Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat majalah ANEKA Yess! No. 25. 12-25 Desember 2005
Dimuat majalah ANEKA Yess! No. 25. 12-25 Desember 2005
“Elliza, untuk apa kamu menulis surat-surat itu, bila nggak
kamu kirimkan?”
“Biar aja, Mam.
Elliza seneng kok, menulis surat-surat itu. Meski cuma Elliza yang
membacanya...”
“Jangan begitu dong, sayang. Kalau surat itu sudah kamu
buat, kamu kirimkan saja. Siapa tahu kamu mendapat balasan? Gimana orang yang kamu kirimi bisa tahu, bila
surat itu nggak pernah kamu kirimkan?”
“Elliza nggak mau, Ma.
Elliza takut membaca balasan surat-surat El, kalau-kalau nantinya justru
membuat Elliza sakit hati!”
“Hmm, pasti surat buat cowok ya...?!”
“Uuh, mama mau tauuu, aja!”
“Ya udah deh, terserah kamu!”
Mamanya menyerah pada keputusan
Elliza.
*
Elliza senang menulis surat.
Terutama surat-surat untuk cowok yang ia suka. Begitu merasa tertarik dengan
seorang cowok, maka ia tulis selembar surat. Ia tumpahkan segala perasaannya
dalam surat itu, lalu surat tersebut ia masukkan ke dalam sebuah kotak!
Demikianlah Elliza, yang senang menulis surat untuk
cowok-cowok yang ia taksir, namun tak pernah berani mengirimkannya pada si
cowok. Hal itu bukan tidak beralasan, kenapa Elliza tak pernah benar-benar
merasa berani mengirimkan surat yang telah ia buat. Dulu, waktu ia masih kelas
satu SMA (saat ini Elliza kelas dua), Elliza pernah dikecewakan dengan balasan
surat yang dibuatnya. Ternyata balasan surat-surat cowok yang dikirimi surat
itu tak ada yang membuat senang hatinya. Elliza selalu dikecewakan dengan isi
surat itu. Akhirnya, ketika ia membuat surat lagi, ia tak mengirimkan surat itu pada cowok yang
bersangkutan.
Hal ini tentu saja membuat mamanya khawatir atas apa yang
diperbuat putrinya. Mama memaksa Elliza agar mengirim surat yang telah
dibuatnya, untuk seseorang yang namanya ia tulis di atas lembar surat-suratnya
itu. Nyatanya Elliza tetap tak mau mengirimkannya, dan selalu melemparnya ke
dalam sebuah kotak kardus besar bekas tempat lemari es yang tersimpan di sudut
kamarnya.
*
Kali ini Elliza
menulis surat untuk Virgy, cowok lain kelas yang jago main basket. Segala
perasaan yang ada dalam diri Elliza, Elliza tumpahkan ke dalam surat itu.
Begini bunyi isi suratnya:
Virgy yang jago main basket...
Sebelumnya, aku minta maaf bila surat ini mengganggu
kamu. Aku beranikan diri menulis surat ini karena aku senang dengan kemampuan
basketmu! Kamu tuh jago banget, deh! Aku senang ketika kamu mengarahkan bola ke
ring, setiap kali menerima umpan dari teman-teman satu tim-mu. Apalagi bila bola
itu masuk, aku merasa semakin senang dan bangga!
Tapi sayangnya, terus terang aja, aku jadi sebel bila
kamu selesai main. Si Novia, cewek super genit temen sekelasmu itu, suka kelebihan gaya! Kamu inget nggak, waktu sabtu kemarin tim
kamu main dengan tim kelas aku. Waktu pertandingan selesai, aku lihat si Novia
membersihkan keringat kamu dengan
saputangannya! Sebel deh, aku melihatnya! It’s made me jealous!!
Tapi nggak
apa-apa. Mungkin kamunya juga suka sama dia. Aku nggak perlu cemburu, kan? Karena aku bukan siapa-siapa kamu. Hanya
saja, boleh dong aku berharap, memiliki cowok seperti kamu! Karena menurut
khabar yang aku dengar, antara kamu dan Novia
itu cuma temen biasa. Bener
nggak, sih?
Kalau memang ternyata antara kamu dan Novia udah jadian,
ya nggak apa-apa. Tetapi... kalau boleh sih kamu ... jangan mau sama si
Novia. Dia kan udah tiga kali
gonta-ganti cowok! Pasti kamu udah tahu!
Udah dulu ya, Vir! Semoga kamu senang mendapat surat
ini...
Salam manis, Elliza, cewek kelas 2.4. (yang waktu itu duduk di kursi penonton
paling ujung)
Setelah selesai menulis surat itu, Elliza membacanya
kembali. Memeriksa kata-demi kata. Setelah merasa puas, kemudian Elliza memasukkannya ke dalam kotak kardus itu!
Selesai!
