Mamat Metro

Mamat Metro

Lukisan Elliza

Cerpen  Zaenal Radar T.

Dimuat majalah Mahardika, 2005


photo:plus.kapanlagi.com


          Elliza gemar melukis. Terutama melukis wajah cowok-cowok yang ditaksirnya. Bila Elliza melihat cowok yang Elliza suka, baik di sekolah maupun di jalan, maka ia simpan sketsa wajah cowok itu di benaknya. Setibanya di rumah, barulah ia tuangkan ke dalam kanvas.

Seperti malam itu. Elliza baru saja melukis wajah seorang cowok yang ia lihat di sebuah taman. Cowok itu Elliza temukan di sebuah kursi taman saat ia pulang sekolah. Ketika melintasi taman itu, wajahnya sempat beradu pandang dengan wajah si cowok. Sekilas senyum si cowok mengembang, hingga membekas dalam ingatan Elliza. Senyum cowok itu begitu manisnya, semanis susu rasa strawbery yang sering disediakan Mama untuknya.

Sayangnya, cowok di taman itu duduk berdua dengan seorang cewek. Entah siapa cewek yang duduk bersanding dengan cowok itu, yang sibuk membaca sebuah majalah.  Mungkin adiknya, saudaranya, teman sekolahnya, atau...?

Ah, ia tak mau berpikir yang tidak-tidak. Ia tak mau termakan perasaan. Melesapkan rasa cemburu yang tiba-tiba menghampiri jiwanya. Lalu Elliza mengandaikan cowok di bangku taman itu masih sendirian, dan senyumnya itu memberikan tanda bahwa si cowok sangat mengharapkan kenal dengannya.

Ia pernah punya pengalaman. Tentang seorang cowok yang duduk berduaan dengan seorang cewek. Kala itu, cowok yang ia lihat duduk berduaan dengan seorang cewek itu mendekatinya untuk berkenalan. Tetapi ia menolaknya. Ia takut melukai perasaan cewek yang duduk di sebelah sang cowok. Ia pergi meninggalkan cowok itu, dan melupakannya.

Namun belakangan baru ia tahu. Ternyata cewek yang duduk di sebelah si cowok itu bukan siapa-siapa.  Maksudnya, si cewek itu hanyalah tak lebih dari teman biasa si cowok. Ia tahu karena dikemudian hari Elliza melihat cewek itu jalan dengan cowok lainnya. Tentu saja, Elliza menyesal. Apalagi ketika ia ingin mengenal lebih dekat dengan cowok itu, sang cowok keburu akrab dengan cewek lain. Pupuslah harapannya.

Itulah mengapa sebabnya Elliza tak mau berpikir macam-macam terhadap cewek yang duduk di sebelah cowok di bangku taman itu, cowok yang wajahnya ia lukis di sebuah kanvas berfigura indah. Dan ia hanya mau mengingat-ingat cowok itu. Senyum cowok yang manis itu ia letakkan di sebuah dinding, berjejer dengan lukisan-lukisan lain yang pernah ia lukis. Hmm, semakin banyak saja koleksi lukisannya.

***


photo: optikmelawai.com
 “Elliza, berhentilah melukis wajah cowok-cowok itu! Lukislah momen lain. Bukankah masih banyak hal-hal yang bisa kamu lukis, selain wajah cowok-cowok itu?”

“Elliza nggak bisa, Ma. Elliza hanya bisa melukis wajah cowok-cowok itu. Siapa tahu cowok yang Elliza lukis mau menjadi teman dekat Elliza?”

“Mendapatkan seorang cowok tak harus melukisnya lebih dulu, sayang?”

“Mengapa, Ma? Bukankah Mama dulu pernah melukis wajah Papa, sewaktu Mama ingin mengenal Papa? Mama memberikan lukisan wajah Papa itu pada Papa, hingga akhirnya Papa suka sama Mama?”

“Ya, sayang. Kamu benar.  Tapi Mama hanya melukis wajah Papa, tidak laki-laki lain.”

“Elliza belum bisa mendapatkan wajah cowok yang mau pada Elliza, Ma?”

“Lalu, apa kamu harus terus melukis wajah-wajah itu?”

“Ya, Ma.”

“Sampai kapan?”

“Sampai Elliza mendapatkannya. Menjadikan cowok itu teman spesial Elliza!”

Mamanya geleng-geleng kepala. Tetapi tentu Mamanya mengerti. Putri tersayangnya yang saat ini duduk di kelas tiga SMU itu memang belum pernah ia dengar bersama-sama dengan cowok. Setiap kali Elliza cerita, yang ia dengar adalah keluhan mengapa Elliza sulit mendapatkan teman cowok yang ia inginkan. Keputusan melukis wajah-wajah cowok yang ia suka akhirnya menjadi pilihan.  Sebelum Elliza benar-benar mendapatkan cowok yang dilukisnya itu.

