Mamat Metro

Mamat Metro

Si Cadel Yang Cantik

Cerpen  Zaenal Radar T.

Sumber:  majalah KaWanku  No.39, 25 September – 1 Oktober 2006

Gbr: www.rilovnii.blogspot.com




Airen tak pernah banyak bicara di kelas barunya. Hari pertama masuk sekolah Airen menjadi anak pendiam. Bukan karena do’i kepingin disebut murid baru yang pendiam atau sok cool. Tetapi karena Airen was-was teman-teman barunya nggak mau menerima kekurangan dirinya.

Dari sekitar tiga puluhan murid di kelasnya, cuma Glory yang tahu kalau Airen cadel alias nggak bisa nyebut hurup R. Glory itu temen satu kelas Airen waktu di SMP. Glory sendiri sebel sama sikap Airen yang berubah.

“Ren, ngapain nggak jadi diri sendiri aja? Emangnya kalo elo cadel lantas elo jadi dijauhin sama temen-temen baru kita?”

“Gue emang pingin ngelubah imej, gue...”

“Ngerubah Ren, bukannya ngelubah!”

“Tuh, elo sendili ngeledek gue!”

“Upsss... sory Ren, hehe kelepasan...”

Glory salah satu sahabat Airen yang paling suka nyela Airen. Tapi itu bila di depan Airen seperti saat ini. Dan Airen tak pernah marah. Tak pernah benar-benar memasukkan celaan Glory ke dalam hatinya. Airen sadar kalau Glory cuma ingin keadaan yang serius menjadi cair.

“Sori, Ren. Gue janji gak bakal nyela elo kalo didepan temen-temen...” ujar Glory, kali ini penuh penyesalan.

“Pelcaya...pelcaya...! Besok-besok juga elo ulang lagi...!”

“Heheh... kok jadi sensi geto sih Ren...?”

***

Sejak hari pertama masuk sekolah, Airen tak pernah sekalipun bersuara. Keculi pada saat guru mengabsen, Airen menjawab ‘Ada’ sambil mengacungkan tangan. Kalau yang lain menyebut kata “Hadir”, Airen cukup bilang “Ada”. Airen takut ditertawakan anak-anak sekelas kalau bilang ‘hadir’. Sebisa mungkin hurup ‘R’ harus enyah jauh-jauh dari dirinya.

Ternyata sikap Airen ini menjadi perhatian anak-anak lain. Banyak yang mengira kalau Airen tuh cewek yang somse beneran. Bahkan ada yang menyebut kalau Airen angkuh, sinis, belagu, dan mentang-mentang cantik jadi sok jual mahal.

“Biar dia cantik, tapi kalo diem aja kayak gitu, gue males punya temen kayak dia...” ucap salah satu murid sekelas Airen.

“Iya tuh! Jangan dianya aja yang mau ditegur duluan? Bikin be-te aja...” sambung anak yang lain.

“Tapi dia suka senyum, kok. Mau tau nggak, senyumnya manis banget bo!” sela salah satu anak cowok yang suka banget merhatiin wajah Airen yang cantik.

“Huuu! Buat apa cantik kalo nggak inner beauty!!”

Airen bukannya nggak tahu tentang gosip teman-teman sekelasnya yang menganggap dirinya angkuh dan sombong. Tapi mau gimana lagi. Airen kan nggak mau banyak onong cuma takut mereka tahu kalau dirinya cadel.

Di kamarnya, Airen mengurung diri karena sedih atas nasib yang menimpa dirinya. Airen merasa Tuhan tidak adil. Tuhan memang telah menciptakan banyak kelebihan yang nggak dimiliki cewek-cewek lain. Kulit normal putih nan halus. Wajah licin bersinar. Rambut tebal nan hitam. Hidung mancung dan bulu mata lentik. Bibir ranum dan sensuil. Semuanya terlihat alamiah, tanpa polesan alat-alat kecantikan. Bangun tidur aja Airen terlihat cantik, meski belum mandi!