Keesokan harinya, Elliza melihat Virgy tengah berduaan di
kantin sekolah. Elliza sebel melihat Novia yang manja pada Virgy. Novia pake minta disuapin segala! Kayak orang sakit aja! Tapi... kalo Elliza
yang disuapin, kayaknya asyik juga, yah...? Jee, maunya!!
Huah! Elliza jadi sebel sama mereka. Setelah Elliza
menanyakan tentang Virgy dan Novia pada temen-temen deketnya, mereka
mengabarkan pada Elliza bahwa hari itu Virgy dan Novia resmi jadian. Uh, sebel,
sebel, sebel!!!
Untuk memuntahkan kesebalannya, sepulang sekolah Elliza kembali menulis surat untuk Virgy di
kamarnya. Begini isi suratnya:
“Untuk Virgy yang nyebelin!
Virgy, aku benar-benar kecewa sama kamu! Tadi siang aku liat kamu mesra-mesraan sama
Novia! Kenapa sih, kamu mau-maunya sama cewek norak en kampungan itu?! Emang kamu nggak tahu, ya, kalo si Novia itu
masih jadian sama si Agra! Itu, lho, cowok sekolah sebelah yang rambutnya cepak
kayak satpam sekolahan kita!
Terus terang ya, Vir. Sebenernya aku kasihan sama kamu.
Kayaknya kamu salah pilih cewek, deh. Kenapa dari sekian banyak cewek di
sekolah ini Novia yang kamu pilih? Kan
masih banyak cewek lain yang masih sendiri. Yang nggak manjaan kayak
Novia. Dan tentu lebih cantik!
Vir, aku saranin, jauhin deh si Novia! Kayak nggak ada
cewek lain aja!
Salam manis, Elliza, cewek kelas 2.4. (yang senyum ke
kamu pas hampir tubrukkan di kantin!)
Puas rasanya Elliza. Setelah
selesai menulis surat itu, lalu kertas surat itu ia lipat dengan rapi.
Membacanya sekali lagi. Kemudian, memasukkannya ke dalam kardus besar seperti
biasa.
Keesokan harinya, saat bel istirahat, Elliza kembali
melihat Virgy dan Novia di kantin sekolah. Tapi kayaknya mereka lagi
cuek-cuekkan. Tampak jelas wajah Virgy cemberut. Duduk membelakangi Novia.
Novia seperti merayu-rayu Virgy, tapi kayaknya Virgy sok cuek gitu deh! Wuah,
ada apa nih? Lebih baik Elliza menanyakanya pada Tia. Tia kan jagonya soal
gosip.
Akhirnya Elliza mencari-cari Tia. Tapi tuh anak hilang tiba-tiba. Elliza sudah
mencari ke segala tempat. Ke koridor, ke
kelas sebelah, ke ruang praktikum, ke got-got... (aeh, apa kali ya?) Dan, akhirnya ketemu juga! Ternyata dia di
perpustakaan. Hehe, nggak nyangka kalo cewek tukang gosip bisa nyasar ke
perpustakaan!
“Tia! Ngapain lu, di sini!”
“Taelaa... pake nanya. Biasa laah... Lu kira gue lagi
ngapain?
“Cari buku apa seh?”
“Lagi nunggu Shinta. Biasa... mau ngerumpi! Hihihi...”
“Dasar lo ya!
Perpustakaan itu tempat orang baca, tauk!”
“Eh, gue juga tau!
Abis buku yang gue cari nggak ada. Ya, gue sms-aja si Shinta. Bentar
lagi juga dia ke sini...”
“Nyari buku apa seh?”
“Gue lagi nyari buku, kiat-kiat menulis surat!”
“Hah!? Emangnya elu nggak bisa nulis surat?!”
“Kalo gue bisa, ngapain gue cari bukunya!”
“Emangnya elu mau nulis surat apa?!”
“Surat cinta!”
“Surat cinta...?! Emang di perpus ini ada apa, buku kiat-kiat
menulis surat cinta? Setau gue, yang ada tuh nulis surat lamaran kerja?”
“Makanya gue lagi cari!”
“Elo mau nulis surat buat siapa?!”
“Buat Virgy!”
“Hah!? Buat Virgy...!? Kok!?”
“Khabar yang barusan gue denger, ternyata si Virgy udah tau
kalo si Novia udah punya gebetan! Kayak-kayaknya sih dia mau putusan!”
“Yang bener, loh!”
“Ngapain sih gue bohong sama elo!”
“Ngapain nulis surat buat Virgy. Si Ray mau dikemanain?
“Gue sama Ray cuman iseng, El! Dan kali-kali aja Virgy mau
nerima surat cinta gue!”
“Wuah, dasar lu Ti! Oke deh, gimana kalo gue aja yang
nulisin!”
“Emang elu bisa?!”
“Bisa, dong!”
“Tapi ngomong-ngomong, ngapain nulis surat...? Kenapa nggak
telpon atau lo sms dia aja...?”