Kini sudah cukup banyak koleksi lukisan cowok-cowok Elliza yang ditempel di dinding kamarnya. Sekitar tiga belas buah! Pertama lukisan wajah Adrian. Adrian adalah cowok yang ia lukis sewaktu ia kelas satu.  Ia suka padanya karena Adrian pintar main gitar. Sayangnya, Adrian harus pindah ke luar negeri. Sehingga sebelum Elliza memberikan lukisan itu, Adrian sudah tidak berada di sekolahnya lagi.

Lukisan ke dua, ke tiga, ke empat dan ke lima, masing-masing milik Agus, Pepen, Jave, dan Rae. Keempat cowok itu Elliza lukis sewaktu ia kelas dua. Keempat cowok itu kakak kelasnya. Mereka anak band sekolah yang disukai cewek-cewek satu sekolah! Dan semuanya hanya bisa Elliza lukis, karena pada akhirnya Elliza tak bisa berharap lebih selain melukis wajahnya. Sebab keempat cowok itu telah memiliki cewek yang sama-sama duduk di kelas tiga!

Lukisan ke enam, ke tujuh, ke delapan, ke sembilan, ke sepuluh, ke sebelas, dan ke duabelas, adalah lukisan yang ia buat saat ia duduk di kelas tiga ini. Mereka adalah Dani, Tyo, Andra, Kevin, Arman, Jack, dan Ron. Mereka bukan cuma anak-anak satu sekolah. Ada yang ia kenal di mal, sebuah pesta temannya, tempat parkir,  atau bioskop. Semuanya cowok-cowok bertampang  keren, karena semua lukisan yang Elliza buat memang khusus cowok-cowok bertampang keren.  Sayangnya, dari ketujuh lukisan wajah cowok-cowok itu tak ada satu pun cowok yang telah ia lukis, berhasil ia dapatkan.

Selain melukisnya, Elliza senang menuliskan nama-nama cowok itu dibalik setiap lukisannya. Dan ia tak pernah lupa dengan nama-nama itu, karena sebelum melukis wajahnya, ia pasti tahu siapa namanya. Kecuali cowok di taman itu, yang sore itu tersenyum kepadanya. Ia tidak tahu siapa nama cowok yang baru ia lukis itu. Cowok ke tiga belas itu masih misterius statusnya.

Rencananya sore ini ia akan melintasi taman itu lagi, berharap bertemu dengan cowok yang telah ia lukis wajahnya.  Mudah-mudahan cowok itu duduk-duduk di taman lagi, dan sendirian.

Sayang beribu-ribu sayang, ternyata ia tak menemukan cowok itu ketika melintasi taman. Akhirnya ia memutuskan untuk duduk di kursi taman yang kosong itu. Ia berharap cowok yang telah ia lukis wajahnya itu datang ke taman, lalu duduk di sebelahnya. Akan ia berikan lukisan itu pada si cowok., berharap bisa mendapatkan cintanya.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, Elliza masih saja duduk sendirian. Ia sedang tidak berjanji bertemu dengan seseorang, namun ia seperti seseorang yang tengah menunggu untuk bertemu. Ia muak pada keadaan ini!  Tetapi ia masih saja duduk di kursi taman itu, berharap bisa bertemu dengan seseorang yang ia harapkan datang. Satu dua orang melintasi taman itu, tapi seperti tak peduli dengan keberadaan Elliza. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Dua puluh menit sudah ia duduk. Datanglah seseorang, duduk di sebelahnya. Kursi taman yang panjang itu kini diduduki oleh dua orang. Kalau tidak salah, yang duduk di sebelah Elliza itu cewek yang sore itu duduk dengan cowok yang telah dilukis wajahnya. Elliza mulai berfikir, apakah cewek yang duduk di sebelahnya ini tengah menunggu seseorang. Atau jangan-jangan, cewek ini memang telah berjanji untuk saling bertemu di kursi taman ini dengan cowok itu?

Tiga puluh menit sudah Elliza duduk di kursi taman itu, bersebelahan dengan cewek yang baru duduk sepuluh menit. Keduanya saling diam. Satu dua orang melintasi kursi taman itu lagi, dan seperti tak memperdulikan keberadaan Elliza dan cewek itu.

Ingin Elliza bertanya pada cewek di sebelahnya, apakah ia kenal dengan cowok yang sore itu duduk di sebelahnya sewaktu ia melintas? Tetapi Elliza ragu menanyakannya. Jangan-jangan cewek di sebelahnya ini memang pacarnya, yang tengah menunggu kedatangan cowok itu! Kalau itu yang terjadi, bisa malu Elliza! Mengapa harus menanyakan siapa cowok itu bila cowok itu benar-benar kekasihnya?

Tiga puluh lima menit waktu berlalu. Cewek di sebelahnya membuka majalah, lalu menenggelamkan wajahnya pada kulit sampul majalah. Bila Elliza nampak tegang, cewek itu tampak bisa-biasa saja. Namun begitu, cewek di sebelahnya sesekali melihat jam tangannya. Setelah itu kembali sibuk dengan majalahnya. Rupanya si cewek seperti tengah menanti-nanti seseorang yang akan menemuinya.

