Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di majalah Aneka Yess! No.23, 10-23 November 2008
Dimuat di majalah Aneka Yess! No.23, 10-23 November 2008
Belakangan ini Vira
selalu di gelandang ke ruang BP. Ada saja masalah yang membuatnya harus
menghadap guru pembimbing. Ribut dengan Yono. Memukul meja keras-keras waktu
pelajaran Bu Rini. Berisik di dalam kelas. Nunggak bayaran dua bulan. Bolos pas
jam pelajaran terakhir. Dan masih banyak lagi.
Semua anak-anak bingung sama sikap Vira. Terutama
temen-temen cewek yang sangat mengenal Vira.
“Gue bingung, belakangan ini Vira kok jadi bandel banget!”
keluh Melinda, yang pernah satu bangku dengan Vira sewaktu kelas satu.
“Iya tuh! Dulu dia nggak gitu, kan?” sahut Lila, yang
rumahnya satu blok dengan Vira.
“Setahu gue Vira tuh anaknya dari dulu tertib, penurut,
nggak grasah-grusuh kayak sekarang ini!” Adagia ikutan komentar.
“Kenapa ya, dia jadi berubah begini?” tanya yang lainnya.
“Gimana kalo kita selidiki aja?”
Akhirnya Melinda Cs sepakat menyelidiki kenapa Vira bisa
berubah. Sebab biar bagaimanapun, Vira sahabat mereka.
“Menurut gue, mungkin Vira punya masalah di rumah.
Biasanya, anak-anak yang broken home suka bertingkah macam-macam kayak
dia. Bener nggak?” ujar Melinda, minta pendapat yang lain.
“Bener tuh. Riska waktu bonyoknya cerai jadi berubah
bandel! Jangan-jangan keluarga Vira...” Lila menghentikan ucapannya, dan
menatap teman-temannya satu persatu. Mereka pun saling pandang.
***
Saat jam pelajaran terakhir
selesai Melinda Cs sepakat mampir ke rumah Vira. Mereka menunggu Vira yang
tengah disidang guru BP, karena tadi siang dia ketahuan males mencatat
pelajaran.
Sewaktu Vira keluar dari ruangan BP, Melinda langsung
menyambutnya, “Vira.... elo nggak apa-apa?”
Vira malah kebingungan, “Emangnya gue kenapa...? Gue nggak
apa-apa, kok...”
Vira memang kelihatan baik-baik saja. Diwajahnya tak
terlintas rasa penyesalan atau ketakutan setelah keluar dari ruangan BP. Surat
yang diberikan guru BP untuk kedua orangtuanya ia masukkan ke dalam tas.
“Ada apa sih? Tumben elo pada nemuin gue?” tanya Vira,
sambil menatap Melinda Cs satu-persatu.
“Vir, kita-kita mau main ke rumah lo. Boleh, kan?” kali ini
Adagia yang nanya.
Vira nampak berpikir. Melinda Cs menunggu jawaban Vira.
Mereka menduga, barangkali dugaan mereka benar, kalau Vira memang lagi punya
masalah dengan keluarganya.
“Boleh, boleh! Yuk, kalo elo semua mau main ke rumah. Tapi
tunggu dulu ya, gue telpon rumah dulu,” ucap Vira, lalu mengeluarkan HP dan
menghubungi rumah.
Ternyata Vira setuju
anak-anak main ke rumahnya. Hal ini membuat Melinda Cs jadi bertanya-tanya.
Menurut mereka, kalau seandainya Vira punya masalah di rumah, kemungkinan Vira
akan keberatan bila anak-anak main ke rumahnya.
“Kok, pada bengong semua? Yuk, katanya mau ke rumah gue..?”
usik Vira pada Melinda Cs, setelah menelpon rumah. Melinda dan anak-anak
lainnya jadi merasa risih. Lalu mereka mengikuti langkah Vira yang riang menuju
halaman parkir. Sikap Vira yang hepi ini sebenarnya jadi bikin anak-anak
bertambah bingung. Gimana mungkin seorang anak yang baru dihukum di ruangan BP
se-ceria Vira siang ini...??
***
Keadaan Vira di rumah ternyata baik-baik saja. Bonyok Vira
akur-akur aja. Kedua kakak Vira yang sudah duduk di bangku kuliah juga baik-baik
saja. Satu kakak Vira yang lagi cuti kerja pun setelah ditanyai idem. Mereka
keluarga yang harmonis.
Yang jadi masalah cuma satu. Vira selalu menyembunyikan
surat dari guru BP yang seharusnya diberikan untuk kedua orangtuanya. Hal itu
yang membuat Melinda Cs merasa khawatir pada Vira. Tapi mau gimana. Melinda dan
anak-anak lainnya tak bisa berbuat apa-apa.
