Mamat Metro

Mamat Metro

Tentang Si Ganteng

Cerpen  Zaenal Radar T.
         Dimuat di Majalah    KaWanku, No.49  17 Juni 01 Juli 2009




           Nina bangga banget punya temen cowok yang sungguh teramat luar biasa gantengnya! Bisa dikata, cowok yang saat ini jadi sahabat dekatnya adalah cowok paling ganteng diantara cowok-cowok ganteng yang ada di seluruh sekolah pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya! Tentu hal ini membuatnya melambung tinggi diangkasa, manakala keluarganya menyinggung soal si cowok..
foto: www.girl.fimela.com
 “Aduh, Naaa! Cowok yang kemarin sore itu ganteng banget! Beruntung banget lo!” ujar Kak Kania, kakak ceweknya yang baru aja lulus UN.
“Temen cowok lo ganteng banget seh...!!?” puji Kak Rindu, yang udah duduk di smester enam.
“Kok baru sekarang diajak ke rumah?!!” kali ini Mami yang komentar.
“Elo pake dukun mana sehingga dia mau temenan sama lo!!?” selidik Kak Panji, kakaknya yang usilnya minta ampun.
“Hush!!! Sembarangan aja, Kak Panji!!”
Setelah itu, Nina pun menjawab tentang teman cowoknya itu.
***
Temen cowok Nina ini cowok lain sekolah. Nina bertemu dengannya di sebuah pasar tradisional yang tak jauh dari terminal di dekat sekolahnya. Sungguh pertemuan yang nggak pernah ia sangka-sangka. Kalau saja hari itu ia menolak disuruh beli garam dapur oleh maminya, mungkin Nina nggak bakal bertemu dengan si ganteng itu!
Waktu itu Nina hendak membeli garam dapur beryodium pesanan ibunya. Kebetulan Nina lagi males ke supermarket keren yang biasa ia kunjungi bersama teman-temannya.  Entah kenapa kakinya meluncur dengan enteng ke pasar tradisional yang tak jauh dari sekolahnya. Pada saat tubuhnya memasuki pasar, Nina  bertubrukkan dengan seorang cowok ganteng yang tengah terburu-buru.
Cowok ganteng itu tengah membawa sayur-mayur. Rupanya ia tengah disuruh ibunya belanja ke pasar.
“Hai!” sapa cowok ganteng itu, sambil mengambil sayur-mayurnya yang berceceran.
Nina nggak menjawab. Tatapan matanya begitu dahsyat, menembus kelopak mata milik si cowok ganteng. Nina begitu terkesima. Seolah menatap seorang pangeran dari sebuah negeri dongeng yang sering ia dengar dari cerita mamanya sewaktu kecil.
“Kamu nggak papa?” lagi, si cowok ganteng itu membuka suara. Namun Nina masih tetap ternganga. Setelah tersadar, Nina pun segera membantu si cowok ganteng mengambil sayur mayurnya yang tercecer itu.
“Kamu suka kangkung juga?  Aku juga suka kangkung!” ucap Nina, mencoba mencairkan suasana. Padahal sebenarnya ia paling nggak suka kangkung!
“Ng... nggak. Ini pesanan mama. Aku nggak suka kangkung. Abis, suka bikin ngantuk!”
“Hehehe, aku juga sebenernya kadang-kadang aja makan kangkung. Sejak kelinciku mati.”
“Jadi kamu pelihara kelinci?”
“Dulu, sih.”
“Uh, saya paling nggak suka sama kelinci!  Kalo marmut saya suka banget!”
“O, gitu ya?”
Nina manggut-manggut. Padahal Nina benci banget sama marmut. Tapi ia berbohong pada si cowok ganteng itu. Duuuh, Nina memaki dirinya sendiri. Sebel pada keadaan ini. Dengan terpaksa Nina bilang, “Saya juga suka sama marmut. Tapi... sekarang marmut saya udah nggak ada.”
Setelah semua sayuran milik si cowok ganteng itu sudah kembali berada dalam kantung plastiknya, si cowok ganteng itu tersenyum pada Nina.
“Maaf, yah...” ujar Nina, sambil membalas senyum si cowok.
“Nggak papa.  Ngomong-ngomong, nama kamu siapa?”
Ini dia, pertanyaan yang ditunggu-tunggu Nina sejak tadi! Nina menjulurkan tangannya, lalu menyebutkan namanya. Alamat rumah lengkap dengan kode pos. Nggak ketinggalan nomor telpon, henpon, alamat email. Wuih, kompley banget ya.
