Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat majalah Bobo, No.49 Tahun XXXIII, 16 Maret 2006
Dimuat majalah Bobo, No.49 Tahun XXXIII, 16 Maret 2006
Gbr: www.newportlearn.com |
Hari Senin ini Dion tidak masuk sekolah karena
guru-guru sedang rapat. Kebetulan sekali, sudah sejak lama Dion ingin ikut Mama
ke kantor. Sebelumnya, setiap kali Dion ingin ikut, Mama selalu melarang dengan
alasan karena Dion sekolah.
“Kamu kan harus sekolah, Yon.
Kalau kamu tidak masuk, nani kamu ketinggalan pelajaran...” ujar Mama.
“Libur satu hari kan tidak
apa-apa, Ma. Nanti Dion bisa mencatat pelajaran yang tertinggal pada Dwi...”
“Pokoknya kamu enggak boleh ikut!”
Dion sebal pada Mamanya. Namun
tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab Dion
takut Mama akan mengadukannya pada Papa.
Bila Papa sampai tahu, Dion pasti akan dimarahi.
Dan inilah kesempatan yang Dion
tunggu-tunggu sejak lama. Hari Senin ini
Dion akan ikut ke kantor Mama. Dion
ingin tahu bagaimana Mamanya bekerja.
Karena Dion memaksa, Mama akhirnya mengizinkan Dion ikut ke
kantornya. Mama tidak bisa lagi
beralasan untuk mencegah Dion ikut ke kantornya. Apalagi Papa telah mengizinkan Dion ikut.
Setibanya di kantor Mama, Dion
disambut oleh para pegawai lain. Mereka tampak senang melihat kehadiran Dion di
kantor mereka.
“Wuah, Dion udah besar ya...?
Kelas berapa sekarang?” tanya salah seorang lelaki berdasi, yang berpapasan
dengannya di pintu lift.
“Kelas tiga, Om...”
“Ini siapa???” tanya yang lain
pada Mamanya.
“Ini Dion!”
“Oh, yang dulu diajak liburan ya.
Sudah besar ya...?”
“Halo Dion...?”
“Dion, kamu mau coklat?!”
“Dion, sini sama mbak...”
Dion senang sekali diperlakukan
dengan penuh perhatian oleh teman-teman Mamanya di kantor. Namun, beberapa
menit kemudian, semua orang di kantor Mamanya tak lagi memberikan
perhatian. Mereka sibuk dengan
pekerjaan masing-masing. Lelaki berdasi yang tadi menyapanya tak lagi terlihat
senyumnya. Perempuan yang duduk di depan telepon pun tak henti-hentinya
menerima telepon, entah dari siapa, seolah tidak memperdulikan Dion lagi. Di
sana-sini terdengar orang-orang sibuk bercakap-cakap. Ada pula yang bicara
terus-menerus melalui telepon genggam. Perempuan yang tadi memberinya coklat
sudah tenggelam di balik komputernya. Mama sendiri sibuk mencatat, lalu masuk
ke dalam ruangan lain sambil membawa map, kemudian kembali lagi ke mejanya,
lalu menerima telepon, membiarkan Dion yang duduk di bangku di sebelahnya.
Dion merasa bosan!
“Ma, Dion ingin pulang. Dion mau
main sama Dewi...”
“Enggak bisa. Mama kan lagi
sibuk.”
“Ma...” Dion membujuk Mamanya.
“Tadi kenapa ikut?! Baru juga jam sepuluh, kamu sudah mau minta
pulang...” Mama tampak sebal pada Dion.
Akhirnya Dion diam. Dion terus
memperhatikan orang-orang yang berada di kantor. Semuanya sibuk. Semuanya
benar-benar tidak peduli pada keberadaan Dion.
Dion jadi semakin merasa kesepian. Beberapa jam kemudian Dion merengek
pada Mamanya.
“Ma, Dion enggak betah...”
“Siapa suruh ikut Mama?”
“Dion janji, lain kali enggak ikut
ke kantor Mama lagi...”
“Iya. Tapi sudah telanjur. Kamu mesti tunggu Mama. Ini baru jam setengah dua belas.”
“Memangnya Mama pulang jam
berapa?”
“Ya seperti biasa. Jam lima
sore...”
“Apa!?? Jam lima sore?!!” Dion
langsung lemas mendengar jawaban Mama.
“Lho? Kok kamu kaget begitu? Kan
setiap hari mama memang pulangnya sore?!”
“Maa...” Dion mulai mengeluarkan
airmata.
“Jangan nangis. Malu sama
temen-temen Mama!”
Dion melap airmatanya. Dion
melihat ke sekeliling kantor. Semua orang masih seperti biasa, tenggelam dalam
kesibukan pekerjaan masing-masing.
Saat jam dua belas, semua pegawai
istirahat. Dion terlihat semakin tidak betah, meski satu dua teman-teman
Mamanya menegurnya. Sebab yang ada dalam pikiran Dion, bagiamana caranya ia
bisa cepat pulang. Dion menghitung-hitung sendiri, berapa jam lagi ia harus
berada di dekat meja Mama. Kalau pulang jam lima sore, berarti Dion harus
menunggu lima jam lagi. Oh, alangkah menjemukannya!!
Beberapa saat kemudian Dion
dikejutkan oleh seseorang. Dia adalah Papa Dion. Papa sengaja menjemput Dion
pulang, setelah diam-diam mendapat telepon dari Mama.
“Katanya kamu enggak betah, jadi
Papa jemput kamu pulang...”
“Papa juga mau pulang?”
“Iya, tapi Papa nanti balik lagi
ke kantor Papa!”
Dion langsung memeluk Papa. Papa
membawa Dion keluar kantor Mama. Sepanjang keluar dari dalam kantor, Dion
nyaris tak mendengar panggilan teman-teman Mamanya. Karena Dion sudah merasa
senang sekali bisa secepatnya pulang ke rumah.
Kalau tahu begini, Dion tidak mau ikut lagi ke kantor Mama! Lebih baik
Dion main di rumah bersama Dewi, main mobil-mobilan, masak-masakan, dan banyak
lagi.***
0 comments:
Posting Komentar