Dan dihari-hari selanjutnya, Vira masih dengan sikapnya
yang sama, selalu membuat ulah hingga terpaksa dihukum guru BP. Melinda dan
teman-teman terpaksa turun tangan, karena kalau dibiarkan akan membahayakan
diri Vira sendiri. Melinda Cs pun akhirnya menyidang Vira di kantin sekolah
saat jam pelajaran istirahat.
“Vir, kenapa sih lo lakuin semua ini? Apa lo nggak kasihan
sama bonyok lo? Kita-kita tahu, selama ini lo udah ngebohongin mereka...” ucap
Melinda, ditengah-tengah obrolan. Vira hanya menunduk dan enggak berkata-kata.
Semua anak menatapnya dengan tatapan bingung bercampur kesal.
“Dulu elo nggak kayak gini, Vir? Apa sih yang bikin elo
berubah?” tambah Lila, saat Vira mulai berani mengangkat wajahnya.
Vira menghela nafas, “Eee...gue...gue.. gue nggak bermaksud
membohongi mereka, kok. Apa yang gue lakuin ini emang nggak bener. Tapi kan,
selama ini nilai-nilai gue di sekolah baik-baik aja. Nilai tes harian gue
selalu paling bagus. Iya, kan?” Vira balik bertanya.
“Iya, Vir. Gue tahu kalo elo tuh paling pinter di kelas.
Tapi sayang banget kalo elo barengi sama sikap lo yang aneh-aneh itu?” Adagia
kelihatan semakin kesal.
“Sebaiknya elo hentikan semua sikap konyol elo Vir! Dan
asal elo tau aja. Kita ngelakuin semua ini karena kita-kita sayang sama elo,”
ujar Melinda, yang mendapat anggukan dari anak-anak lainnya.
“Makasih deh elo semua udah mau merhatiin gue.
Mudah-mudahan gue bisa berubah...” ucap Vira akhirnya, membuat semua anak
tersenyum. Lalu mereka saling berangkulan.
***
Diwaktu-waktu berikutnya sudah tidak terdengar lagi Vira
dibawa ke ruangan BP. Melinda Cs merasa apa yang mereka lakukan ternyata
lumayan ampuh. Dengan begitu, mereka tak lagi menyaksikan ulah macam-macam si
pintar Vira diskorsing guru BP.
Tetapi, suatu siang, Vira kembali dibawa ke ruangan BP
karena dengan sengaja menaruh permen karet di kursi guru. Pak Simon Simamora,
guru Fisika yang terkenal tegas terpaksa jadi bahan tertawaan anak-anak sekelas
karena sibuk melepaskan permen karet yang menempel di celananya. Saat Pak Simon
bertanya pada anak-anak seisi kelas, siapa yang berani-beraninya mengerjainnya,
dengan sigap Vira mengangkat telunjuk. Anak-anak seisi kelas, termasuk Melinda
Cs, terbengong-bengong atas keberanian Vira.
Vira dibawa ke ruangan BP dan tidak diperkenankan mengikuti
pelajaran Pak Simon Simamora. Di ruangan BP, Vira pun seperti biasa harus
mendapat nasihat dari Pak Alvin Izhar. Pak Alvin adalah mahasiswa psikologi
smester akhir yang sedang magang jadi guru BP. Pak Alvin sudah tiga bulan
menjadi guru BP di sekolah Vira. Dan sejak Pak Alvin menjadi guru BP, Vira
sering dihukum di ruangannya.
“Vira... kenapa kamu menaruh permen karet di kursi Pak
Simon?” tanya Pak Alvin, sambil menatap Vira dengan tatapan ramah dan bersahaja
seperti biasanya. Pak Alvin ini memang selalu ramah dan baik, meskipun
menghadapi anak-anak yang bandel seperti Vira. Berbeda banget deh dibandingkan
guru-guru BP yang pernah ada.
Mendapat pertanyaan dari Pak Alvin, Vira malah
senyam-senyum.
“Vira, kok kamu malah senyum begitu?”
“Maaf, Pak Alvin. Vira inget sama Pak Simon, pas dia
kesusahan buang permen karet itu. hehehe...”
Pak Alvin geleng-geleng kepala, “Vira... orang lain
kesusahan kamu kok malah seneng?”
“Vira terpaksa melakukan semua itu, karena Pak Simon kalo
ngajar suka nggak jelas, Pak,” ujar Vira, sambil mengambil permen karet dari
saku rok, lalu mengunyahnya dengan keras-keras. Vira juga sempat membuat balon
kecil dari permen karet itu dengan mulutnya di depan Pak Alvin. Pak Alvin hanya
bisa menghela nafas menghadapi tingkah Vira. Tetapi Pak Alvin guru BP yang
sabar.