Tapi ya itu tadi, kenapa dia ngomongnya cadel? Atau, jangan-jangan Tuhan membuatnya begitu supaya Airen nggak usah banyak bicara? Entahlah. Airen bingung. Airen hanya bisa sedih sambil menatap dirinya di depan cermin. Airen memandangi kecantikannya, namun nggak sedikitpun bahagia.

“Ya Tuhan, aku belsyukul kalena kau ciptakan aku cantik sepelti ini. Tapi kenapa aku cadel? Andai aku bisa menyebut hulup L, aku nggak bingung sepelti ini. Aku takut semua olang di kelas bakal menteltawakan aku. Aku tak mau dipelmalukan oleh kata-kataku sendili. Tuhan... hiks... Tolonglah hambamu ini...”

Tak terasa, airmata Airen sudah tumpah membasahi pipi. Namun begitu, ia tetap saja terlihat cantik jelita.
***

Meskipun tidak disukai banyak teman sekelas karena dianggap sombong, Airen ternyata mendapat perhatian dari banyak cowok-cowok kelas lain. Diantaranya, cowok kelas sebelah, cowok paling top di sekolah. Raga, cowok yang baru aja membintangi iklan sebuah produk makanan ringan, diam-diam menyukai Airen. Raga sendiri cowok yang menjadi pembicaraan anak-anak cewek. Selain keren, Raga belum pernah terlihat jalan dengan seorang cewek.

Glory setuju kalau Airen bisa jadian dengan cowok bernama Raga itu.

“Kalo gue perhatiin, Raga anaknya nggak sombong, Ren!” ujar Glory, saat berada di kamar Airen.

“Kita kan belum kenal banget olangnya kayak apa?”

“Eh, dia ganteng, tajir, terkenal, idola cewek-cewek! Apa elo nggak seneng punya cowok kayak gitu?”

“Apa enaknya punya cowok telkenal, Li? Bisa-bisa kita jadi jalang ketemu kalena dia sibuk telus!”

“Soal waktu ketemuan kan bisa diatur, Ren! Yang penting, elo respon aja dulu...”

“Nggak ah! Gue nggak mau!”

“Ren! Kenapa? Elo udah terlalu banyak nolak cowok. Waktu elo nolak si Velix, gue setuju karena gue tau siapa dia. Waktu elo nolak Gege, gue juga setuju karena tuh anak playboy banget! Tapi kalo elo sampe nolak Raga... gue anggap elo bego!”

“Telselah elo mau anggap gue apa deh, Li! Gue males...”

“Busyet, Ren! Kok, elo jawanya enteng begitu. Kalo bukan karena gue udah punya Arya, udah gue sabet tuh si Raga. Itu juga kalo Raganya mau sama gue. Udah deh, pokoknya gue tetep berharap elo mau nerima Raga jadi cowok lo!”
Setelah itu Glory meninggalkan kamar Airen. Bukan karena marah, tapi karena Glory emang sejak dari tadi nahan kepingin pipis.

***

Pada hari-hari selanjutnya, akhirnya Airen selalu menghindari Raga. Airen nggak mau ketemu Raga, lalu Raga tahu kalau dia ngomongnya cadel. Airen nggak mau mengecewakan dirinya sendiri. Meskipun Airen sendiri sebenarnya menyukai Raga. 

Airen salut sama perjuangan Raga mendekatinya. Tak bosan-bosannya Raga menitip salam lewat Glory. Bahkan Raga sudah sering sms Airen, meski Airen nggak pernah membalasnya. Email juga udah sering dikirim Raga. Bahkan Raga tahu alamat lengkap rumah Airen. Meskipun begitu, Airen tetap cuek.

Glory semakin kesal sama sikap Airen yang masih menutup pintu hatinya untuk Raga.

“Elo udah sinting kali ya Ren! Elo kenapa, seh!?” Glory memuntahkan kekesalannya pada Airen, saat keduanya berada di  kafe sebuah mal..

“Gue kan udah bilang, kalo gue nggak mau ketemu si Laga...”

“Iya, tapi kalo elo emang bener-bener nggak suka sama Raga, ya ngomong aja langsung kek dia. Jangan terus menghindar kayak anak kecil gene! ”

“Gue sebenelnya suka banget sama dia, Li. Kemalen itu waktu ketemu dia di deket kantin, gue telpaksa kabul kalena gue nggak siap ngomong sama dia. Gue takut dia kecewa pas dengel gue ngomong...”

