Mamat Metro

Mamat Metro

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T.

Dimuat majalah Gadis, No.30  11-20 November 2008


gbr: premiumtours.co.uk

Bagiku, Palris cowok romantis. Kata-kata yang keluar dari mulutnya begitu puitis. Setiap kalimat yang terucap bikin jantungku kembang kempis. Aku kerap bermimpi jalan-jalan denganya ke Paris. Kami makan berdua dengan hidangan khas Prancis. Apa sih makanan khas Prancis? Yang jelas, bukan nasi uduk atau rujak petis. Seperti yang pernah kami nikmati di daerah Cimanggis.
Aku pertama kali kenal Palris di Pasar Senen. Waktu itu kami sedang mencari buku loakan. Aku dan dia sempat bertubrukan di salah satu belokan. Buku-buku kami hampir jatuh di selokan. Untunglah Palris cowok yang cekatan. Dia menyelamatkan buku-buku kami berdua seolah tak mengalami hambatan.
Aku masih ingat benar, dia membeli banyak buku-buku sastra. Sementara aku lebih banyak membeli buku tata boga makanan Indonesia. Boleh jadi karena dia seorang penyuka prosa. Sedangkan aku lebih gandrung pada resep-resep makananan nusantara.
Sejak pertemuan yang tak pernah kami duga itu berlangsung kami kerap bertemu di sebuah kafe. Pesanan kami biasanya kopi atau susu jahe. Terkadang aku atau dia sedikit jayus tapi nggak bikin bete. Karena kami selalu mengakhiri obrolan dengan cekikikan ber-haha, atau hehe.
Lain waktu kami pergi ke toko buku. Biasanya melihat-lihat buku baru. Seandainya kami tak membeli, paling nggak melihat-lihat aja lah yauuu... Yang penting kami bisa bertemu. Sekadar melepas kerinduan yang kerap datang menggebu.
Entahlah apakah aku dan dia disebut sedang berpacaran atau hanya berteman. Sebab kami masih sama-sama belum pernah saling mengungkapkan perasaan. Sejauh ini kami belum sampai kepada persoalan cinta-cinta-an.
Sampai detik ini aku masih menunggu kejujuranya. Dengan cara apakah dia akan mengungkapkan cintanya. Apakah dengan puisi atau keindahan cerita? Atau mungkin dengan bunga?
“Cinta tak harus diucapkan” begitu katanya.
“Cinta itu sebuah pembuktian” tambahnya.
Kalau begitu, berarti aku tak harus menunggu dirinya mengatakan cinta, apalagi sampai diriku yang mengutarakannya. Cukuplah kurespon setiap tindakannya. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan apakah dia cinta atau tidak. Kiriman bunga terakhirnya kemarin mungkin menandakan sebuah arti cinta.
Aku bersyukur mengenal Palris. Aku memang berharap memiliki cowok seperti dirinya yang romantis. Tapi lambat laun aku kok mulai pesimis. Sebab belakangan ini aku sering menemukan dia bersama si Elis. Cewek baru sekolah kami asal daerah Ciamis.
Sejujurnya kuakui bila Elis lebih cantik dariku. Wajahnya putih bersih laksana salju. Dia anak yang ramah dan tidak pernah belagu. Bila tersenyum nampak lesung pipitnya, yang konon seperti putri malu.
Tak sedikit cowok yang naksir pada Elis. Terutama yang terang-terangan macam si Haris. Dia pernah mengirimkan banyak sms. Yang berisi kata-kata puitis. Tetapi lama-lama Haris jadi miris. Sebab sms tak pernah terbalas. Akhirnya Haris bete sendiri dan tak lagi menggoda Elis. Selain itu, karena mungkin Haris sudah menemukan buruan lain, seorang gadis sekelas yang necis. Siapa lagi kalau bukan si Ninis.
Antara aku dan Ninis sebenarnya pernah bersahabat. Menurutku Ninis itu termasuk cewek hebat. Tubuhnya jangkung, pipi tirus, hidung mancung, dan rambutnya panjang nan lebat. Disamping itu, dia pintar silat. Anak lelaki saja tak berani kalau berdebat. Salah-salah, mereka akan dipermak jadi ketupat.
Kenapa aku tak lagi bersahabat dengan Ninis karena aku terlalu sibuk mendekati Palris si cowok romantis. Setiap kali Ninis ngajak main aku selalu menepis. Aku sering beralasan tak sempat, atau bilang kalau perutku mules. Lama-lama mungkin Ninis sendiri yang mules. Dia benci padaku Cuma gara-gara cowok yang kuanggap romantis macam Palris.
Demi seorang cowok romantis kukorbankan sebuah persahabatan. Ini mungkin yang disebut demi cinta rela berkorban. Dan aku harus percaya pada keadaan. Bahwa tak mudah bagiku mendapatkan apa yang kuinginkan. Apalagi seorang cowok yang selama ini kuidam-idamkan.
***

