Mamat Metro

Mamat Metro

Katak Yang Cerdik

Oleh  Zaenal Radar T.

Sumber: Buku Dongeng "Pangeran Yang Takut Disunat (Beranda, 2005)


Gbr. disneyimage.com



Suatu malam seekor katak keluar dari sarangnya. Sang katak bernyanyi riang gembira. Namun tidak seperti biasa,  katak lain tak menyambut nyanyiannya, seperti yang selama ini terjadi.  Biasanya, bila seekor katak bernyanyi, katak lain menyambutnya. Sehingga suara mereka saling bersahut-sahutan. Suasana malam pun menjadi meriah.

Selain tak ada yang menyambut nyanyiannya, ternyata si katak tak menemukan seekor katak lain pun di sekitar tempatnya bermain. Penyebabnya ternyata, ada seekor anak ular datang hendak mencari makan.

“Lebih baik kamu berdiam diri di rumah. Daripada dirimu celaka!” nasihat seekor katak yang bersembunyi di balik pintu sarangnya.

“Aku ingin bermain-main ke tepi sawah itu. Malam ini sangat indah sekali. Apalagi sore tadi hujan tak henti-henti. Nah, sekarang ini sudah tak hujan lagi. Rasanya rugi kalau kita hanya bermain-main di rumah saja!” jawab si katak yang sejak tadi bernyanyi.

“Hai, kamu jangan bernyanyi di sini! Nanti si ular itu datang!” katak yang lain, yang lebih tua, marah pada si katak yang tadi bernyanyi.

“Baiklah. Aku akan bernyanyi di tempat lain.”

Akhirnya si katak yang pemberani itu pergi. Ia melangkah ke tepi sawah, lalu bernyanyi di sana. Saat itu bulan bercahaya penuh. Bentuknya bulat seperti piring milik manusia. Bintang-bintang menghias di sekelilingnya. Dan sang katak terus saja bernyanyi riang, seolah dunia ini miliknya sendiri.
Pada saat sang katak bernyanyi, seekor ular mengintip dari balik jerami padi. Sang ular senang melihat seekor katak duduk di tepi sawah. Sang ular berharap mendapat makanan malam ini. Sebab sudah lebih dari sepuluh hari  ia belum makan apa-apa.

Sang ular mengendap-endap mendekati sang katak. Sang katak terus saja bernyanyi. Namun sang katak sebenarnya menyadari, bahwa dirinya tengah terancam  Sang katak pun mencari akal agar dirinya selamat. Akhirnya yang kemudian dinyanyikan sang katak adalah sebuah lagu sedih.  
Mendengar lagu sedih yang dinyanyikan sang katak, ular yang lapar itu menjadi iba. Ia ragu mendekati si katak. Belum pernah si ular sedih seperti saat sekarang ini, ketika dirinya hendak menangkap buruannya. Tetapi karena perutnya semakin lapar, sang ular melanjutkan langkahnya, mendekati sang katak.

Ternyata sang katak mendengar gesekan jerami ketika sang ular merambat pelan ke arahnya.

“Siapa di sana..!?” teriak sang katak, menghentikan nyanyiannya.

Tak ada suara. Malam begitu sepi dan sunyi. Bagai daerah gersang tak berpenghuni. “Siapa di sana!??” ulang sang katak.

Masih tak ada jawaban. Keadaan menjadi begitu hening. Beberapa saat kemudian, kembali terdengar gesekan dari arah belakang sang katak.  Sang katak menoleh ke belakang, ke arah sumber suara. Sang ular menyembulkan kepalanya, menunjukkan dirinya. Ketika ular itu menunjukkan jati dirinya, sang katak bukannya pergi berlari, tapi ia malah tersenyum pada sang ular.
Sang ular pun menjadi heran terhadap sikap sang katak

“Kenapa kamu tersenyum? Bukankah kamu tahu, bahwa sebentar lagi aku akan memakanmu?” kata sang ular.

“Kamu hendak memangsa aku?! Kenapa? Apa salahku?!” jawab sang katak.

“Kamu tidak salah. Dan aku pun tidak salah. Diantara kita tidak ada yang salah,” ucap sang ular, sambil menjilat bagian depan mulut dengan lidahnya.

“Kalau tidak ada yang salah, kenapa kamu hendak memangsa aku?!”

“Karena aku lapar! Tidak ada makanan lain selain kamu!”

Sang katak diam. Sang ular tak menemukan rasa takut di wajah sang katak, seperti ketika melihat seekor katak lain berhadap-hadapan dengannya.

“Kamu tidak takut denganku?” tanya sang ular.

“Kenapa bertanya begitu?” sang ular balik bertanya.

“Aku tahu, biasanya di tempat ini begitu banyak suara katak bernyanyi. Tetapi sudah tiga hari ini tak 
ada kudengar seekor pun!”

 “Yeah... karena mereka tahu kau. Kalau saja tidak ada kau, tentu mereka sudah riang gembira menyambut malam!”

“Jadi, karena kedatanganku mereka tak mau bernyanyi?!”

“Ya. Mereka takut kau datang memangsa mereka!”

“Kamu sendiri?!”

“Aku berbeda dengan mereka. Aku tidak takut bila kau makan. Aku tidak takut pada kematian! Bila malam ini engkau hendak memangsaku, silahkan. Barangkali Tuhan telah menggariskannya demikian!”

“Maksudmu apa, katak bodoh!?”

“Jangan sebut aku begitu. Yang bodoh aku atau kau?! Kalau aku jadi kau, aku tak akan makan katak. Sebab kalau di daerah ini tidak ada katak, siapa yang akan bernyanyi?! Apa kau bisa bernyanyi seperti katak?!”

“Kamu benar. Ular sepertiku memang tak bisa bernyanyi. Lantas, aku harus makan apa?!”

“Kalau kau pintar, kau tak usah bertanya padaku!”

“Aku harus bertanya pada siapa kalau bukan pada kau?!” desak ular, pada si katak yang pandai sekali berkelit itu.

“Aku ini bodoh. Kenapa bertanya padaku?!  Mestinya kau bertanya pada orangtuamu!”

“Kamu benar! Baiklah kalau begitu. Aku akan bertanya pada kedua orangtuaku!”

Setelah berkata begitu, sang ular pergi meninggalkan sang katak. Sang katak pun segera melompat ke sarangnya. Ia cepat-cepat berlari sebelum sang ular berubah pendirian. Sang katak berpikir, kalau saja tadi ia lari menghindari sang ular, mungkin ular itu sudah memangsanya! Untung saja ia seekor katak yang cerdik, sehingga membuat sang ular tak jadi memangsanya.***
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...