Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di Majalah Top Chord, Volume 16, Tahun III, 2006
Dan sekarang, setelah melihat penampilan group Peterpan di
sebuah televisi swasta, mengapa aku ingin sekali bisa bermain gitar? Aku ingin
seperti Ariel, yang sesekali memainkan gitarnya meski posisinya di group itu
sebagai vokalis.
Dimuat di Majalah Top Chord, Volume 16, Tahun III, 2006
Sudah bertahun-tahun
gitar itu berada di atas lemariku. Jangankan memainkannya, melihatnya pun aku
malas. Masalahnya, karena aku tidak bisa bermain gitar. Dan itu bukan karena aku belum pernah mencoba.
Sudah puluhan kali aku minta diajarkan main gitar sama teman-temanku yang mahir
main gitar, tetapi aku tetap saja tak bisa memainkannya. Akhirnya, kutaruh saja
gitarku di atas lemari.
Foto: www. trianosaputra.blogspot.com |
Dan sebenarnaya sejak dulu aku ingin sekali bisa bermain
gitar. Bila aku bisa, aku ingin sekali memainkannya di depan cewek-cewek di
sekolahku. Aku akan memainkan lagu apa saja yang mereka nyanyikan. Dengan
begitu, akan banyak cewek-cewek yang suka padaku. Buktinya si Pras, cowok kelas
2 N, yang selalu dikerumuni cewek-cewek ketika ia memetik gitarnya.
Seringkali aku berkhayal, kalau saja aku bisa memainkan
gitar, aku akan memainkan lagu-lagu yang tengah hits di depan cewek pujaan
hatiku. Aku dan si dia duduk di teras rumah, lalu aku memainkan gitarku. Dia
menyanyi sambil bersandar di bahuku. Duh, romantis sekali! Sayangnya hal itu
hanya khayalanku saja, karena aku tidak becus main gitar!
*
Suatu malam aku mampir di rumah Manda, cewek yang sudah
lama kutaksir. Waktu itu aku mengantar Manda karena ia kemalaman. Setiba di
rumahnya, aku tidak langsung pulang. Manda memintaku istirahat di rumahnya
barang sebentar. Manda memberikan aku
minuman dan kue-kue. Pada saat aku menikmati minuman dan kue-kue yang ia
sediakan, Manda mengeluarkan gitar, lalu memainkan sebuah lagu. Wow, suara
Manda merdu sekali. Dan permainanan gitarnya sungguh menakjubkan!
Setelah ia menyelesaikan dua buah lagu, Manda memberikan
gitar itu padaku. Manda meminta aku
memainkan gitarnya. Jelas aja hal itu
membuat aku gelagapan. Sebab aku tidak
bisa bermain gitar. Tetapi,
karena aku malu mengakuinya, kubilang saja aku sedang malas main gitar. Ketika ia memaksaku, kukatakan kalau
jari-jariku sedang sakit.
*
Kuambil gitar tua itu dari atas lemari. Meskipun sudah lama
sekali tak dimainkan, gitar tua ini masih tampak kokoh. Hanya senar-senarnya
saja yang tampak berkarat. Dengan sigap, kuganti semua senarnya dengan yang
baru. Setelah itu, aku meminta Pras untuk menyetemnya. Sekalian aku minta
diajarkan dengan serius, bagaimana cara bermain gitar.
Pras dengan sabar mengajariku. Tidak hanya itu, Pras juga
meminjami aku banyak buku-buku tentang bagaimana caranya bermain gitar. Kalau
yang selama ini aku cuma tahu kunci G, C dan D mayor, belakangan aku sudah tahu
tujuh kunci lainnya. Siang dan malam aku tak henti-hentinya belajar. Baik ke rumah
Pras maupun belajar di rumah dengan buku-buku.
Pras juga meminjami aku buku-buku dan majalah berisi lagu-lagu dan
tangga nada.
Aku benar-benar berjuang untuk bisa memainkan gitar. Ketika
merasa putus asa, karena sulit sekali menghapal letak kunci nada, aku selalu
teringat saat mampir di rumah Manda.
