Oleh: Zaenal Radar T.
Sumber: Buku Dongeng Pangeran Yang Takut Disunat (Beranda, 2005)
Sumber: Buku Dongeng Pangeran Yang Takut Disunat (Beranda, 2005)
![]() |
Gbr: moeflich.wordpress.com |
Di sebuah kota kecil, terdapatlah
seorang pemuda sebatang kara. Pemuda itu tinggal sendirian di sebuah gubuk reot
di sudut pasar. Ia pemuda yang malas hingga hidupnya tak menentu. Kadang sehari
makan, sehari tidak. Pakaian yang dikenakannya pun sudah compang-camping.
Pada suatu
sore pemuda itu bertemu dengan seorang seorang lelaki tua. Lelaki itu
berpakaian serba putih dengan leher terbelit sorban dan berkopiah. Janggutnya
panjang dan ia mengenakan tongkat. Ia membawa sebuah koper hitam. Mulanya
pemuda itu tak menghiraukan keberadaan si lelaki tua. Namun karena rasa
keingintahuannya muncul, si pemuda pun bertanya pada si lelaki tua itu.
“Maaf Pak Tua, bapak hendak ke mana?”
“Aku mau pulang ke rumah, tapi aku kemalaman...”
“Rumahmu di mana?”
“Rumahku sekitar dua puluh kilo meter dari sini. Aku sedang
mencari tempat untuk istirahat.”
Si pemuda melirik sebuah koper hitam milik lelaki tua itu.
Tiba-tiba timbul fikiran jahat si pemuda. Ia berniat mengambil koper itu,
setelah lebih dahulu melumpuhkan lelaki tua itu.
“Begini saja Pak Tua. Bagaimana kalau Pak Tua mampir di
gubuk saya. Lumayanlah, untuk sekadar menaruh badan...”
“Kamu sungguh-sungguh, nak?!”
“Ya, Pak Tua. Tapi, Pak Tua mesti membelikan saya makanan
untuk makan malam...”
“Baiklah.”
Lelaki tua itu memberikan sejumlah uang pada si pemuda. Karena senangnya, pemuda itu
memeluk si Lelaki Tua. Si pemuda
merasakan harum semerbak wangi tercium dari tubuh lelaki tua itu. Sebaliknya,
lelaki tua itu mencium bau tak sedap dari tubuh si pemuda.
Setelah itu si pemuda membawa si Lelaki Tua memasuki
gubuknya. Gubuk kecil itu muat untuk dua orang. Tak ada penyekat untuk kamar,
kecuali sebuah ruangan kecil untuk menyimpan barang-barang milik si pemuda. Gubuk
itu cukup kotor sehingga Lelaki Tua itu minta izin untuk membersihkannya.
“Biar saya bersihkan dulu ruangan ini...” ujar lelaki tua
itu, lalu membersihkan ruangan. Ketika lelaki tua itu membersihkan ruangan
gubuk, si pemuda pergi mencari makanan. Namun ternyata, sebenarnya pemuda itu
pergi ke sebuah lapak judi. Ia menggunakan uang pemberian si lelaki tua untuk
bermain judi di sudut pasar. Si Pemuda berharap mendapatkan lebih banyak uang
dari hasil judi nanti.
Yang terjadi kemudian, seperti yang selama ini ia rasakan.
Ia selalu kalah dalam berjudi. Uang pemberian lelaki tua ia lenyap. Sementara
itu perutnya semakin lapar.
Si pemuda tidak hilang semangat. Ia kembali pulang,
berharap menemukan si lelaki itu sudah nyenyak tidur. Karena dengan begitu, si
pemuda bisa dengan leluasa mengambil koper hitam itu.
Setibanya di gubuk, si pemuda mendapati lelaki tua tengah
bersujud. Rupanya lelaki tua itu tengah berdoa. Si pemuda mencari-cari di mana
koper hitam itu berada. Dan ia menemukannya di sisi si Lelaki Tua. Ketika ia
hendak mengambilnya, si Lelaki Tua sudah selesai berdoa.
