Mamat Metro

Mamat Metro

Cheersleader

Cerpen  Zaenal Radar T.

Dimuat majalah KaWanku, No. 33, 14-20 Agustus 2006



photo: kioopo.com


Semua anak cewek membicarakan penampilan dahsyat anak-anak cheerleaders, yang menjadi penggembira pada pertandingan basket antar kelas.
“Ya ampun, mereka keren abis deh...”
“Piramid yang mereka bikin lain dari yang lain...!”
“Gerakan mereka yahud banget!”
“Aku pingin banget deh ikut latihan sama mereka...”
“Tapi enggak semua anak bisa ikut cheers lho... Banyak persyaratannya...”
Ya, memang enggak semua anak bisa menjadi anggota cheerleaders. Padahal, banyak banget anak-anak cewek yang mimpi jadi anggotanya. Salah satu cewek yang ngebet  banget jadi anggota cheerleaders adalah Bianca Sisilia Rombey, siswi kelas satu K. Udah lama banget Bianca mimpi pingin jadi anggota cheers, tapi itu enggak mungkin banget.
Masalahnya, temen-temennya bilang Bianca itu enggak punya senyum manis kayak anak-anak cheers itu.  Bianca enggak mungkin bisa menghafal gerakan-gerakan yang biasa diperlihatkan anak-anak cheers. Dan kalo  Bianca ngotot gabung sama anak-anak cheers dipastikan bakal memperburuk penampilan anggota cheers lain, sebab dianggap akan merusak pemandangan!
“Ya ampun Bi, elo enggak pantes banget deh masuk tim cheers!”
“Cocoknya topeng monyet kalee...?! Hwahahaha...”
“Jadi Sariminnya dong... Hehehe...”
Bianca sebenarnya enggak mempedulikan pendapat sinis teman-temannya itu. Masalah senyum, oh itu gampang dipelajari. Soal gerakan-gerakan, kan bisa dihafal setiap hari. Penampilan juga bisa dibuat stylist kok... But, the main problem is... Bianca emang enggak bisa menutupi diri, kalau ia punya body balon gas! Kayaknya enggak banget deh, kalo tubuhnya yang gempal melompat-lompat mengikuti gerakan-gerakan anak-anak cheers lainnya.
Persoalan sebenarnya adalah, kalau Bianca ngotot ikutan cheers, apakah dia bisa menurunkan berat badannya barang lima belas kiloooo aja!  Oh, kayaknya berat banget.  Sementara diet cuman bikin sengsara. Kalo ngomong soal diet, Bianca langsung pusing tujuh keliling pangkat tiga belas. Life is hell!
Taruhlah Bianca bisa menurunkan bobotnya belasan kilo, tapi apa bisa ia meninggikan tubuhnya dua puluh lima senti lagi, hingga keseluruhannya minimal jadi 155 senti?
Dan kini jelaslah... bagi Bianca Sisilia Rombey, jadi anggota Cheers cuma mimpi belaka!
“Gue bilang juga apa... elo tuh cocoknya main basket!” ujar Lola, satu-satunya anak cewek yang mau jadi temen deket Bianca.
“Masak sih main basket? Menghina banget deh lo...”
“Abis apalagi?  Anak-anak tim cheers kan manis-manis, langsing-langsing, seksi-seksi... Nah elo...!?”
“Oke, gue terima... Nah, elo malah bilang gue pantesnya main basket!  Gila aja lo. Tapi... oke juga sih saran lo. Kayaknya gue bisa deh main basket. Cumaan... kira-kira posisi gue apa ya...?”
“Taelaa, elo tuh main basket bukan jadi pemainnya, tapi jadi bolanya! Hwahahaha...!”
“Me’on lo, La!!”
“Hihihi, sori becanda...”
Bianca enggak marah meskipun becanda Lola itu sebenarnya keterlaluan. Lagian, buat apa Bianca marah.  Nanti bisa-bisa dia enggak punya teman.
*