“Itu lagi, itu lagi alesan lo!  Bosen banget! Percaya deh, Raga bukan tipe anak kebanyakan. Gue yakin kalo dia mau nerima elo apa adanya...”

“Nggak ah, Li! Gue males...”

Tiba-tiba dari salah satu arah kafetaria, sesosok cowok keren berjalan menuju meja Airen dan Glory. Cowok itu ternyata Raga, yang datang membawa bunga. Airen tentu aja terkejut melihat kedatangan Raga yang mendadak itu. Glory cuma senyam-senyum, karena semua ini memang siasatnya.

Airen yang merasa nggak siap, segera berlari meninggalkan kafetaria. Glory nggak bisa mencegahnya, namun berusaha untuk mengejarnya. “Aireeen!” Semua orang di kafetaria memberikan perhatian pada Glory dan Airen yang berlari ketakutan seperti dikejar-kejar kuntilanak keren. Raga hanya bisa menghela nafas. Raga sudah tahu banyak dari cerita Glory tentang cewek cantik pujaan hatinya itu.

Di dekat tempat parkir, Glory berhasil mengejar Airen. Keduanya berdiri di dekat pintu keluar dengan nafas ngos-ngosan.

“Reeen, huaaah...plis deh huaaah.... jangan siksa gueh....huahhh...” Glory protes dengan nafas terengah-engah.

“Huaahh... abisnya... gueh...huaaahhh... belom siap... huahhhh...”

“Tapi Ren, gue mohon elo temuin dia aja dulu. Ngomong baik-baik. Bilang aja kalo elo nggak suka sama dia. Raga cuma mau denger dari mulut lo. Gue udah cerita banyak ke dia tentang elo. Dia mau ngerti...”

“What!!? Elo udah celita-celita tentang gue ke dia?!! Kamplet, lo, Li!!”

“Sory, Ren. Gue kasihan sama dia yang nanya-nanyain elo terus ke gue. Plis Ren, temuin dia...”

Airen akhirnya berubah termenung. Airen menatap Glory, sahabatnya yang sudah begtu gigih ingin menyatukan dirinya dengan Raga. Airen tiba-tiba merasa kasihan sama Glory. Airen merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan usaha Glory untuknya.

“Gloli...maafin gue yah...”

Glory diam mematung. Glory nampak nggak terima kata-kata Airen. Airen jadi tertekan melihat sikap Glory yang marah.

“Ya udah deh, gue belsedia ketemu Laga...”

Glory tersentak, “Jadi... elo mau ketemu sama Raga??!” Glory seolah nggak percaya.
Airen mengangguk sambil tersenyum.

***

Akhirnya Airen dan Glory kembali naik ke lantai tiga, menuju ke kafetaria. Glory lebih dulu menghubungi Hp Raga, agar ia mau menunggu. Untung aja Raga nggak ngambek. Jelas aja, Raga kan tipe cowok penyabar.

Di kafetaria itu Raga dan Airen dipertemukan. Glory menjadi saksi perjumpaan keduanya.

“Len, sebelumnya soli banget kalo gue seling ganggu elo. Gue lakuin ini kalena gue... gue punya pelasaan ke elo...” ujar Raga, yang membuat Airen tersentak.

“Ga...? Elo cadel, juga??” tanya Airen, setelah bengong sebentar.

Raga hanya mengangguk sambil tersenyum menatapnya. Golry merasa nggak enak hati lalu siap-siap berkemas.

“Oke deh, elo bedua seneng-seneng ya. Gue pelgi dulu. Mau bolong aksesolis yang lagi diskon! Hehehehe” ujar Glory, yang mendadak ngomong cadel. Lalu Glory meninggalkan Airen dan  Raga setengah berlari, karena keduanya sama-sama mengangkat kepalan tangan tinggi-tinggi kearahnya. Glory bahagia banget bisa menyatukan dua hati. Puas banget lasanya. Aeh, rasanya...***

*)Pamulang, 02 Agustus 2006
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...