“Gue maunya surat, biar kesannya gimanaaa gitu! Oke deh,
kalo elo bisa, Ntar sore gue ke rumah
lo. Berarti gue tinggal beli kertas suratnya yang bagus. Yang bagus warna apa,
ya?”
“Bukan cuman soal kertas suratnya, Ti. Tapi yang terpenting tuh isinya!”
“Wuah, sok amat lu! Oke, deh. Ntar sore jangan kemana-mana, ya. Bantuin gue
nulis surat cinta!”
“Oke, deh!”
Lho, kok jadi malah Tia yang minta ditolongin nulis
surat? Tadinya kan Elliza kepingin nanya tentang khabar terbaru hubungan Virgy
dan Novia???
Hmm, Elliza jadi bingung sendiri, nih!
“Eh, kok pada mau pergi?” Shinta, yang baru dateng, jadi
kebingungan.
“Sory, Shin! Ngerumpinya besok aja. Gue lagi ada bisnis
penting!”
“Jee, kok gitu??”
Tia dan Elliza meninggalkan ruang perpus. Shinta cuma bisa
pasrah.
*
Sorenya, sepulang sekolah, Elliza mengantar Tia ke toko
buku. Mereka memilih kertas surat. Tapi nggak ada yang cocok. Sebab nggak ada
yang warna pink. Padahal Tia paling suka sama warna itu.
“Sebenernya di rumah gue ada, Ti.”
“Yang warna pink?”
“He-eh!”
“Jee, kok nggak bilang dari tadi! Gue minta, ya!?”
“Ya, udah. Yuk kita pulang!”
Akhirnya mereka nggak jadi beli kertas surat itu.
Setibanya di rumah, mereka langsung masuk kamar. Dan mulai
dengan rencana mereka, menulis surat cinta!
Tia udah siap-siap dengan pulpen dan kertas suratnya.
“Pertamanya gimana, El?”
“Elu tulis aja, ntar gue yang nyebutin!”
“Oke, deh! Buruan!”
“Ih, sabar kalee! Nulis surat cinta itu nggak kayak nulis
surat izin nggak masuk sekolah! Nulis surat cinta itu pake perasaan...”
“Buruaan! Nggak usah pake teori-teorian segala!”
“Weeks! Nggak sabaran! Oke, tulis ya... Virgy yang
manis...?”
“Ih, genit amat!”
“Udah, elo tulis aja! Nggak usah banyak komentar!”
“Iy-iya, deh! Hehe, galak amat sih...!”
Akhirnya Tia menuruti kata-kata Elliza, menulis apa aja
yang Elliza sebutkan. Lima menit kemudian surat itu udah nyampe satu lembar
halaman!
“Wuah, ternyata elu jago juga bikin surat cinta!” puji Tia.
“Tapi, Ti. Kenapa pake nulis surat segala sih? Telpon langsung aja! Kalo nggak, SMS, kek!
E-mail, kek!”
“Biar romantis, tauk!!!”
Yaps! Elliza setuju! Berarti selama ini dia itu romantis.
Memilih nulis surat daripada yang lain, untuk mencurahkan perasaannya!
“Terus, dikemanain tuh surat?!”
“Besok langsung dikirimin ke Virgy!”
“Kok!?”
“Ya, iyalah! Masak dimasukkin ke lemari?! Ntar elu tolongin gue, ya! Elu yang ngasihin
nih surat! Oke?!”
***
Dua hari kemudian, ternyata Virgy mengirimkan balasan
suratnya. Ternyata surat itu malah ditujukan buat Elliza. Dan Virgy mengirimkan
surat itu melalui Tia!
“Kok, jadi malah elu yang dapetin balasan surat Virgy,
El!?”
“Sori, Ti... Waktu itu nama pengirimnya gue ganti...”
“HAH!? Maksud, lu?!”
“Nama pengirimnya bukan nama elu. Tapi pake nama gue! Elu baca deh balesan suratnya!”
“Kok, gitu...!!”
“Abis, elu kan cuma main-main ke dia! Kalo gue tuh serius,
tauk!”
“Oh, ternyata elo naksir juga rupanya. Gue kirain diem-diem
elu cuek sama dia! Ya udah! Elu aja yang baca!!! Masak surat buat elo gue yang
baca!!!”
“Baca aja, Ti! Gue takut!
Anggap aja yang nulis surat ke dia tuh elo!”
“Oke deh, gue baca ya... Huh! Siaul luh!!!”
Tia membaca isi surat itu. Tak lama, ia tersenyum-senyum
sendirian.
“Jawabannya apa, Ti?!” Elliza nggak sabaran.
“Hihihi, selamat yach!” ucap Tia, sambil menjulurkan
telapak tangannya.
“Tiaaaa, bacain dong!” Elliza gak mau diajak salaman.
“Nih, baca aja
sendiri!!!”
“Tiaaaa!!!”***
*)Pamulang,
2005
0 comments:
Posting Komentar