Cerpen Zaenal Radar T.
Sumber: Majalah KaWanku, No.04/XXXII, 22-28 Juli 2002
Sumber: Majalah KaWanku, No.04/XXXII, 22-28 Juli 2002
Photo: movie.co.id |
Sore ini sudah lebih dari tujuh kali
Putri Bongkar pasang seragam sekolah barunya di depan cermin. Rasanya nggak ada
bosan-bosannya mematut diri sendiri, dengan seragam SMU yang baru, Putih
Abu-Abu! Betapa bangganya Putri karena
besok pagi berangkat dari rumah dengan atribut baru yang sudah lama ia
tunggu-tunggu. Ingin sekali Putri
seperti Kak Mira yang sudah lebih dulu pakai Putih Abu-Abu. Dan akhirnya keinginan itu bakal terwujud
besok pagi. Dan berarti, semua orang di
rumah tak pantas menganggap Putri sebagai anak bawang lagi! Karena besok pagi Putri memasuki babak baru,
era Putih Abu-Abu! Selamat tinggal Putih
Biru! Putih Biru yang norak!!
Aha! Putri mencoba sekali lagi seragam Putih
Abu-Abunya. Rok Abu-Abunya gak boleh
lebih dari lutut. Lengan bajunya sedikit
ditinggikan. Kerahnya dibiarkan
berkibar. Lho!? Kerah dibeginikan kok
jadi malah seperti preman? Gak
pantas! Maka ia rapihkan kembali kerah
bajunya. Lalu berputar-putar,
membelakangi cermin, berjalan mondar-mandir: Mencoba seragam baru dari berbagai
posisi. Kemudian berkacak pinggang, memonyongkan bibir, menyipitkan bolamata,
segala macam gerak yang gak ada hubungannya sama seragam ia coba. Hasilnya oke punya. Terang aja, diri sendiri yang memuji. Yang penting besok pagi, ya besok pagi, ia
berangkat dengan seragam baru, Putih Abu-Abu!
Di sepanjang jalan pasti orang-orang bakal terkesima
memandangnya. Melihat sesuatu yang baru
pada dirinya setelah tiga tahun pakai seragam Putih Biru. Ia akan tampak lebih dewasa, maksudnya lebih
meremaja, dan tak pantas disepelekan lagi karena sudah es-em-u. Es-em-u yang seragamnya Putih Abu-Abu.
Apakah perasaan teman-teman seangkatannya seperti
dirinya? Putri tidak tahu. Mungkin besok pagi mereka akan berbagi
cerita, di sekolah baru yang semua siswa-siswinya pakai Putih Abu-Abu. Dan anak laki-lakinya tak ada yang pakai
celana pendek seperti kemarin sewaktu pakai Putih Biru. Mereka juga tampil lebih macho.
Putri tak sabar ingin menanyakan teman-temannya tentang
seragam baru, yang akan mereka pakai besok pagi. Maka ia raih horn telepon, menghubungi satu persatu sohib-sohibnya itu.
“Halo Rin, gimana seragam kamu? Pas enggak?” tanya Putri pada
temannya di ujung telepon.
“Oke banget, Put! Pas, cocok, cumaa…”
“Cuma apa, Rin?”
“Roknya Put! Roknya…”
“Roknya? Roknya bolong
apa kenapa?!”
“Roknya kepanjangan, Put!”
“Emangnya sepanjang apa?
Sampe tumit, ya?”
“Pas banget di lutut, Put!”
“Lha segitu mah udah pas, Rin!”
“Gue maunya tiga senti di atas lutut, Put!”
“Hoy! Emangnya elu
cewek apaan?!”
“Biar seksi, tau!”
“Jangan seksi-seksi!
Emangnya elu itu mau sekolah apa ke disko?!”
“Hihihi…”
“Kok, malah ketawa?”
“Iya juga, sih…”
“Udah ya, Rin. Gue mau
nelepon Linda.”
“Oke deh Put. Thanks, ya. Daag!”
Dan Putri langsung menekan nomor telepon Linda.
“Kenapa, Put?”
“Seragam lu udah dicobain belum?”
“Udah Put! Udah tiga
kali!”
“Cocok, nggak?”
“Paas banget, Put!”
“Ya udah, besok kita berangkat bareng, ya!”
“Oke deh!”
Setelah Linda, Putri menghubungi Shinta.
“Halo Put, seragam gue kedodoran! Kayaknya mesti dipermak, tuh!”
“Terus, gimana dong, Ta?”
“Terpaksa gue pinjem seragamnya kak Nia! Badan gue kan gak beda jauh sama dia.”
“Jadi gak baru dong, Ta?”
“Nggak baru juga nggak papa, Put. Yang penting putih abu-abu!”
“Hihi, elo bisa aja Ta!”
Kemudian Putri menghubungi Mei Mei.
“Aduh Put, seragam gue bukan putih abu-abu, Gue pakai kotak-kotak kecil bergaris merah!”
“Kok?”
“Iya, gue kan sekolah di swasta! Tapi kan yang penting elit!”
“Huu, tajir! Ya udah
deh, Mei! Daag!”
“Daag!”
Lega sudah hati Putri.
