Mamat Metro

Mamat Metro

Nuni Item

Cerpen  Zaenal Radar T.
Dimuat dengan judul: "Nunit",di majalah Gadis, No.26  01-11 Oktober 2010




“Mengapa hampir semua iklan produk kecantikan di televisi memperlihatkan wanita ingin berkulit putih...?” Nuni bicara sendiri di depan sebuah cermin, di kamarnya yang dipenuhi alat-alat kosmetik. Diantara alat-alat kosmetik itu terdapat lotion, yang bunyi iklannya menyebutkan: ‘Dalam tiga minggu, kulit Anda akan menjadi putih... seputih salju....’

Foto: www.tenis.com
Nuni berharap kulitnya tak perlu seputih salju. Kalau memang lotion itu manjur, sawo matang pun tak mengapa, asal tidak hitam seperti saat ini. Tetapi, meski sudah dioles lebih dari tiga bulan, kulitnya masih tetap aja hitam. Ya, kulit Nuni memang hitam legam. Tak heran bila teman-temannya di sekolah memanggil Nuni dengan sebutan Nunit, yang maksudnya: Nuni Item!  Dan Nunit... aeh Nuni, hanya bisa pasrah. Ia memang tak pernah marah ataupun mengelak di depan teman-teman yang mengoloknya. Nuni menyadari kalau kulitnya memang hitam. Itu kenyataan.

Nuni tak pernah protes di depan teman-temannya yang mengolok-olok dirinya hitam, bila mereka sedang mengobrol. Teman-temannya bilang begini:

“Lo semua suka nggak sama dodol garut... Itu lho, yang item kayak kulitnya si Nunit. Hehehe...”

“Gue nggak mau ah ke pantai, ntar kulit gue angus nyaingin si Nunit lagi! Hihihi...!”

“Kita naik taksi aja deh. Kalo jalan ntar kulit kita bisa gosong kayak Nunit deh... Hwahahaha...”

Mungkin maksud teman-teman Nuni itu bercanda. Dan Nuni pun ikut ketawa setiap kali anak-anak menyinggung-nyinggung kulitnya yang hitam. Namun sesungguhnya, di dalam hatinya, Nuni sebenarnya merasa tersiksa. Sampai-sampai Nuni berkhayal, kalau ia kaya raya, ia akan mengoperasi kulitnya jadi putih!

Duh, bagi Nuni, lumayan tersiksa punya kulit hitam. Hanya pada Mamanya lah Nuni mengadu.

“Teman-teman kamu pasti bercanda Ni. Jangan diambil hati...”

“Tapi, Ma. Kenapa sih kulit Nuni nggak putih kayak kulit Mama...?”

“Mungkin kamu ikut gen almarhum Papa kamu...”

“Dulu almarhum Papa kulitnya hitam ya, Ma...?”

“Ya. Papa berkulit hitam. Almarhum Papa kamu kan kelahiran Afrika Selatan... hehehe..”

“Duh, Mama malah ketawa lagi! Lagian, dulu Mama kenapa mau sih, merid sama cowok berkulit hitam seperti Papa...?”

“Hush! Kamu, sama Papa kamu sendiri kok ngomongnya gitu...?!  Kalau nggak ada Papa kamu, yang meskipun item itu, nggak bakalan ada kamu, Ni!!” Mama Nuni marah.

“Nuni nggak pa-pa kok nggak ada di dunia ini. Daripada ada, tapi item... Hayo!??”

“Jangan begitu dong, sayang... Kamu harus bersyukur telah terlahir sebagai manusia, meskipun kamu hitam. Mama yakin, suatu saat kamu akan mendapatkan cowok yang suka dengan cewek berkulit hitam...”

“Mana mungkin, Ma?  Kayaknya semua cowok di sekolah sukanya sama cewek berkulit putih, kayak iklan di teve-teve... Paling yang mau sama cewek kulit hitam kayak Nuni ini cowok yang kulitnya hitam juga, kayak di Afrika sana. Nuni ogah ah, merid sama cowok item!”