“Apa maksud kamu, mengatakan Pak Simon mengajarnya nggak
jelas...?” tanya Pak Alvin kemudian.
“Anu Pak... Eee... Pak Simon kalo menerangkan soal suka
muter-muter gitu. Padahal kan ada rumus yang lebih mudah. Nyebelin kan, Pak?”
Kali ini Pak Alvin tersenyum, “Vira, mungkin Pak Simon
memakai rumus yang lain. Kalau kamu punya rumus sendiri, dan jawaban soal kamu
ternyata benar juga, ya nggak apa-apa. Kamu kan bisa diskusikan dengan Pak
Simon, bukan malah menyakiti beliau...”
“Males, Pak...”
“Kok, males?”
“Ngapain diskusi sama Pak Simon. Dia kan orangnya jutek
gitu. Kalo sama Bapak... mungkin Vira mau. O ya, kenapa sih Pak Alvin nggak
jadi guru Fisika aja..?”
Pak Alvin garuk-garuk kepala. Entah memang benar-benar
gatal atau cuma karena bingung menghadapi tingkah salah satu muridnya yang
bandel ini.
“Vira, kamu macem-macem aja. Bapak kan di sekolah ini
ditunjuk jadi guru BP. Lagipula, Fisika itu bukan bidang bapak...”
“Ya udah deh kalo begitu.
Saya minta maaf atas segala kesalahan ini. Saya bener-bener nyesel,
Pak...”
“Bagus kalau kamu mau menyadarinya. Mudah-mudahan ini yang
terakhir kamu masuk ke ruangan saya. Kalau saya sudah tidak lagi bertugas di
sini, saya harap kamu nggak bandel lagi ya.”
Vira bingung mendengar kata-kata Pak Alvin, “Maksud Pak
Alvin apa? Pak Alvin mau pindah, ya?”
“Ya, saya kan masih kuliah. Di sekolah ini saya cuma
praktik tiga bulan untuk keperluan skripsi. Dan pesan terakhir saya, kamu
sebaiknya jangan masuk lagi ke ruangan BP ini.
“Tapi Pak, meskipun
bapak sudah nggak lagi di sekolah ini, kalau saya mau ketemu bapak boleh, kan?”
“Ya, boleh. Silahkan, saya senang punya banyak teman.”
Vira yang sebenarnya sedih karena harus berpisah dengan
guru BP kesayangannya senang bukan main. Dihari berikutnya, Vira mengobrol di
depan ruangan kepala sekolah bareng Pak Alvin yang hendak pamit dengan
guru-guru. Melinda Cs yang tengah melintas menghentikan langkah mereka. Memberikan
perhatian pada Vira yang sedang bercakap-cakap dengan Pak Alvin.
“Eh, siapa tuh? Guru baru, ya?” tanya Melinda.
“Nggak tau. Gue juga baru liat sekarang...”
“Duh, keren banget tuh guru!”
“Pasti guru baru. Kok, Vira bisa akrab banget sama dia?”
“Belum tentu dia guru. Kok, masih muda banget...?”
“Ssst... pura-pura nggak liat yuk. Vira mau ke sini tuh...”
Vira yang sudah selesai mengobrol berjalan ke arah Melinda.
Melinda dan anak-anak lainnya langsung menyambut Vira dengan pertanyaan.
“Vir...siapa tadi? Keren banget! Guru baru ya?’
“Kok, dia nggak pernah masuk kelas, sih?”
Vira tersenyum, “Dia guru BP kita yang baru itu. Jelas aja
kalian nggak pernah liat. Dia kalo dateng kan siang. Lagian, kalian kan nggak
pernah diskorsing, sih. Jelas aja nggak pernah ketemu? O ya, do’i di sekolah
ini cuma tiga bulan. Sekarang tugasnya udah selesai. Oke deh semua, gue ke
kelas dulu ya...”
Setelah itu Vira memasuki kelas. Melinda Cs menatap
kepergian Vira, lalu beralih ke arah Pak Alvin Izhar, guru BP bertampang perpaduan
Christian Bautista dan Tom Cruise itu. Wuaaah....
***
Di waktu berikutnya, Vira
akhirnya tak lagi diskorsing. Tapi do’i kerap berkonsultasi dan
bersitatap dengan Alvin di tempat lain, bukan di ruangan BP. Melinda Cs yang
penasaran mencari cara gimana bisa bertemu muka dengan Alvin. Kegusaran Melinda
dan teman-teman lainnya ternyata diketahui Vira.
“Rugi ya, nggak pernah diskors. Jadi nggak bisa ketemu dia.
Heheh...” ujar Vira, membuat Melinda dan lainnya terbengong-bengong. Ufs,
pantes aja kalo dulu Vira seneng di skorsing ya...?***
*)Pamulang, 2008
0 comments:
Posting Komentar