Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di majalag Aneka Yess!, No.03 1-14 Februari 2010
Dimuat di majalag Aneka Yess!, No.03 1-14 Februari 2010
Sungguh, aku tak pernah
bisa melupakan tatapan matanya yang begitu indah. Dan aku tak pernah mengerti mengapa
ia menatapku begitu rupa. Apakah aku....? Ah, aku tak mau berandai-andai. Meski
aku selalu berkhayal untuk menjadikan dirinya sebagai kekasihku...
Inilah salah satu khayalanku tentang dirinya. Kutulis agar
semua orang membacanya. Berkhayal boleh saja, kan? Asalkan bukan berkhayal yang
bukan-bukan. Dan kalaupun berkhayal yang bukan-bukan, kenapa enggak? Asalkan bukan berkhayal yang
jorok-jorok. Dan kalaupun berkhayal yang jorok-jorok, kenapa enggak?
Asalkan berkhayal jorok yang baik-baik saja. Misalnya... berkhayal
membersihkan saluran got si dia yang mampet? Got-nya itu penuh dengan
kotoran... aduh, kenapa aku harus menuliskan hal-hal jorok begini ya...?
Baiklah. Aku sedang berpikir, dari bagian mana harus
kutuliskan khayalanku ini. O ya. Aku tahu sekarang. Bagaimana kalau dimulai
dari perkenalanku dengan dirinya. Si pemilik bola mata indah itu. Begini. Pada
suatu hari... saat aku pulang sekolah. Aduh, ngomong-ngomong, bukankah ini
pembukaan cerita yang standar??? Habis mau gimana dong, kulanjutkan saja deh.
Mulai dari... pada suatu siang... ya, siang itu aku pulang sekolah.
Bruk!!!
Tiba-tiba secara nggak sengaja aku menabrak seseorang.
Maklum, waktu itu aku sedang tergesa-gesa. Aku tengah buru-buru keluar kelas
karena harus bertemu dengan pacarku. Tetapi karena orang yang kutabrak bukunya
berceceran di lantai, aku pun membantu mengambil satu demi satu buku-buku yang
berserakan itu. Sambil memunguti buku-bukunya, aku minta maaf padanya.
“Maaf...”
Enggak mungkin kan aku bilang, “Apa loo...?!!!”
Setelah aku berkata maaf, dia diam saja. Aku jadi merasa
semakin sangat bersalah. Setelah semua
bukunya sudah rapih, kuhela nafasku perlahan. Lalu aku garuk-garuk kepala.
Salah tingkah. Dan tiba-tiba, dia tersenyum padaku...
“Aku kok, yang salah... jadi aku yang harusnya minta maaf,”
ujarnya.
Bibirnya yang basah dikulum. Dia tersenyum lagi. Aku jadi
bingung.
“Mm...maksudnya...?”
“Aku yang nabrak. Bukannya kamu...” tambahnya, dengan
tatapan yang begitu jernih. Oh, matanya itu. Selama ini aku belum pernah
menatap mata seindah matanya.
“Kok... ngeliatnya begitu...?”
“Ng...Ng... nggak... eee... sori yah...”
“Udah dibilang aku yang salah...”
“Oh.. iya...iya... Lain kali kalo jalan liat-liat yah...”
Dia mengangguk. Aku yang semula merasa bersalah membalas
senyumnya. Setelah itu kami berpisah. Sebelum berpisah...
“O ya, kamu anak baru ya...?”
Ini memang pertanyaan super standar.
“Boleh kenalan? Kenalkan, aku Romeo...”
Apalagi ini. Sok akrab banget!
“Aku Markonah, kelas satu delapan,” sambutnya, mantap.
“Oke, sampe ketemu Mar...”
“MARKONAH!” tegasnya, sedikit menekan.
“Ya, ya, sampe ketemu Markonah...”
Aku berjalan meninggalkannya sambil mengerutkan kening.
Markonah... jujur saja, namanya tidak seindah bola matanya. Tapi tak mengapa,
dia cukup lumayan bila aku menyebutnya... Markonah si bola mata indah! Aha!!
Singkat cerita, aku tiba di gerbang sekolah pacarku. (Maaf,
aku tak perlu menceritakan bagaimana aku bisa sampai tepat waktu tiba di gerbang sekolah pacarku. Bayangkan
saja, dari sekolahku ke sekolahnya, aku harus empat kali naik angkutan umum,
melewati sepuluh lampu merah, melintasi empat buah pasar, tiga terminal, dua lintasan kereta api, dan
sekali naik ojek. Ditambah naik getek. Kalau kutuliskan, halamannya tidak
cukup!)
Aku tiba di gerbang sekolah pacarku telat lima menit dua
puluh empat detik. Ketika aku tiba, pacarku sudah pulang. Ketika kuhubungi
HP-nya, ia tak mau mengangkatnya. Lalu kutatap layar HP. Untung FB-nya on line. Itu lho, kayak lagunya Saykozi. On
line... on line...!!
Aku tak mau menyia-nyiakan waktu. Sebelum chat, aku baca
statusnya. Begini tulisnya. “GUE NUNGGU
COWOK SAMPE KERITING. DIA GAK DATENG-DATENG, SAMPE-SAMPE GUE DISEMUTIN!”
