, Raja mengabulkan keinginan pangeran berburu ke hutan. Perlengkapan berburu pun disiapkan. Beberapa pengawal disiagakan. Bahkan lebih banyak dari biasanya.

Pagi-pagi sekali pangeran berangkat. Ia tampak ceria sekali seolah-olah lupa bahwa beberapa hari lagi dirinya akan disunat. Kegembiraan pangeran mungkin disebabkan karena dirinya memiliki sebuah rencana. Pangeran izin berburu ke hutan hanya untuk menghindar dirinya disunat. Pangeran akan berada di hutan dalam waktu yang lebih lama. Mungkin, lebih dari dua minggu! Hal ini terlihat dari bekal yang ia siapkan. Raja membiarkan apa yang dilakukan pangeran. Sebab raja pun memiliki rencananya sendiri.

Setibanya di hutan, pangeran sama sekali tidak berburu.  Ia hanya duduk-duduk menikmati pemandangan hutan. Beberapa pengawal yang berjaga-jaga tidak merasa aneh akan sikap pangeran. Mereka seperti mengerti akan tindakan pangeran membawa mereka ke hutan. Dan pada akhirnya, setiap hari pangeran hanya melamun, seperti tengah memikirkan sebuah persoalan berat. Berbeda sekali keadaannya dengan ketika ia berangkat.

Setelah hampir satu minggu berada di hutan, salah satu pengawal kerajaan mendekati pangeran.

“Pangeran, kita sudah satu minggu berada di hutan. Tidak ingatkah kau pangeran, bahwa hari ini seharusnya pangeran sudah harus pulang,” ujar salah satu pengawal, yang baru pertama kali ini mengawal pangeran.

“Kamu benar, pengawal. Aku sengaja berlama-lama di hutan ini, agar bisa menghindar dari tukang sunat!”

“Ampun pangeran. Hamba ingin meyakinkan pangeran, bahwa sunat itu tidak seperti yang pangeran kira. Sunat itu tidak sakit, pangeran. Hamba sendiri bisa melakukannya...”

“Kamu bisa melakukannya...?!”

“Ya, pangeran!”

“Dengan cara apa?!”

“Hamba bisa memberikan penawar agar sunat tidak sakit. Hamba bisa mencarikan daun-daunan di hutan ini untuk ramuan penawar rasa sakit.”

“Kalau begitu, lakukanlah!”

Pengawal itu  minta izin untuk pergi mencari daun-daun yang ia anggap mampu sebagai penawar rasa sakit. Ia hanya memerlukan beberapa menit saja untuk menunjukkan daun-daunan itu.

“Aku sangat malu pada ayahanda raja, karena telah berbohong padanya. Kalau memang sunat itu tidak sakit, lakukanlah sekarang juga. Waktu yang ayahanda raja berikan kepadaku sudah habis masanya,” ujar pangeran, dihadapan pengawal itu.

Pengawal itu memberikan daun-daunan yang sudah dihaluskan. Pangeran melakukan perintah si pengawal, untuk menggunakan ramuan itu di bagian alat vital yang akan disunat. Saat itu juga si pengawal mengeluarkan pisaunya untuk mengkhitan pangeran. Pisau itu berkilat-kilat karena tajamnya. Pangeran bergidik melihat pisau itu!

“Dari mana kau dapatkan pisau itu?” tanya pangeran, dengan tubuh bergetar.

“Ini memang pisau khusus untuk sunat, pangeran. Kalau pisaunya tajam, rasa sakitpun akan semakin berkurang... Setelah ramuan itu digunakan, cobalah pangeran rasakan kemujarabannya...”

Beberapa menit kemudian pangeran merasakan keganjilan. Matanya berkunang-kunang. Pangeran merasakan tubuhnya seperti kebal. Pengawal itu langsung melakukan tugasnya, memotong alat vital pangeran. Pangeran disunat!

Satu jam kemudian pangeran berteriak-teriak.

“Aku tak mau disunat! Aku tak mau disunat!” teriak pangeran, membuat para pengawal geli mendengarnya.

“Ampun pangeran. Pangeran sudah disunat!” ujar salah satu pengawal.

“Apa..?! Sudah disunat...!?” pangeran terkejut, lalu merasakan alat vitalnya perih. Ia melihatnya, dan ternyata ada tetesan darah pada bagian ujung celananya. Pangeran terbengong-bengong melihatnya.

“Lho!? Iya, aku sudah sunat! Siapa yang melakukannya?! Pasti pengawal itu, yah?!”

“Ampun pangeran! Dia bukan pengawal. Orang itu memang tukang sunat yang dikirim raja dengan cara berpura-pura menjadi pengawal. Semua ini atas siasat raja.”

Pangeran geleng-geleng kepala mendengarnya. Pantas saja raja mengizinkan dirinya berburu ke hutan, pikirnya.  Rupanya beliau berencana mengkhitan dirinya di tengah hutan!

Wah, wah, rupanya pangeran kalah tak-tik dengan ayahanda raja.***
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...