Akhirnya Elliza memutuskan untuk angkat kaki dari taman itu. Elliza takut kalau-kalau cewek yang duduk di sebelahnya memang tengah menunggu cowok itu! Kalau ya, percuma saja ia menunggu!

***

Keeseokan sorenya, sepulang sekolah Elliza kembali duduk di kursi taman itu. Elliza ingin memastikan apakah cewek yang duduk di kursi taman kemarin itu memang pacar cowok itu? Kalau ya, ya tidak apa-apa.  Kalau bukan, inilah kesempatan! Ia telah menyiapkan lukisan cowok itu, dan bermaksud memberikannya pada si cowok.

Tapi, ya ampun! Ternyata cewek yang kemarin sore duduk di sebelahnya itu sudah lebih dulu duduk di kursi taman itu! Cewek itu membaca sebuah majalah yang kemarin ia baca. Ia membaca majalah itu mungkin karena kemarin sore belum selesai membacanya?

Dengan perasaan takut-takut, Elliza beranikan diri duduk di sebelah cewek itu. Elliza bertekad untuk bertemu cowok itu, meski seandainya cewek di sebelahnya ini tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya!!  Dan Elliza tak mau berharap banyak kecuali ingin berkenalan. Ia hendak memberikan lukisan wajah cowok itu.

Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit, Elliza duduk di kursi taman itu. Bersebelahan dengan seorang cewek yang entah tengah menunggu siapa.  Sebentar-sebentar cewek di sebelahnya itu melihat jam tangannya. Lalu kembali sibuk dengan bacaannya.

Lima menit kemudian cewek itu bangkit dari duduknya, lalu merapihkan majalahnya. Cewek itu seperti hendak meninggalkan kursi taman itu!  Sebelum cewek itu benar-benar pergi, Elliza menahannya.

“Eee... eeeng... hai!!”

“Hai...”

“Eeeng... kamu lagi nunggu siapa?” tanya Elliza akhirnya, masih malu-malu.

“Maaf, saya lagi nggak nunggu siapa-siapa. Saya memang senang duduk di kursi taman ini, sambil baca majalah! Kenapa, ya?”

“Ooh, maaf... Eeeng... boleh tanya, nggak?”

“Kayaknya dari tadi kamu udah tanya saya, deh?”

“Eee... hehe, maaf. Saya cuma mau tanya, apakah kamu kenal dengan cowok yang pernah duduk di kursi taman ini tiga atau empat hari yang lalu?”

Cewek itu mengernyitkan dahinya. Lalu menggeleng. “Maaf, saya nggak pernah memperhatikan siapa-siapa yang pernah duduk di kursi taman ini. Terlalu banyak orang duduk di kursi taman ini, sejak saya senang duduk di sini. Maaf ya, saya harus pulang sekarang!”

“Eeh, tunggu dulu..!” Elliza menarik lengan cewek itu.  “Tunggu sebentar...! Saya akan mengeluarkan lukisan saya dulu. Siapa tahu kamu... kenal dia?”

Cewek itu tampak bingung menghadapi sikap Elliza. Sejenak ia menghela nafas, menunggu Elliza mengeluarkan lukisan dari dalam tas sekolahnya. Lukisan wajah seorang cowok itu ia keluarkan, menunjukkannya pada si cewek.

“Kamu kenal dia?”

Cewek itu menatap lukisan, lalu beralih pada Elliza. “Maaf, saya tidak kenal. Dan saya tidak pernah tahu siapa dia!  Maaf... saya harus pulang sekarang!”

“Terima kasih. Maaf mengganggu waktu kamu.”

Cewek itu meninggalkan Elliza. Kini Elliza duduk sendirian di kursi taman, menunggu siapa tahu cowok yang telah ia lukis wajahnya itu datang. Elliza senang sekali karena si cewek tak mengenal cowok itu! Elliza bahagia sekali, karena ternyata cewek yang sering duduk di kursi taman itu bukan kekasih cowok yang telah ia lukis wajahnya!

Elliza menunggu cowok itu sambil mendekap lukisannya. Satu jam, dua jam, tiga jam, dan sore pun berubah malam.  Ternyata cowok yang telah ia lukis itu tak kunjung datang.

Elliza kesal! Elliza muak! Elliza benci pada semua ini! Ia banting lukisan dalam dekapannya, lalu pergi meninggalkan kursi taman itu!

Satu menit kemudian, seorang cowok melintasi taman itu. Cowok itu terkejut melihat sebuah lukisan yang telah robek teronggok di dekat kursi taman. Meski lampu taman agak meremang, cowok itu bisa dengan jelas melihat lukisan wajah itu. Cowok itu pun bergumam sendiri, “Hah...!?  lukisan siapa ini? Kok... seperti lukisan wajahku...? Siapakah yang telah melukisanya...? Indah sekali... Oh, seandainya yang melukis ini seorang gadis...”***
                                                                                                *)Pamulang, 2004/2005
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...