Meskipun kami tak berikrar sebagai sepasang kekasih, Palris selalu datang setiap malam minggu. Sejak aku mengenal Palris, ini malam minggu yang kedua puluh.  Biasanya dia datang kurang dari jam tujuh. Tapi dia tak datang sampai jam menunjukkan angka sepuluh. Bosan sekali aku, sampai-sampai bagian punggungku yang duduk berjam-jam menunggu pada melepuh.
Rasanya dia memang tidak datang lagi seperti malam minggu lalu. Jangan-jangan dia lagi jalan sama si Elis ke Pasar Minggu. Tiba-tiba dadaku mendidih seperti diiris sembilu. Aku nggak rela Palris melakukan hal itu. Tapi apa dayaku. Aku tak mampu menghalanginya karena ini bukan hak aku.
Menunggu Palris yang tak datang-datang membuat aku tertidur di beranda rumah. Pembantuku si Inah membangunkan aku untuk pindah. Aku berjalan lemas menujuk kamar, cuci muka sebentar di westafel, menyikat gigi, lalu rebahan di kasur dengan seprei bergambar anak gajah.
Dalam tidur aku bermimpi buruk. Aku melihat Palris dan Elis berjalan bersisian bagai sepasang kekasih yang tengah mabuk. Aku mengikutinya sampai akhirnya mereka berada di sebuah pojok. Keduanya berpegangan tangan saling mengumbar senyum dan saling memeluk. Ingin rasanya aku mengamuk.
Aku terjaga dari mimpi, karena tiba-tiba hari sudah pagi. Cahaya matahari menembus jendela kamar sampai ke pipi.  Rasanya aku baru saja memejamkan mata ini. Rupanya aku sudah melewatkan malam minggu ini. Tanpa lagi ditemani Palris sehingga hidup begitu hampa dan tak berarti.
Keluargaku sudah berada di meja makan. Sarapan pagi kali ini, jus jeruk, roti panggang, dan nasi goreng ayam kalasan. Papi, Mami, Kak Hanan, Kak Arlan, sudah menyantap lebih dulu makanan seolah tak merasa ada anggota keluarga yang ketinggalan. Mungkin mereka sudah paham dengan kebiasaanku yang sulit makan. Apalagi sarapan pagi yang menurutku sungguh membosankan.
Biasanya aku baru tiba di meja makan setelah semua anggota keluarga bubaran. Aku tidak makan seperti mereka, paling-paling minum jus jeruk sambil baca koran. Aku baru makan siangnya, paling-paling satu sendok nasi dan lauk ikan.
Hari minggu ini aku memilih di rumah. Tak perduli seluruh keluargaku jalan ke mal atau mampir di restoran mewah. Untuk sementara waktu aku ingin sendirian menghibur suasana hatiku yang sedang gundah. Sejenak melupakan Palris si cowok romantis, dengan membaca buku-buku atau majalah.