“Jadi kamu maunya merid sama cowok yang kulitnya putih...?”

“Ya nggak usah putih-putih amat seh...”

“Udah ah, jangan ngomongin merid!  Sekolah tuh diurusin... Kalo kamu kepingin cowok yang nggak mandang fisik, kamu harus punya sesuatu yang bisa dibanggakan yang bisa membuat cowok-cowok suka sama kamu!”

“Iya deh, Ma! Ngomong sama Mama susah!”

Mama Nuni melotot. Nuni segera meninggalkan mamanya.
*
“Nunit... kita ke mal yuk! Ada fashion show, lho...!” ajak Rika, saat bubaran sekolah.

“Sori deh, Rik. Gue nggak mau, ah. ntar gue jadi pusat perhatian pengunjung mal kayak biasanya deh!”

“Nggak pa-pa, Nit! Kan elo jadi ngartis! Hehehe. Lagian elo mau ke mana seh...?”

“Gue mau latihan tenis aja!”

What?! Latihan tenis?  Kejemur dong...?! Hihihi...”

“Biarin! Gosong-gosong deh sekalian!!” ujar Nuni agak kesal.

Sejak beberapa waktu lalu, Nuni selalu menolak bila diajak teman-temannya hang-out setelah jam sekolah. Nuni memilih pulang ke rumah, atau latihan tenis. Khusus tenis, Nuni berlatih mati-matian. Bukan karena pelatihnya cowok bule, yang udah pasti putih banget lho. Tetapi Nuni menjalankan pesan Mamanya, bahwa bila ingin dipandang seseorang bukan karena fisiknya, Nuni harus memiliki sesuatu. Yang artinya memiliki kelebihan yang enggak dimiliki oleh semua orang. Kepada olahraga tenis-lah Nuni bertumpu. Nuni sering merhatiin Venus dan Serena Williams, dua bersaudara petenis asal Amrik, yang sering menjadi juara tenis tingkat dunia.

Seminggu lagi Nuni akan mengikuti turnamen tenis antar sekolah se-provinsi. Nuni akan mewakili sekolahnya, mengikuti turnamen itu. Anak-anak akhirnya tahu kalau ternyata Nuni jago main tenis.
*
Nuni menjadi juara kedua pertandingan tenis tingkat provinsi. Namanya banyak dibicarakan di koran sekolah dan sempat diulas majalah remaja. Bapak kepala sekolah memberikan penghargaan khusus saat upacara bendera, karena Nuni mengharumkan nama sekolah. Dan menurut khabar terbaru, Nuni akan direkrut pelatnas, untuk mengikuti latihan mempersiapkan Pekan Olah Raga Nasional. Wiuh... Nuni benar-benar menjadi kebanggaan teman-temannya.

Tetapi, bagi Nuni, itu semua belum juga mengobati rasa sebalnya pada kulitnya yang hitam.

“Kamu harus bangga, Ni. Ada yang menyebut kamu sebagai cikal bakal Venus William-nya Indonesia, lho...?!”

“Apa bangganya Ma, disebut sama kayak Venus William...?”

“Lho, lho...!” mama melotot, “asal kamu tau ya. Venus dan saudaranya, Serena, mereka itu petenis kelas dunia yang sering memenangkan banyak kejuaraan dunia! Mereka juga kerap diundang untuk peragaan busana lho...? Jadi model!  Naomi Campbel, pragawati dunia itu, kan berkulit hitam juga?!”

Nuni merenungi ucapan Mamanya.

“O, ya. Tadi kamu ada telpon dari Erik. Dia bilang, sore ini dia mau dateng ke rumah...” ucap Mama kemudian.

“Erik...?!!” Nuni luar biasa terkejut.

“Iya, ngakunya Erik. Kamu nggak kenal dia..?”

“Ya kenal dong, Ma! Temen sekolah sendiri. Dia kan cowok yang jadi omongan semua temen-temen cewek di sekolah Nuni...”