Bianca akhirnya enggak mau pusing. Bianca menyadari sepenuhnya, kalau dirinya enggak mungkin jadi anggota cheers. Pada akhirnya, Bianca cuma bisa mengkhayal, seandainya dia bisa jadi salah satu anak cheers.
Bianca merasa beruntung memiliki kegemaran menulis cerita. Keinginannya yang tak bisa terwujud itu ia tuliskan di dalam sebuah cerita. Dalam cerita yang ia buat, ia menjadi tokoh yang bisa menjadi anggota cheers. Di dalam sebuah karangan, segalanya menjadi mungkin!  Termasuk Bianca yang punya body enggak mendukung, toh ia tetap bisa menjadi anggota cheerleader di dalam cerita yang ia karang!
Meski memiliki tubuh super gendut dan pendek, akhirnya Bianca bisa jadi anggota cheers sekolahnya. Anak-anak cheers mau menerima keadaan Bianca. Bianca yang bertubuh gempal, buntet, pendek, gendut, pudel, duh kata-kata aneh apa lagi ya yang menggambarkan keadaan Bianca? Toh Bianca diterima jadi salah satu anggota cheers.
Setiap seminggu sekali Bianca ikut latihan bersama anak-anak cheers lainnya. Namun ia sendiri berlatih setiap hari di rumah. Angkat barbel, push up, sit up, lompat, lari, renang, semua ia lakukan agar tubuhnya bisa lentur dan kuat. Tak lupa pula menghafalkan semua gerakan-gerakan cheersnya.
Hebatnya, ternyata Bianca mampu menandingi teman-temannya sesama cheers. Bianca bahkan bisa menjadi maskot cheers karena gerakannya yang gesit dan lincah. Setiap kali cheersleaders yang beranggotakan Bianca, selalu mendapat aplous yang sangat meriah dari orang-orang.
Pada akhirnya, karena kehebatannya itu, Bianca dimasukkan ke dalam cheerleaders inti sekolah. Dalam setiap pertandingan, Bianca selalu tampil bersama tim cheersnya.  Bahkan para penonton selalu menanti-nantikan kehadiran Bianca dalam setiap penampilannya. Bianca yang pudel, bugel, perkedel, buntet, apalah namanya, ternyata mampu tampil seperti anak-anak cewek lain yang bertubuh langsing.
Hanya saja, semua itu cuma dalam cerita yang dibuat Bianca!  Karena yang terjadi sesungguhnya, Bianca tetaplah Bianca, si gendut pendek yang tak akan mampu bisa menjadi anggota cheers, kecuali menuliskannya dalam sebuah cerita.
*
Tulisan Bianca tentang anggota tim cheers sekolah yang gendut pendek itu dibaca oleh temen-temen sekelas. Ketika selesai membacanya, salah satu teman Bianca terenyuh, namun lega ketika di endingnya. Naskah Bianca yang sudah di jilid rapih itu diberikan pada anak-anak di kelas lain. Bahkan jadi rebutan!
Seorang guru bahasa Indonesia ikut membaca tulisan milik Bianca. Beliau meminta disketnya. Guru itu mengtakan akan memberikan disket berikut naskah yang sudah di-print out itu pada penerbit.
“Kamu akan menjadi penulis terkenal, Bianca!!” ujar guru bahasa Indonesia pada Bianca.
*

      Buku itu diterbitkan! Bianca enggak nyadar kalau cewek seperti dirinya bisa menjadi ‘sesuatu’. Meski enggak bisa jadi anggota cheerleaders, dia toh bisa menjadi seorang penulis! Apalagi, ketika dihubungi, penerbit mengatakan kalau novel itu mengalami dua kali cetak ulang dalam waktu seminggu sejak diterbitkan!!
       Aha, Bianca kini menjadi sangat berarti hidupnya. Ketika promosi novelnya di salah satu sekolah, seorang cowok keren meminta tanda tangannya. Dia mengaku sangat menyukai novel itu. Si cowok itu juga meminta nomor handphone Bianca.
       Pada akhirnya, cowok itu menjadi teman curhat Bianca. Mereka seringkali saling sms-an. Dan pada suatu malam minggu, si cowok mengajak Bianca jalan-jalan.  Tapi Bianca menolaknya, karena dia mengaku sedang sibuk menulis cerita lainnya.***
                                                                                                                             *)Pamulang, 06/05
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...