Mamat Metro

Mamat Metro

Catatan Hari Lebaran

*) Zaenal Radar T.

Sumber: majalah ANNIDA, No. 03/XIV/ 1-15 November 2004
Gbr: www.liburnasional.com

“Lucu banget deh, masak anak cowok suka nulis Buku Harian...?”

(Elliza, murid SMA kelas 2, seorang penggemar sastra)

Lebaran Hari Pertama, 15 November 2004

Buku Harianku yang kumal, hari lebaran hari yang sungguh menyenangkan! Lebaran hari pertama kuisi dengan kumpul-kumpul bersama seluruh keluarga, bersilaturahmi dengan para tetangga, saling bermaaf-maafan, nongkrongin rumah, dan sebagainya. Lebih rincinya begini:

Jam 3.30 wwib:
Aku bangun untuk shalat Fajar. Padahal aku baru tidur menjelang pukul dua dini hari. Biasa deh, kalo malam takbiran aku suka bertakbir di Masjid dekat rumah bareng temen-temen. Atau paling nggak, aku ini jago dan paling kuat mukul bedug berlama-lama, lho! (Oh, ternyata... nggak sia-sia dulu aku pernah belajar maen drum!) O’ya, perasaanku fresh banget kalo ngelakuin solat fajar. Aku ngerasa banget, kalo aku menikmati dan menysukuri rahmat yang diberikan Tuhan kepadaku. Setelah kubasuh wajahku, kubasahi rambutku, tubuhku jadi seger buger. Habis wudhu kuambil deh sajadah, lalu solat dua rakaat. Pada sujud akhir, aku pun berdo’a lamaaaaaaa sekali. Memberikan pujian untuk Tuhan sebanyak-banyaknya. Kadang aku sampe keluar aer mata segala (uh, cengeng ya...). Nggak apalah. O ya, apa yang kulakukan itu intinya adalah: semoga aku menjadi anak muda yang selalu menysukuri nikmat-Nya. Amin. Setelah itu, aku baca-baca buku agama sambil menunggu waktu subuh. Kebetulan, sepanjang bulan ramadhan, aku membeli beberapa buah ‘buku pintar’. Kalo ternyata BT, biasanya aku ngidupin komputer. Lalu nulis deh. Nulis apa aja. Sampe waktu subuh tiba.

Jam 4.25 wwib:
Aku buka jendela kamar. Plesss.... udara berembus masuk. Wuiih, alhamdulillah. Seger deh! Aku gerak-gerakan badanku sebentar, sambil melangkah mencari handuk. Aku menuju kamar mandi. Setelah mandi, aku  berangkat ke masjid yang jaraknya cuma beberapa meter dari rumah, untuk solat subuh berjamaah.

5.15 wwib:
Aku pulang dulu. Cari makanan buat ngisi perut. Buat siap-siap jangan sampai pas khutbah Idul Fitri perutku bunyi. Yang ringan-ringan aja: Dua piring nasi, semangkuk gulai ayam, dua butir ketupat, tiga ekor ikan mas goreng, sepuluh tusuk sate kambing, sambal ati, ditambah kerupuk melinjo! Hehe, sori becanda... Ini sih bukannya ringan... Yang bener, paling-paling aku minum segelas susu. Sama sepotong singkong rebus. Itu udah cukup. Sebab aku orangnya nggak terlalu suka makan. Yang ini bener, lho.

5.30 wwib:
Aku sudah kembali ke masjid. Ini harus kulakukan, karena masjid di tempatku selalu terisi penuh bila solat Idul Fitri. Berbeda sekali bila solat subuh pada hari di luar bulan ramadhan. Isinya tidak ada satu baris. Hehehe. Mungkin orang-orang pada memilih solat di rumah kali, ya? Atau... uh, aku nggak tahu deh...

8.00 wwib:
Solat Idul Fitri dan khutbah sudah selesai. Aku pulang. Aku menemui Bapak dan Emak, juga kakak dan adik serta para keponakan. Aku bersalaman pada Bapak dan Emak, meminta maaf dan ampunannya. Juga pada anggota keluarga lainnya.

