Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di Majalah Aneka Yess! No.05 01-14 Maret 2010
Khhh...
Dimuat di Majalah Aneka Yess! No.05 01-14 Maret 2010
Khhh...
Lamat-lamat kudengar
suara itu. Pada awalnya, karena aku tengah ngantuk berat, suara itu tidak
terlalu mengganggu. Tetapi, karena suara itu terus saja terdengar, aku jadi
penasaran. Aku bangkit dari dipan. Kucari-cari suara menyebalkan itu.
Sayangnya, ketika kucari-cari tak terdengar lagi suara itu. Aku pun kembali ke
kamar, melanjutkan tidur.
foto: www.idekonyol.wordpress.com |
Khhh...
Suara itu terdengar lagi
saat tubuhku berselonjor di dipan. Bersamaan dengan itu terdengar pula gemuruh
di luar sana. Aku hanya bisa menghela nafas. Mendadak bulu kudukku berdiri.
Perasaan takut tiba-tiba menghinggap. Jangan-jangan itu suara...?
Ah, aku tak mau mikir
macam-macam. Aku tidak boleh takut. Aku
bukanlah cowok penakut. Aku ingin membuktikan pada Papa dan Mama yang tengah
keluar kota, kalau aku berani tidur di rumah sendirian. Aku harus menunjukkan
pada mereka, bahwa apa yang selama ini mereka bicarakan itu tidak benar.
Papa dan Mama pernah
cerita tentang keberadaan hantu di rumah baruku ini. Rumah yang cukup luas ini
mereka bilang banyak ditempati hantu. Mereka pernah menelpon tim pemburu hantu
untuk mengusir setan-setan yang suka mengganggu. Tapi semua itu kuhadang. Aku
melarang Papa dan Mama, dan meyakinkan pada mereka bahwa di rumah ini tidak ada
hantu. Lagi pula, seandainya para
pemburu hantu itu datang, lalu memasukkan hantu-hantu itu ke dalam botol-botol,
apakah mereka yakin, kalau seandainya itu benar, hantu-hantu itu tidak kembali
lagi ke rumah ini?
Ah, kenapa aku harus
mengingat-ingat perdebatanku pada Papa dan Mama soal hantu-hantu itu? Yang
jelas aku tidak percaya sama hantu. Hantu memang ada, tetapi masak sih orang
bisa menangkap hantu? Dasar orang Indonesia memang dari dulu suka sekali sama
hal-hal klenik. Suka sama hantu-hantuan. Suka sama dukun-dukunan. Sama
teluh-teluhan. Santet-santetan. Aneh sekali kan, kalo negeri kita ini katanya
banyak ahli teluh dan ahli santet, tetapi dulu pernah dijajah bangsa asing
sampai ratusan tahun? Kalau memang benar banyak orang Indonesia jago teluh atau
santet, kenapa tidak sejak dulu bangsa kolonialisme kayak Belanda dan Portugis
itu disantet saja! Hahahah, kok aku jadi ngaco begini ya?!
Khhh...
Oh, suara itu lagi!
Jangan-jangan Papa dan Mama memang benar, kalau di rumah ini ada hantunya?
Sebab semakin malam suara itu terdengar semakin keras. Apakah aku harus
menelpon Papa dan Mama, lalu menyuruh orang untuk menjemputku. Membawaku ke
rumah nenek yang tinggal beberapa kilo meter dari rumahku yang besar ini. Atau
aku minta bantuan satpam saja, karena Mbok Inah, pembantuku yang pemberani itu
sekarang sedang pulang kampung.
Duh, kenapa minta ditemani
satpam? Nanti pak satpam yang sok gagah itu bisa-bisa melapor pada Papa dan
Mama, bahwa ia menjagaku tidur di rumah ini. Bilang kalau aku ini penakut. Aku
paham benar dengan tingkah satpamku itu. Dia suka sekali mengadu. Kalau begitu,
biar saja dia berjaga-jaga di posnya. Aku harus mengadapi makhluk bersuara aneh
itu sendirian. Aku tidak takut! Aku kan laki-laki. Masak sih anak laki-laki
penakut??
Tapi, kemana suara aneh
itu...?
Khhh...!
Ya Tuhan, suara itu
datang lagi! Sepertinya aku harus keluar
dan menemukan si pemilik suara aneh itu! Kuraih samuraiku. Kuayun-ayunkan
sebentar, sekadar pemanasan. Siapa tahu tiba-tiba si pemilik suara aneh itu
tahu-tahu berdiri di depanku. Dan aku sudah siap untuk menghajarnya. Sekali
pukul, dia pasti keok. Aku ingat sekali jurus-jurus yang kupelajari dari Tom
Cruise, yang bermain dengan luar biasa keren di film The Last Samurai. Itulah mengapa sebabnya aku merengek minta
dibelikan samurai. Waktu itu aku memesan pada Papa yang kebetulan pergi ke Jepang. Yang akhirnya
malah membelinya di Cibodas, daerah Puncak, Bogor. Karena Papa kerepotan kalau
harus membawa samurai dari negeri sakura itu. Apalagi di Cibodas samurainya
lumayan bagus-bagus.
