Oleh Zaenal Radar T.
Sumber:
Sumber:
- Majalah Safina, No. 03/ Th 1, Mei 2003/1424 H
- Buku Dongeng PangeranYang Takut Disunat (Beranda, 2005)
Di sebuah daerah yang tandus,
datanglah seorang pengembara. Usianya
masih muda sekali. Ia adalah seorang
pemuda yang saleh. Di manapun pengembara
itu berada, ia tak pernah meninggalkan solat lima waktu!
Tetapi ketika ia berada di negeri yang daerahnya tandus
itu, ia tak melihat satupun penduduk yang mau beribadah. Pemuda pengembara itu terheran-heran. Ia menyaksikan masjid-masjid yang dibiarkan
kosong. Mushola-mushola pada
melompong. Dari waktu isya sampai
maghrib, tak seorangpun ia temukan di masjid.
Di rumah-rumah yang berhasil ia singgahi pun demikian. Tak ada warga yang mau beribadah pada
Tuhannya. Disamping itu, ia malah
menemukan beberapa penduduk yang asyik berjudi.
Serta pemuda-pemuda yang berjalan sempoyongan karena mabuk.
“Kami sudah pernah berdo’a siang malam. Tetapi do’a-do’a kami tak pernah dikabulkan
Tuhan!” kata salah satu penduduk.
“Yang kami pikirkan makanan, bukan do’a!” ucap yang lain,
yang diiyakan yang lainnya.
Lalu si pemuda pengembara menimpali, ”Do’a harus diikuti
usaha. Mari kita berdo’a sambil bekerja
keras! Insya Allah, apa yang kita inginkan dikabulkan Tuhan!”
Setelah berkata begitu, Sang Pengembara mengajak beberapa
warga yang tengah bersamanya untuk membersihkan masjid yang keadaannya sangat
memprihatinkan. Namun tidak semua warga
mau. Apalagi yang gemar berjudi dan
mabuk-mabukan. Hanya beberapa gelintir saja. Salah satu diantaranya pak Markum. Beliau adalah orangtua yang ikut ambil bagian
pada kerja bakti membersihkan masjid.
Pak Markum tinggal berdua dengan cucunya yang seorang gadis, karena
seluruh keluarganya meninggal dunia akibat penyakit kelaparan.
Setelah selesai membersihkan masjid, Sang Pengembara
mengajak penduduk untuk solat berjamaah dimasjid tersebut. Dan pada keesokan harinya, sebagian penduduk
itu kembali berladang di ladang masing-masing.
Satu keajaiban terjadi. Sehari
sebelum berladang, tanah diguyur hujan. Hujan membasahi ladang yang kering
kerontang. Akhirnya mereka bertambah
semangat bercocok tanam. Mereka menanam
apa saja yang bisa ditanam. Ada gandum,
beras, ubi-ubian, jagung,dan kacang-kacangan.
Bibit-bibit itu mereka dapatkan dari sisa bibit-bibit yang pernah mereka
simpan diwaktu lalu.
Dalam waktu kurang dari sebulan, panen sudah bisa
dirayakan! Begitu cepatnya mereka
menikmati jerih payah. Dengan segala
kerja keras dan diiringi doa-doa, akhirnya sebagian penduduk dapat keluar dari
himpitan penderitaan yang mereka alami selama ini.
Berita tentang keberhasilan ini terdengar sampai ke seluruh
pelosok negeri. Termasuk soal si pemuda
pengembara, yang telah menunjukkan jalan terang bagi sebagian penduduk. Mengembalikan kepercayaan para penduduk untuk
kembali beribadah. Karena sebelumnya,
para penduduk memang rajin beribadah sebelum masuknya berbagai jenis hiburan
dan perjudian. Hal-hal yang membuat
penduduk malas dan terlena, hingga akhirnya
menemukan kesulitan dan diterpa rasa putus asa yang berkepanjangan.
Dan akhirnya, semua
tempat-tempat ibadah yang ada di negeri tersebut kembali diperbaiki. Sang Pengembara senang karena tak lagi
menemukan masjid-masjid yang terbengkalai seperti dulu. Apalagi para penduduk kembali menjalankan
solat berjamaah tepat waktu. Sementara
itu, berbagai jenis perjudian dan hiburan yang melenakan, diberantas!
Demikianlah, dari masa ke masa, seiring dengan terus
bergulirnya waktu, negeri yang dulunya tandus menjadi makmur! Masyarakatnya hidup berkecukupan. Sang pengembara bahagia sekali karena semua
warga di negeri itu menjalankan hidup dengan benar. Dan kebahagiannya berlipat ganda manakala
seorang gadis yang cantik, cucu pak Markum, dinikahinya.
Beberapa tahun kemudian sang pengembara dikarunia anak
laki-laki kembar. Setelah merasa cukup
umur, salah satu anak pengembara yang telah memasuki masa remaja itu di kirim
ke Madinah untuk menuntut ilmu. Ia
dipersiapkan menjadi seorang pengembara seperti ayahnya.***
0 comments:
Posting Komentar