Buku Harianku, kenapa ya, setiap kali berlebaran dengan Bapak, ketika aku mencium tangannya, aku selalu mengeluarlan aer mata. Apalagi saat Bapak memelukku, memberikan jawaban atas permintaan maafku. Kalau dengan Emak lain lagi. Meski dengan perasaan haru dan khusuk, pada akhir jawaban permintaan maafku, aku suka agak-agak merengut setiap Emak berkata, “Zae, emak maafin segala dosa-dosa lo. Mudah-mudahan elo jadi orang pinter. Mudah-mudahan elo dilapangkan rejeki. Dan mudah-mudahan... (ini dia!!) cepet-cepet dapet jodoh... (apalagi yang ini!!!) Buruan kawin, yaaa....” Hihihi... Emak, emak... pasti selalu begitu.

8.15 wwib:
Aku dan keluarga keliling-keliling, ke rumah-rumah tetangga sebelah. Kami pun saling bersalam-salaman, saling bermaaf-maafan. Ini sudah menjadi hal-hal yang rutin kami lakukan. Aku sendiri nggak tahu, apakah kalau di Arab Saudi sana, di negeri di mana Islam lahir,  kegiatan semacam ini mereka lakukan...? Yang jelas, menurutku, hal yang biasa kami lakukan  setiap hari lebaran itu menjadi suatu cara kami bersilaturahmi! Nggak ada jeleknya kan, bersalam-salaman saling bermaaf-maafan?

9.00 wwib:
Keluargaku berkumpul di beranda sambil bercengkerama. Aku biasanya sendirian nonton televisi di ruang keluarga. Aku penggemar berat acara-acara lawak/humor. Sudah lazim bila lebaran ada acara humor di tv. Aku suka sekali grup lawak seperti Srimulat atau Patrio. Sambil makan kacang goreng dan es sirop,  aku tertawa-tawa. Setengah harian aku duduk di depan tv. Sambil sesekali menjawab sms atau telpon ucapan selamat idul fitri dari teman-teman.

12.00 wwib sampai sore
Habis makan dan lohor aku ketiduran. Hal yang nggak bisa ditolak oleh tubuhku yang malamnya kurang tidur. Baru terbangun setelah terdengar adzan ashar. Aku tidak tahu ke mana keluargaku. Barangkali mereka sedang bepergian ke suatu tempat. Aku menemukan selembar kertas dengan catatan: “Zae, kami semua ke rumah family, kamu tunggu rumah. Jangan khawatir, nanti pulangnya dibelikan oleh-oleh: Buku kumpulan cerita...” Uh, sudah jadi kebiasaan sejak zaman dulu, aku pasti dianggap satpam. Bukan cuma karena aku ketiduran, lho. Memang sudah biasa, setiap lebaran, ke mana pun mereka pergi, aku pasti dapet pesan: “Zae, kamu jaga rumah ya...” Hehe, mereka sudah paham semua, aku paling males ke luar rumah saat lebaran pertama.

16.00 wwib
Sehabis ashar aku duduk-duduk di kamar. Lalu mengambil sepatu keds. Langsung lari-lari kecil mengelilingi kompleks. Aku menuju ke sebuah danau. Danau itu terletak sekitar lima ratus meter dari rumahku. Lumayan juga capeknya. Sejak bulan puasa aku nggak pernah lari sore, seperti yang rutin kulakukan di hari biasa. Takut kehausan. Hehe. (Eh... apa enaknya ya lari-lari di hari lebaran?)