“Kamu makan di mana?!” tanya Lelaki tua, setelah merapihkan
sajadah dan menaruhnya di dalam koper.
“Di warung pojok pasar itu, Pak.”
“Baguslah. Sekarang giliran aku yang makan...”
Lelaki tua itu membuka koper hitamnya, lalu mengeluarkan
sebungkus roti. Lelaki tua itu menawarkan roti itu pada si pemuda. Tetapi si
pemuda menolaknya. Ia berpura-pura sudah kenyang. Padahal, sebenarnya ia lapar
sekali!
“Kamu jangan bohong! Kamu masih lapar, kan? Nih, ambillah!”
Lelaki tua itu memberikan sepotong rotinya. Si Pemuda
menerimanya, lalu melahapnya dengan malu-malu. Keduanya makan roti itu dengan
lahap. Setelah itu, lelaki tua itu kembali membuka koper hitamnya, mengambil
sebungkus roti lagi untuk diberikan pada si pemuda.
“Nih, ambillah! Kamu pasti masih lapar!”
Dengan malu-malu, si pemuda mengambil bungkus roti itu.
Lalu memakannya dengan lahap. Lelaki tua itu senang melihatnya.
“Terima kasih telah mengizinkan saya beristirahat di
gubukmu. Sekarang bapak permisi pulang...”
“Lho...!? Mengapa Bapak tak menginap saja di gubuk ini?
Bukankah Bapak telah membayar uang sewanya?!”
“Terima kasih, nak. Sebenarnya Bapak hendak bermalam di
gubuk ini. Tetapi perasaan bapak tak enak. Sepertinya gubuk kamu itu tidak aman
untuk ditiduri. Lebih baik bapak pergi saja. O’ya, ini koper saya. Ambillah...”
Si pemuda itu kaget luar biasa. Sepertinya lelaki tua itu
tahu apa yang akan ia lakukan terhadapnya. Tetapi... ia juga heran kenapa koper
hitam itu justru diberikan padanya.
“Koper ini buat saya...?!”
“Ya, ambillah!”
“Terima kasih, Pak! Terima kasih...”
“Sama-sama, nak. Baiklah, bapak permisi dulu!”
Setelah itu si lelaki tua berjalan meninggalkan si pemuda
dan gubuk tuanya. Baru beberapa langkah, seekor kuda datang menghampiri lelaki
tua itu. Lalu membawanya pergi dalam sekejap mata!
Si pemuda semakin heran melihat lelaki tua itu. Ia sampai
lupa dengan koper hitam pemberiannya. Beberapa saat setelah kepergian si lelaki
tua, si pemuda membuka koper hitam itu. Si Pemuda mengeluarkan satu persatu isi
koper itu. Yang pertama adalah sebuah sajadah. Lalu sebuah kain sarung, Di
susul baju koko dan sebuah kopiah. Lalu sepucuk surat.
Si pemuda segera membuka surat itu, sebelum mengeluarkan
semua isi kopernya. Ia membacanya. Surat
itu berbunyi: ‘Tinggalkan kebiasaan berjudi. Jangan tinggalkan solat.
Berpakaianlah dengan rapi. Bekerjalah untuk mendapatkan rejeki.’
Si Pemuda terduduk lemas setelah
membaca surat itu. Ia memeluk barang-barang pemberian si lelaki tua. Dan ketika
mengeluarkan isi koper lainnya, ia menemukan banyak botol parfum berikut daftar
harganya. Mungkin ini sebagai petunjuk agar ia tak lagi bermalas-malasan.
Sejak saat itu, si pemuda berjualan parfum di sudut pasar.
Pakaiannya selalu bersih. Ia pun melakukan semua pesan si Lelaki Tua itu. Tidak
meninggalkan solat. Menjauhi tempat perjudian, dan giat bekerja.
Kini kehidupan si pemuda pun berubah. Ia tak lagi miskin.
Beberapa tahun kemudian, ia telah merubah gubuk reotnya menjadi sebuah toko
parfum. Semua itu terjadi karena kegigihannya.***
0 comments:
Posting Komentar