“Saya Reva, kayaknya kita satu kompleks, deh...”
“Masak, sih?”
“Iya, cuma lain blok aja...”
“Kalo gitu, kalo kamu sempet, kamu main aja...”
“Oke, deh. Aku kan udah dapet alamat lengkap kamu. Aku pasti main.”
“Aku tunggu, ya...”
Setelah itu Nina dan Reva berpisah. Sejak kejadian itu Nina selalu menunggu kedatangan Reva ke rumahnya. Menunggu telpon dari Reva berdering . Menunggu Henpon dari Reva berkemerincing (soalnya nada dering HP Nian emang suara kerincingan. Heheh). Menunggu email Reva datang. Tapi hampir dua minggu sejak bertemu, nggak ada kabar dari Reva.
Tetapi suatu sore, setelah lelah setiap hari menunggu, henpon Nina berkemerincing. Cring...criiing...criiing.... Bola mata Nina nyaris copot pas tahu itu nomor Reva. Karena ada namanya, ‘Reva yang ketemu di pasar’. Namanya lumayan panjang yah? Sengaja Nina menamai Reva begitu, soalnya Nina juga udah punya nomor Reva, yang tak lain nama keponakannya. Takutnya kalau dia memakai nama Reva, nama keponanakannya yang udah tertulis di memori henponnya terhapus.
Sore itu Reva janjian mau dateng. Dan Nina mempersiapkan diri se-keren mungkin. Mencari-cari gaun terbagus. Sempat nyalon sebentar. Kan salonnya nggak jauh. Dan itu salon milik tantenya sendiri, yang gratis tiiis. Setelah oke, Nina pun siap-siap menyambut kedatangan Reva yang gantengnya nggak ketulungan itu. Nina membayangkan Reva membawa seikat bunga, lalu memberikannya pada Nina sambil membungkukan tubuhnya, seperti seorang pujangga memberikan bunga pada pujaan hatinya. Duh, alangkah manisnya.
Reva sengaja duduk di ruang tengah. Bik Atun diminta mempersiapkan kue-kue dan minuman dingin yang seger. Es krim juga masih banyak di lemari pendingin. Reva harus disambut dengan istimewa, dengan harapan Reva senang dan nantinya bisa sering-sering main.
Terdengar bel rumah ditekan. Nina siap-siap melangkah, menyambut kedatangan Reva. Ketika pintu dibuka, ternyata petugas PLN yang mau periksa meteran listrik. Tukang periksa meteran listrik yang berada di pintu pagar tersenyum pada Nina. Setelah mencatat meteran, ia sempat memberikan pujian, “Non cakep banget hari ini...”
Nina tersenyum sambil bilang, “Lagi nggak ada recehan neh, bang!” Si Pencatat meteran senyam-senyum, lalu meninggalkan rumah Nina, sambil sesekali melirik penampilan Nina yang lain dari hari biasanya. Nina sambil menggerut kembali masuk rumah. Tapi sebelum pantatnya menyentuh sofa, terdengar lagi bel rumah.
Nina berlari ke arah cermin yang berada tak jauh dari ruang tengah. Melenggak-lenggok sambil tersenyum memperhatikan penampilan, lalu segera menghambur ke pintu depan. Bik Atun yang memperhatikannya dari kejauhan cuma bisa terheran-heran. Bik Atun khawatir sama putri majikannya yang satu ini, soalnya Nina emang tadi senyam-senyum sendirian pas di depan cermin. Menurut Bik Atun, orang yang suka senyam-senyum sendirian itu berbahaya. Bik Atun pun menengadahkan tangannya ke atas, berdoa pada Tuhan, “Ya Allah, lindungilah putri majikan saya. Semoga dia berada di jalan yang benar. Amiiiin...”
Bel rumah masih terus berbunyi. Nina membuka pintu setelah merasa oke dengan gaunnya yang sempat miring ke kiri dan kanan. Setelah membuka pintu, seorang cowok tersenyum di depan pintu pagar. Nina membalas senyum cowok itu, yang gigi depannya seolah-olah menyala, ting!
Cowok itu Bang Boneng, lelaki yang selalu datang menemui Bik Atun. Nina segera menutup pintu dan berteriak, “Biiik....! Ada Bang Boneeeng!!!” 
Bik Atun segera beranjak dari persembunyiannya. “Siapa Non?” tanya Bik Atun.
“Bang Boneng!”
“Bang Boneng? Bang Jaka, kali non?”
“Whatever-lah!”
“Bang Jaka, Non! Bukannya Mat Ceker. Si Mamat ceker mah udah putus!”