19.30 wwib.
Aku di kamar, duduk sambil membaca sebuah buku fiksi. Aku memang senang sekali membaca buku-buku fiksi, meski aku yakin isinya kebanyakan bohong. Ya, namanya juga fiksi...
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Ada tamu. Ternyata yang datang temanku. Dia teman kecilku. Kami sudah lama tidak pernah berjumpa. Kalau tidak salah, sudah lebih dari enam bulan! Namanya... ah, aku malu menuliskan namanya di Buku Harianku ini. Soalnya, sudah terlalu banyak namanya kutuliskan. (Tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak lagi.) Wow, dia masih tetap cantik! Aku senang sekali melihat wajahnya. Dia agak gemukan. Aku masih ingat kenangan terindah saat bersama-sama dengannya dulu, waktu itu dia minta diajarkan mengetik. O ya, aku sudah tidak asing lagi atas kedatangannya. Setiap hari lebaran dia selalu mengunjungiku, menanyai kabarku, dan tentu saja bersilaturahmi dengan keluargaku. Hanya saja, beberapa tahun belakangan ini dia tak lagi datang sendirian. Dia selalu datang bersama putra dan suaminya!
20.00 wwib.
Setelah temanku dan anak serta suaminya pulang, aku kembali ke kamar. Dan ternyata sudah tak enak lagi melihat lembar-lembar buku fiksi. Setiap kali membuka halaman, yang terpikirkan olehku adalah teman kecilku dulu yang masih tetap cantik itu,  dan anak serta suaminya. Aku berharap ia hidup bahagia. Sayang sekali dulu aku gagal menjadi pendamping hidupnya. (Oh... kok jadi jujur banget sih ya...!). Nggak papa. Sama Buku Harianku ini, yeee! Kan nggak bakalan  dibaca orang lain.

20.00 wwib.
Aku mendapat telpon dari salah seorang teman. Dia masih tetanggaku. Tetangga sebelah rumah. (Sebenarnya dia bisa berteriak dari pintu kamarnya. Takut dikira kurang canggih, dia menelpon!).  Dia anaknya rese sekali. Saat menelpon, katanya di minta diantar ke mal. Dia mau cari buku. Ke mal, cuma mau ke toko buku?  Apa dia nggak tahu, kalau lebaran toko buku itu tutup dua hari! Lagipula, apakah dia nggak pernah berfikir, bahwa ke toko buku pada saat lebaran adalah sesuatu yang bisa dibilang KURANG KERJAAN!??  Akhirnya dia aku pinjamkan buku fiksiku yang tak ingin lagi aku baca. Tak lama kemudian temanku itu datang, mengambil buku itu, menukarnya dengan... BANTAL KESAYANGANNYA.  Ternyata tetanggaku ini paham sekali, kalau aku memang lebih baik tidur saja. Tidur bisa membebaskan pikiran, lho!  Syukur-syukur bermimpi indah.

Lebaran Hari Kedua. 16 November 2004.
Mau nulis apa, ya? (Kok, jadi bingung...? Wah, aku paling gak suka sama yang namanya ‘mentok’!! Nggak boleh terjadi! Hehe...)

Buku Harianku yang lecek, di hari lebaran yang kedua, ternyata aku bangun seperti pada hari yang sudah-sudah. Mungkin karena terbiasa bangun sahur, rutinitasnya jadi kebawa hingga pada hari lebaran kedua. Tapi, waktu aku lihat masih jam tiga, aku tidur lagi. Weeh, ini kebiasaan buruk ya?

Aku baru bangun waktu adzan subuh. Habis solat, aku jalan-jalan pagi. Jalan-jalan pagi pada hari lebaran itu ternyata asyik, lho! Sebab tidak seramai pada hari lain, meski tanggalnya merah. Dan ternyata, setelah kusadari,  cuma aku yang jalan-jalan pagi!?
Pada hari lebaran kedua, keluargaku pergi jalan-jalan. Entah ke mana. Mungkin ke rumah family yang agak jauhan. Aku seperti biasa, nunggu rumah. Seharian aku di rumah, bersih-bersih. Aku paling nggak suka kotor. Lantai kotor sedikit, langsung aku pel! Ada piring satu, harus segera kupecahkan! (Hehe, maksudnya dicuci gitu!) Setelah benar-benar nggak ada yang dikerjain, aku ke halaman. Gunting pohon hias atau apalah. Yang penting ada kegiatan!
Namun, setelah benar-benar tak ada pekerjaan lagi, atau karena segala sesuatunya sudah beres, terpaksa aku buka-buka rak buku.  Membaca buku-buku yang kusukai. Begitulah aku. Kadang ada buku yang kubaca sampai empat atau lima kali. Habis, setiap kali kubaca, selalu mendatangkan semacam pencerahan!  Seperti halnya kamu, Buku Harianku, yang seringkali kubaca ulang bila sedang suntuk.