***

Tinggal di rumah sendirian pada hari minggu akhirnya membuat aku bosan. Aku memutuskan untuk pergi ke suatu tempat sendirian. Yang paling enak mungkin ke kafe sekedar minum kopi atau menikmati cemilan. Syukur-syukur bisa ketemu kenalan. Siapa tahu bisa menghibur hatiku yang lagi nggak karuan.
Aku terkejut sekali saat melihat Ninis, bekas sahabatku itu, ada di salah satu sudut kafe. Dia duduk sendirian sambil megangin hape. Aku ingin mendekatinya tapi kurang pede. Soalnya sikapku padanya selama ini sungguh bikin dia bete. Kalau sekarang akhirnya ketemu di kafe ini, oh, pasti dia membuat aku kecele. Lebih baik aku selidiki saja dulu, dengan siapa ia datang ke kafe.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, sambil baca teen-lit, barulah aku melihat seorang cowok mendekati Ninis yang tiba-tiba jadi genit. Cowok itu bertubuh keren, dengan dada bidang dan tubuh berotot kayak atlit. Cowok itu duduk di hadapan Ninis sambil tersenyum hingga nampak lesung pipit.
Aku melihatnya dengan jelas dari balik buku menu yang akhirnya pura-pura kubaca. Mendidih rasanya darah ini karena cowok itu tak lain dan tak bukan adalah si Palris yang aku cinta. Kalau begini, ingin rasanya aku melabraknya. Tapi apa dayaku, sebab Palris kan bukan pacarku, jadi aku tak bisa berbuat apa-apa.
Ingin rasanya aku mewek. Karena khawatir ketahuan orang lain akhirnya aku pura-pura keselek. Padahal jujur saja, aku merasa cintaku termehek-mehek.
Seorang waiters datang membawa minuman ke mejanya. Lalu Palris mengambil gelas Ninis dan membantu meminumkannya. Oh, sungguh romantis nampaknya. Darahku mendidih melihatnya. Silet nan tajam yang mengiris kulitku mungkin tak akan terasa. Karena hati ini sudah terlanjur terluka.
Aku ingin pergi, tapi aku penasaran. Apa yang akan selanjutnya mereka lakukan. Jangan-jangan keduanya ingin saling mengungkapkan. Perasaan sama-sama saling mencintai dan berjuta kata-kata kebahagiaan. Alangkah mujurnya nasib Ninis, kalau sampai bisa menaklukan hati Palris apalagi sampai meluluhlantakan.
Aku tak tahan melihat semua ini. Rasanya jantungku bagai dihujam belati. Ninis nampak bersama Palris seperti menari-nari. Ingin rasanya kuhajar mukanya dengan cemeti. Kalau bukan Palris memang sebenarnya mencintai.
Ketika aku bangkit Ninis memanggil. Badanku rasanya menggigil. Palris pun spontan datang bagai burung ababil. Dia menanyaiku dengan banyak pertanyaan, membuat aku ingin lari ber-mil-mil.
***

Tiba-tiba darahku seperti berhenti mengalir, dan hatiku bagai dicabik-cabik keris. Tak kusangka kalau akhirnya Ninis berani mengungkapkan perasaan cintanya pada Palris. Sehingga saat ini juga keduanya resmi jadian, hingga membuatku ingin menangis.
Akhirnya aku pamit pulang membawa berjuta-juta penyesalan. Kenapa nggak dari dulu saja aku mengungkapkan. Bahwa aku begitu mencintai Palris, si cowok yang sebenarnya sok romantis, dan nggak punya pendirian.
Dulu Palris yang bilang bahwa cinta tak harus diungkapkan. Sekarang dia yang menyatakan bahwa cinta butuh kepastian. Dasar cowok nggak punya perasaan. Ingin rasanya kubenturkan tubuh ini ke mobil-mobil yang melaju kencang biar isinya berantakan. Rasanya aku sudah tak punya lagi kehidupan.
Tapi, apa pentingnya memikirkan pedihnya perasaan? Buat apa aku menangis hanya gara-gara seorang cowok yang kuanggap romantis tapi jiwanya karatan? Bukankah lebih baik dia kulupakan. Toh hidup yang akan kulalui masih sangat jauh ke depan. Aku yakin akan mendapatkan cowok pujaan. Tanpa harus mendapatkan apakah dia romantis atau cowok seperti kebanyakan...?
Bukankah yang terpenting cowok aku itu nantinya jujur dan baik hatinya...? Hmmm... kayaknya iya. Do’akan ya. Semoga aku jadi cewek sabar untuk bisa mendapatkannya.***
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...