Aku langsung chat, karena statusnya baru dua menit lalu.
“Say km di mn?”
Dia jawab: “gak usah
tny2. QT PTS”
QT PTS. Ayo coba tebak, apa maksudnya?
QT dibaca “kita”, yang berarti aku dan dia. PTS dibaca
“putus”, yang berarti tak usah berhubungan lagi. Oh, ternyata dia mutusin
aku...!??
Wajar saja kalau dia minta putus. Mungkin ia menganggap aku
cowok yang tidak tepat waktu. Tepatnya, menomorduakannya. Tadinya aku mau
bilang ke dia, aku terlambat karena meenabrak seorang cewek baru berbola mata
indah di sekolahku. Alasan yang bagus bukan, untuk cepat-cepat menyudahi
hubunganku dengannya? Hahaha...
Lagian, aku sudah capek jemput dia terus. Bukan Cuma
sekolahnya yang di ujung berung, tapi dia bawel banget. Selain berat diongkos,
berat badanku turun lima kilo. Selain itu... aku bertemu dengan si bola mata
indah bernama... siapa tadi? Ya benar,
Markonah! Mar-ko-nah. Nama yang indah.
Siapapun namanya itu enggak penting. Menurut Einstein,
apalah arti sebuah nama...? Oh, salah ya? Sori, maksudku... William
Shakespeare, si pengarang Ramadhan dan Ramona... Oh, salah lagi ya?! Maaf, aku lupa. Kalian pasti
ingat.
Sampai di mana tadi? Jadi lupa, deh. Sampai... apalah arti
sebuah nama, bukan menurut Einstein, melainkan Shakespeare yang bukan pengarang
Ramadhan dan Ramona... Well, well, well... aku lanjutkan.
Setelah mengetahui nama si pemilik bola mata indah itu,
yang sebenarnya tidak begitu penting siapa namanya, ini sudah merupakan point
yang menguntungkan untuk bisa lebih dekat dengannya. Setidaknya, setelah
mengetahui namanya, aku bisa memanggilnya. Kalau aku tidak tahu namanya,
bagaimana cara aku memanggilnya...? Hmm,
sekarang jelas sudah. Ternyata nama itu penting. Nama itu berarti. Kalau semua
orang tidak punya nama, bagaimana cara kita menyebutnya? Uh, goblok banget si
Shakespeare!
Tapi... meski dia enggak punya nama, bukankah aku bisa
memanggilnya... si bola mata indah...? Well,
well, well... si bola mata indah! Daripada kupanggil Markonah..?! Jadi,
ternyata nama memang tidak terlalu penting, heh? Ups, ternyata Shakespeare
tidak terlalu bodoh dibanding Einstein! Maaf, Per!! (Panggilan untuk
Shakespeare).
Selanjutnya sudah bisa ditebak. Tanpa harus kutuliskan,
kalian pasti sudah tahu kalau aku akan mendekati si bola mata indah. Hanya
saja, tampaknya kalian perlu tahu bagaimana cara aku mendekatinya. Ini penting.
Biar ada konflik cerita. Kalau tidak, nanti para pengamat sastra marah. Masak
sih nulis cerita datar-datar aja. Gimana mau dapet nobel...? Lho, kok aku jadi
ngaco gini?!
Sampai dimana tadi? Well, aku pun mendekatinya. Sebelum kudekati, ternyata si bola mata indah
dipanggil seorang cowok. Aku lupa dengan nama cowok itu, meski dia cowok satu
sekolah. Wajar kalau aku tidak hafal nama-nama cowok di sekolahku. Ada lebih
dari 300 nama cowok di SMA-ku... Ajaibnya, kalo nggak salah, kayaknya aku hafal
semua nama-nama ceweknya yang berjumlah sekitar 500-an...?
Sudahlah. Nggak penting untuk tahu siapa nama cowok yang
memanggil si bola mata indah itu. Karena cowok itu tampan, bahkan bisa dibilang
cowok tampan nomor dua di sekolahku, maka kita sebut saja dia si tampan nomor
dua. Yup, si tampan nomor dua memanggil si bola mata indah. Setelah dekat,
kulihat si tampan nomor dua langsung marah-marah di depan si bola mata indah.
Lamat-lamat kudengar, si tampan nomor dua itu mengatakan... KITA PUTUS! Atau
bahasa sms-nya: QT PTS. Si bola mata indah pun terisak. Tapi ia cuma pura-pura.
“Aku bener-bener nggak tau kalo kamu pacar dia. Padahal
kamu kan anak baru...” kataku pada si bola mata indah, setelah berada di
kantin.
“Asal kamu tau, aku pindah ke sekolah ini karena dia...”
“Oh, begitu...?”
“Tapi... setelah melihat kamu, aku jadi ngerasa, ternyata
dia nggak setampan kamu...”
EHM!
Sampai di sini, khayalanku buyar. Kita sudahi saja. Takut
nanti halamannya lebih. Di lain waktu aku akan menuliskan khayalanku lainnya.
Kalau aku lupa, tolong ingatkan aku, yah....***
*)Tangerang
Selatan 2010
0 comments:
Posting Komentar