Nina cuma menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Mencoba menanangkan dirinya dari ulah pembokatnya yang telmi dan agak-agak budi alias budek dikit.
Bang Boneng pun dipersilahkan masuk. Mumpung Papi, Mami dan semua kakak Nina lagi keluar rumah, Bang Boneng jadi agak leluasa di ruang tamu. Nina pura-pura bersikap ramah pada Bang Boneng, meskipun dibelakang sebenernya dia kepingin muntah. Nina dan Bang Boneng emang udah nggak asing lagi. Sebab dulu Bang Boneng pernah jadi tukang kebunnya. Sekarang Bang Boneng udah keluar dan memilih jadi tukang ojek.
Nina mengalah dan keluar menuju teras depan. Dari teras, Nina mendengar suara cekikikan Bik Atun dan Bang Boneng. Nina mengintip ke dalam. Ternyata Bang Boneng lagi mencubit lengan Bik Atun, lalu Bik Atunnya menjerit manja. Setelah itu Bik Atun membalas dengan cara mencubit tangan Bang Boneng. Bang Boneng meringis genit.
Setelah hampir lima belas menit memperhatikan pembokat dan kekasihnya saling bercengkerama, cowok yang ditunggu Nina datang. Reva, cowok ganteng itu, nggak bawa bunga seperti yang diharapkan Nina. Selain itu, Reva ternyata cuma pake celana pendek dan sandal jepit aja. Meskipun begitu, nggak sedikitpun mengurangi kegantengannya.
Setelah turun dari sepeda motornya, Reva memandangi Nina dan penampilannya yang keren. Yang keluar dari mulut Reva bukannya salam atau menanyakan kabar Nina. Tapi Reva tanya, Nina mau ke mana??
Setelah Nina menjawab kalau dia nggak mau kemana-mana, Reva rupanya merasa risih bersama-sama dengan Nina yang berpenampilan keren. Maka Nina pun mengganti pakaian. Kali ini Nina cukup pake kaos oblong dan jin belel. Reva terlihat senang pada penampilan Nina kali ini. Reva dan Nina pun mengobrol di teras depan. Sementara Bik Atun  dan Bang Boneng di ruang tengah.
Bik Atun yang lagi asyik mengobrol dengan Bang Boneng ternyata tahu diri. Meski agak-agak kesal, Bik Atun mendatangi teras dan menawarkan Reva mau minum apa. Reva minta air putih aja. Waktu Nina menawarkan es krim atau jus, Reva nggak mau dan tetep minta air putih. Wah, sia-sia deh semua persiapan Nina.
Beberapa jam kemudian Bang Boneng yang mengobrol dengan Bik Atun pamit. Setelah itu, keluarga Nina yang terdiri dan Papi, Mami, Kak Panji, Kak Kania dan Kan Rindu pulang. Mereka memasuki teras depan dan sempat berkenalan dengan Reva, cowok ganteng sahabat baru Nina. Nina dengan bangga memperkenalkan Reva pada anggota keluarga.
Malam keesokan harinya, saat semua anggota keluarga Nina berkumpul di ruang keluarga, mereka mempertanyakan cowok ganteng itu pada Nina.
“Aduh, Naaa! Cowok kemarin sore ganteng banget! Beruntung banget lo!” ujar Kak Kania, kakak ceweknya yang baru aja lulus UN.
“Temen cowok lo ganteng banget seh...!!?” puji Kak Rindu, yang udah duduk di smester enam.
“Kok baru sekarang diajak ke rumah?!!” kali ini Mami yang tanya.
“Elo pake dukun mana sehingga dia mau temenan sama lo!!?” selidik Kak Panji, kakaknya yang usilnya minta ampun.
“Hush!!! Sembarangan aja, Kak Panji!!”
Setelah itu, Nina pun menjawab tentang teman cowoknya itu. Nina mengaku kalau dia bertemu dengan cowok itu di sebuah mal. Cowok itu maksa terus kepingin ke rumah, tapi Ninanya nggak mau ngijinin. Tapi seluruh anggota keluarga Nina nggak ada yang percaya dengan cerita Nina. Sebab mereka lebih percaya pada Bik Atun, yang sudah mengetahui semuanya tentang Reva dari Nina. Bik Atun sudah lebih dulu cerita soal Reva pada keluarga Nina, waktu Nina disuruh beli merica di pasar tradisionil! Nina mau aja, meski sebenernya Bik Atun juga bisa. Nina berharap, siapa tahu ketemu cowok ganteng lagi...***
*)Pamulang, 2006-2008
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...