Samurai itu kugenggam
erat-erat. Kubuka pintu kamarku, lalu berjalan perlahan ke luar kamar. Lampu
kunyalakan. Ah, tidak ada siapa-siapa di sekitar ruangan tengah. Kulihat jam
dinding. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam kurang lima belas menit. Aku
baru ingat, ini kan malam jumat?
Aku cepat-cepat kembali
ke kamar. Menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Oh, aku baru menyadari. Seandainya suara
menyebalkan itu suara hantu, aku pasti tak bisa melawannya dengan samurai.
Sebab kata Papa dan Mama, kalau memang benar apa yang dikatakannya itu benar,
bahwa hantu itu hanya bisa dilawan dengan doa-doa. Akhirnya aku mengambil
tasbih yang berada di laci lemari. Kulantunkan doa-doa. Dan ternyata, lumayan
manjur. Tak terdengar lagi suara aneh itu.
Tasbih itu terus
kugenggam. Ya ampun, aku jadi seperti salah satu anggota pemburu hantu yang
pernah kulihat di televisi swasta. Aku terus berdoa sambil merebahkan tubuh.
Sungguh sial, ternyata rasa kantukku sudah menghilang. Aku sulit sekali
melanjutkan tidur, meski mata ini sudah kupejamkan.
Aku jadi ingat Papa dan
Mama. Coba kalau aku ikut saja dengan beliau.
Tak perlu gengsi apalagi harus jaga rumah seperti ini. Tetapi, mungkin
apa yang kulakukan ini ada benarnya juga. Aku ingin membuktikan pada mereka
bahwa aku aman-aman saja meskipun tinggal sendirian. Tak ada hantu yang....
Khhh...!
Suara itu terdengar lagi!
Aku langsung bangkit dari dipan. Tasbih masih ditanganku. Mulutku terus
komat-kamit, membaca surat-surat Al-Quran yang sudah kuhafal. Sepertinya, aku
harus menghadapi makhluk sialan itu. Setidaknya, bisa mengusirnya untuk malam
ini.
Ada benarnya Papa dan
Mama. Mungkin di rumah ini ada hantunya?
Apakah kami memang harus mendatangkan tim pemburu hantu, untuk memasukkan
makhluk bersuara aneh itu ke dalam botol?
Aku menarik nafas
dalam-dalam. Kukumpulkan seluruh tenagaku. Untuk malam ini, sebelum makhluk itu
berhadapan dengan tim pemburu hantu, ia harus menghadapiku terlebih dulu. Bila
aku berhadapan dengannya, akan kubacakan takbir. Seperti yang pernah kutonton
dari sinetron-sinetron di teve-teve. Inilah waktunya membuktikan, bahwa hiburan
murahan seperti sinetron ternyata ada gunanya juga.
Baiknya kutunggu saja,
hingga suara makhluk misterius itu terdengar lagi. Aku melangkah menuju jendela
kamar. Dengan ragu-ragu, kusibak gordennya. Ketika gorden itu tersingkap,
BRUAKK! Sebuah benda menerjang kaca jendela. Aku terkejut dan langsung melompat
menjauhi jendela. Mungkin itu hantunya!!???
Ngeooong...!
Kucing? Aku bangkit setelah tadi sempat terjengkang
di lantai karena saking terkejutnya. Kusibak kembali gorden jendela kamarku
itu. Seekor kucing terlihat mengulet. Warnannya sama dengan benda yang barusan
menerjang kaca jendela. Barangkali kucing itu terjatuh tepat saat aku menyibak
jendela.
Beberapa saat kemudian
kucing itu pergi, karena tiba-tiba rintik hujan jatuh membasahi bumi. Gemuruh
halilintar sesekali terdengar. Pepohonan di halaman rumah bergerak-gerak
tertiup angin. Titik-titik hujan
menyentuh kaca jendela karena tertiup angin yang mendadak berayun kencang.
Semakin lama hujan itu semakin besar. Kuarahkan pandanganku ke pos satpam. Aku
tidak melihat siapa-siapa.
Sial! Jangan-jangan
satpam menyebalkan itu sedang pergi entah ke mana? Oh, apa peduliku! Aku tidak
perlu takut. Bukankah aku punya samurai, bila ada orang bermaksud menggangguku?