“Emang ganteng...?”

“Bukan cuman ganteng, tapi keren, pinter, tajir, cool, dan jago basket!”

“Putih?”

“Kok, mama nanyanya gitu seh...?”

“Hehe, sori. Jadi... dia hitam juga kayak kamu...?”

“Mama, di Indonesia ini... yang namanya keren, ganteng, atau cantik... ya pastilah putih dong!!”

“Ah, kamu hitam, tapi tetep cantik kok...?”

“Yang bilang kan mamanya sendiri...!”

“Sudah, kamu dandan gih. Bentar lagi si Erik kan mau dateng...”

“Kan sore ini Nuni latihan tenis, ma.”

“Wah, kebetulan. Suruh dia nganter kamu aja...”

Tak lama kemudian terdengar klakson di gerbang depan. Mama mengintip dari jendela. Mama memberi isyarat pada Nuni, bahwa yang datang adalah cowok. Nuni ikut mengintip dari jendela. Dan tampak seorang cowok keren, berkulit putih, keluar dari mobilnya.

“Itu Erik, Ma!!!” Nuni histeris.

Nuni segera menghambur ke kamarnya, dan bersiap-siap latihan tenis. Nuni nggak mau berlama-lama di rumah, apalagi ngobrol sama Erik. Lagipula, Nuni heran, kenapa Erik datang ke rumahnya. Tapi, sebenarnya Nuni bangga juga cowok seperti Erik mau datang ke rumahnya. Dan Nunik pun membathin, “Oh, Erik...? Andai saja anak-anak cewek di sekolah tahu kalau dia main ke rumah Nuni.”

Setelah selesai berkemas, Nuni disambut oleh Erik dan Mama yang sedang mengobrol di beranda depan.

“Kamu mau latihan tenis..?” Erik berbasa-basi. Erik sudah tahu kalau Nuni mau latihan tenis dari Mama Nuni. Dan Erik berterus terang pada Mama, kalau dirinya mengagumi putrinya yang berkulit hitam itu.

“Kalo gitu aku anter ya...?” pinta Erik.

Nuni menatap Mamanya. Mama mengedipkan sebelah matanya. Lalu Nuni menatap Erik sambil tersenyum dan mengangguk.

“Tante, Erik nganter Nuni ya...” ujar Erik pada Mama Nuni.

“Ya, hati-hati ya nak.”

“Ma, Nuni berangkat! Assalamu’alaikum!”

“Ya, wa’alaikumsalam...!”

Erik dan Nuni meninggalkan beranda, menuju ke mobil Erik. Mama menatap kepergian Erik dan putrinya. Mama melihat kedua kulit mereka yang sangat kontras, antara Erik yang seperti cowok bule, dengan Nuni yang berkulit hitam legam. Namun keduanya tampak akrab. Mama Nuni jadi teringat pada kejadian tujuh belas tahun silam, ketika ia masih bersama-sama almarhum Papa Nuni. Mama Nuni berpikir, barangkali Erik seperti dirinya, mencintai seseorang berkulit hitam.

Keesokan harinya, anak-anak satu sekolah tahu bila Erik jadian dengan Nuni. Dan sejak saat itu, tak seorang cewek pun yang terdengar mengolok-olok atau mempermasalahkan kulit Nuni yang hitam. Malahan yang terjadi, Angela, salah satu cewek berkulit putih yang selama ini naksir berat sama Erik, minta di anter sohibnya ke salon langganannya.

“Anter gue ke salon ya bo,” kata Angela.

“Lho, kan kemarin baru aja dari salon. Ke salon lagi? Ngapain?” selidik sohibnya Angela.

“Gue kepingin nanya. Apa di salon bisa bikin kulit gue yang putih ini bisa item kayak si Nuni?”

Sohibnya Angela hanya bisa bengong kayak sapi ompong.***
*)Tangerang Selatan, 2009/2010

Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...