Kupikir, Manda saja bisa, masak aku enggak bisa? Fuh!
Akhirnya, dengan usaha yang bisa dibilang setengah mati,
aku bisa juga memainkan satu dua buah lagu dengan gitar. Dan karena begitu
banyaknya majalah-majalah berisi not-not lagu yang sedang hits, lama kelamaan
aku bisa menguasai banyak lagu!
Kalau sudah begini, aku benar-benar siap mampir di rumah
Manda. Akan kutunjukan padanya, bahwa aku sudah mahir bermain gitar. Dan mungkin tidak hanya itu saja. Kalau Manda
bersedia, aku akan minta ia jadi pacarku.
Kuyakin Manda suka padaku, karena aku cowok yang pandai main gitar. Aku
pernah dengar dari Manda langsung, kalau dia menginginkan cowok yang jago main
gitar.
Sabtu sore ini aku mampir di rumah Manda. Aku beralasan mau
meminjam novel. Aku yakin, Manda akan menyuruhku mampir beberapa saat di
beranda belakang rumahnya, lalu memberikan aku minum, kue-kue, dan menyuruhku
memainkan gitarnya. Aha! Ini rencana yang luar biasa.
Setibanya di rumah Manda, sayup-sayup kudengar vokal Manda
yang merdu dengan iringan gitar yang pas. Pasti Manda sedang main gitar.
Kutekan bel rumahnya, dan suara Manda pun berhenti. Tak lama pintu terbuka, dan Manda menyambutku
dengan senyuman.
“Aku mau pinjem novel yang kemarin...” kataku pada Manda.
“Oh, tunggu ya, aku ambilkan. Masuk aja, minum-minum dulu,
atau kamu mau kue kering buatan Mamaku...?”
“Oke, thanks Manda...”
Manda masuk ke dalam rumah. Aku duduk di ruang tamu. Ketika
Manda menemuiku tadi, sebenarnya suara gitar di beranda belakang rumahnya masih
saja terdengar. Petikannya begitu halus dan sempurna. Aku bingung, siapakah
yang memainkan gitarnya?
“Ini dia novelnya. Tunggu ya, bik Yum lagi nyiapin minuman
dan kue kering buat kamu...”
“Manda, kayaknya ada yang main gitar. Siapa...?” potongku,
sambil terus menyimak petikan gitar yang sangat enak ditelinga.
“Oh, itu Pras. Kalau kamu mau, gabung aja. Kita nyanyi
sama-sama...”
“Enggak ah, terima kasih. Aku pulang aja deh...”
“Lho!? Kenapa? Kan minumannya
lagi dibuatin. Lagian, kamu enggak
ganggu aku dan Pras, kok...?”
“Enggak deh, aku kan udah kepingin banget baca novel
ini...” aku berbohong.
“Ya udah deh, terserah kamu.”
“Ok, makasih banyak ya Manda.”
Akhirnya aku pulang membawa novel dan segunung kekecewaan.
Aku baru menyadari, mungkin benar dugaanku kalau Pras juga suka sama Manda.
Menyesal sekali aku pernah cerita tentang Manda yang suka cowok jago main gita
pada Pras!
Setibanya di rumah aku bingung mau ngapain. Mau main gitar
rasanya males. Mau baca novel, dobel
males. Lagian, sebenarnya aku punya novel yang barusan kupinjem ke Manda. Aku
kan pinjem novel ini cuma pura-pura. Huh, aku benci sekali sama keadaan ini.
Baiknya aku main gitar saja. Kuraih gitar, lalu mengambil majalah yang ada lirik
lagu berikut tangga nadanya. Kupilih lagu yang baru kupelajari kemarin malam.
Sebuah lagu lama. Judulnya: She’s Gone.
Kupetik gitar tuaku, sambil menyanyi: She’s gone... out
of my life... Oh she’s gone.... ***
*)Pamulang,
05/05
0 comments:
Posting Komentar