Lebaran Hari Ketiga, 17 November 2004.
Pada hari lebaran yang ketiga aku keluar rumah seharian penuh. Keluargaku yang gantian tinggal di rumah. Seharian pula. Paling aku ke mal. Yup, aku suka ke mal, asalkan sepi. Lebaran ketiga mal dijamin sepi pengunjung.  Ngapain coba, orang ke mal waktu lebaran. Di hari lain pun, aku lebih memilih ke mal pada hari biasa, bukan hari libur. Kan enak, lebih sepi. Apalagi ke toko bukunya.
Aku mampir ke toko buku. Aku ingin membeli sebuah buku yang masih kosong, untuk kujadikan sebagai Buku Harian.  Sebab buku yang tengah kutulis ini sudah habis. Ini pun, ketika kutuliskan, aku menulisnya dibalik kulit buku. Kasihan, ya...

Dan sebenarnya, apa yang kutuliskan di Buku Harianku yang jelek ini, baru sekadar rencana. Pada saat menuliskannya, aku belum mengalaminya. Tapi aku yakin, pasti apa yang kutuliskan ini benar-benar terjadi. (sok yakin, ya?). Hehe, bukan apa-apa,  karena setiap kali lebaran, dari satu lebaran ke lebaran yang lainnya, sejak sepuluh tahun terakhir, dari tahun ke tahun, selalu seperti itu yang kualami!

Yang jelas, aku selalu menikmatinya. Menikmati hari lebaran yang sepi. Apalagi kalau teman-temanku yang urban pulang kampung semua, lebaran jadi seperti kuburan. Pada lebaran hari keempat dan seterusnya, seringnya aku keluar rumah, pergi ke terminal bus kota, lalu duduk berlama-lama sambil pesan makanan ringan yang dijual oleh sisa pedagang asongan yang tidak pulang kampung. Berada di terminal bus kota, bagiku, sungguh menjadi hiburan tersendiri. Aku senang duduk berlama-lama di terminal bus kota, terutama pada malam hari.
Tak jarang, aku berangkat ke sebuah terminal lain, sesampainya di terminal yang kutuju, aku duduk berlama-lama, lalu kembali ke terminal semula. Aku suka menuliskan apa-apa yang kulihat di sepanjang perjalanan. Sesampainya di rumah, tulisan itu lebih banyak kubuang ke tong sampah.
Aku tak terlalu suka menyimpan tulisan-tulisan. Kecuali yang kutulis di Buku Harian. Termasuk tulisan yang sekarang kutulis ini. Lumayanlah buat bacaanku sendiri, kalau tidak ada pekerjaan.
Pernah salah seorang temanku membaca Buku Harianku. Ia diam-diam mencurinya, lalu mengirimkannya ke sebuah majalah remaja top ibu kota. Pencurian itu baru ketahuan setelah secara nggak sengaja, aku membacanya di kios majalah. Aku membaca tulisanku sendiri! Dan sebalnya, dengan namaku sendiri pula! Uh, aku malu. Tulisanku itu jelek sekali. Tapi,  nggak apa-apa. Kan Buku Harianku sendiri. Lagipula, siapa sih yang mau baca?  GR banget ya?!***

                                                                                    *)Suatu malam, ketika nggak ada kerjaan,
                                                                                       menyambut Ramadhan 2004.

Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...