Masalahnya, kalau yang bersuara itu hantu, apakah hantu bisa dihajar dengan
samurai??
Sudahlah. Aku harus
melupakannya. Toh suara itu sudah tak terdengar lagi. Apakah karena kalah keras
dengan suara hujan yang menerjang-nerjang genting rumah? Yang jelas, bisa saja
hantu itu, kalau memang benar ada, sudah pergi jauh-jauh karena takut sama
hujan? Hahahaha.
Hujan masih menyisakan
gerimis. Aku berlari ke arah jendela kamar. Weker di atas meja belajarku
menunjukkan jam dua belas teng! Kusibak
jendela kamar, lalu melihat ke luar, tampak hujan sudah berhenti. Tetapi
rintiknya masih sesekali jatuh. Tanah di halaman basah. Daun-daun basah.
Rumput-rumput basah. Pos satpam basah. Genting rumah tetangga juga basah.
Tiba-tiba sesuatu yang tidak basah melompat dari arah teras! Ngeooong.... Oh,
kucing brengsek itu...!
Aku menghela nafas.
Mengurut dada. Lalu kembali menutup tirai gorden jendela. Kembali ke dipan.
Meluruskan kaki. Melempangkan badan. Menaruh samurai. Memejamkan mata. Tasbih
tergelatak di dekat bantal. Sebisa mungkin kupejamkan mata. Kucoba melupakan
semuanya. Pada akhirnya, kusunggingkan senyum kemenangan. Aku tidak takut
sendirian!!
Khhh....
Suara itu terdengar
lagi!!! Kali ini semakin keras. Khhh...! Sepertinya aku harus keluar kamar
lagi. Melihat lagi. Mengejar suara itu. Kalau perlu, memburunya sampai ke
manapun dia pergi. Tak peduli apakah itu hantu kuntilanak, kolongwewe, memedi,
bebegig, sundel bolong... aku nggak takut!!
Kuraih samurai. Kukenakan
jaket. Tasbih kukalungkan di leher. Kalau tidak mempan kuhajar dengan samurai,
hantu itu akan kulempar dengan tasbih! Khhh...!
Suara itu terdengar semakin keras ketika kamar kubuka. Lampu kunyalakan.
Kuikuti suara itu. Khhh...!
Mendadak aku ragu
melangkah ke ruang tamu. Suara itu timbul tenggelam. Aku terus berjalan
perlahan. Mengendap-endap dengan tangan menggenggam samurai. Samurai sudah
lepas dari sarungnya.
Khhh....! Suara itu
terdengar lagi. Bahkan suaranya lebih keras dari sebelumnya. Kuperiksa seluruh
sudut, kalau-kalau si pemilik suara itu menggantung. Akan kuhajar dia dengan
samuraiku ini. Sekali tebas, dijamin tubuhnya berantakan! Khhh... Suara itu
terdengar, seperti berada di ruang makan. Aku menatap ke arah ruang makan.
Tampak benda putih sebesar tas belanjaan milik mbok Inah menggantung di dekat
bufet. Aku berjalan agak cepat ke arah benda itu. Menyiapkan seluruh tenaga
untuk membelahnya menjadi dua.
Ketika sudah berada di
dekat benda itu, kuurungkan menghajar benda itu. Karena barang berwarna putih
itu memang tas belanjaan milik Mbok Inah. Sungguh menyebalkan.
Khhh...!
Suara itu terdengar lagi.
Sepertinya si pemilik suara itu berada di dekat ruang tamu. Aku kembali
berjalan ke arah ruang tamu. Setibanya di depan pintu masuk, suara itu
berhenti. Aku merasa di permainkan!
Khhh...!
Suara itu berada di balik
pintu. Kuraih kunci yang tergantung di balik pintu. Kubuka pintu itu perlahan.
Mudah-mudahan si pemilik suara itu tidak mendengar. Kalaupun ia mendengar lalu
mengetahui keberadaanku, dia akan langsung kuhajar!
Pintu kubuka. Bersamaan
dengan itu suara terdengar keras sekali. Khhh...! Khhh...! Nyaris kuayunkan
samuraiku, tapi... Khhh...! Khhh...!
Aku melepaskan nafasku
keras-keras. Kembali menyarungkan samuraiku. Pak Juned, satpam menyebalkan itu
terlihat bersandar di dekat tiang teras. Kedua bola matanya terpejam. Mulutnya
menganga. Dengkurannya keras sekali. Sebentar ada sebentar hilang. Begini
bunyinya: Khhh...! Khhh...! ***
*)Tangerang
Selatan, 2010
0 comments:
Posting Komentar