Sebenarnya Putri ingin menghubungi teman-temannya yang lain. Tetapi Putri yakin, pasti mereka juga sama
seperti dirinya, lagi asyik-asyiknya mempersiapkan diri buat besok pagi. Karena di hari pertama nanti, segalanya harus
kelihatan jreng! Mesti tampil oke! Karena kesan pertama harus begitu
menggoda. Selanjutnya… (Kok jadi kayak
iklan, sih?)
* * *
Putri bangun kesiangan!
Penyebabnya barangkali karena tidurnya semalam nggak nyenyak. Habis, sebentar-sebentar bangun, sebentar-sebentar
bangun! Jadinya telat, deh! Jam wekernya lupa dibunyikan. Dan mungkin mamanya lupa pesan Putri, kalo
pagi ini Putri mesti berangkat pagi-pagi sekali. Hari pertama mesti tahu siapa-siapa teman
sekelasnya. Yang nggak kalah penting,
gimana rupa wali kelasnya.
Akhirnya Putri jadi seperti orang kemasukan setan. Ia berlari ke sana ke mari, mempersiapkan ini
itu buat keperluan sekolah pagi ini. Untungnya kamar mandi lagi kosong! Coba kalo lagi diisi bang Agus, pasti Putri
harus menunggu setengah jam lagi!
Maklum, bang Agus punya hobi nyanyi di kamar mandi. Padahal di kampusnya cuma jadi backing vocal yang hanya bersuara:
Na-na-na-na-na…. Makanya nggak heran
kalo bang Agus suka berna-na-na demikian lama di kamar mandi. Sampai-sampai Putri usul pada papinya, bikin
kamar mandi khusus buat latihan vokal bang Agus!
“Putri, kamu jadi kayak maling jemuran begitu, sih?” kata mamanya.
“Buru-buru nih, ma! Buru-buru!”
“Ya sudah, hati-hati ya.”
“Ya, mama sayang…”
“Tapi Put…” Mama
menghentikan langkah putrinya.
“Put, kok kamu masih pake seragam putih biru? Emangnya acara pengenalan siswanya belum
selesai, ya? Kamu bilang cuma seminggu?”
“Ya ampun, mam!!!”
Putri kembali berlari ke kamarnya. Ternyata ia lupa! Seharusnya pagi ini ia sudah pakai seragam
baru, Putih Abu-Abu! Uh, malangnya
Putri. Sudah kesiangan, lupa pula. Begitulah bila terburu-buru. Suka ada yang terlupa. Gak tau kenapa, Putri jadi suka lupa kalo
lagi tergesa-gesa. Padahal tadi malam ia
udah abis-abisan mempersiapkan seragam Putih Abu-Abunya.
Putri mengganti seragam Putih Birunya dengan Putih
Abu-Abu. Jreng! Putri jadi kelihatan dewasa. Apakah pakaian seseorang mampu menipu usia? Begitulah yang terjadi pada Putri pagi ini. Ia merasa jadi lain
setelah mengganti seragamnya! Seperti menjadi lebih dewasa!
“Aduh, anak mama sudah es-em-u!” ledek mamanya setelah Putri
keluar kamar.
“Iya dong, ma.”
“Hati-hati ya, nanti digaet cowok di jalan!”
“Digaet di jalan?
Emangnya Putri apaan? Dagangan
kaki lima?!”
“Ya udah, kalo nggak merasa dagangan kaki lima jangan marah…”
“Maaammm!!!”
“Hihihi…”
Putri bergegas meninggalkan mamanya yang lagi ketawa
cekikikan. Putri sebal sekali pagi
ini. Sudah kesiangan, diledekkin
pula. Bah!
Kesebalan Putri semakin menjadi-jadi setelah tahu semua
teman-teman meninggalkannya. Akhirnya
Putri menumpang taksi sendirian. Dan
hampir saja gerbang sekolah ditutup, kalau saja Putri nggak teriak-teriak
seperti komandan upara bendera.
“Puaak! Tunggu!! Jangan ditutup dulu!!!” teriak Putri pada pak
satpam yang hendak menutup pintu gerbang.
“Oalah, non. Hari
pertama kok sudah ketinggalan!” pak satpam menggerutu.
“Justru karena hari pertama, pak. Nanti juga lama-lama terbiasa!”
“Terbiasa? Terbiasa
apa maksudnya?!”
“Terbiasa kesiangan, pak!
Hihihi…”
Putri langsung meninggalkan pak satpam setelah bersalaman dan
mencium tangannya.
“Oalaah, pake salaman segala! Kayak lebaran saja!” pak satpam mengumpat. Tapi Putri pura-pura nggak dengar.
Sampai di kelas pelajaran pertama tengah siap-siap dimulai.
Putri masih di luar kelas dan ngerasa bingung.
Ia pikir, hari pertama masuk cuma diisi acara perkenalan. Ternyata setelah upacara bendera langsung
aktif belajar?
“Selamat pagi bu,” ucap Putri ketika dirinya tiba di hadapan
ibu guru.
“Selamat siang!” sahut ibu guru, ketus.
“Silakan berdiri di depan papan tulis,” lanjut ibu guru.
“Maksudnya apa, bu?” tanya Putri dengan nada protes.
“Kamu dihukum!”
“Dihukum?!”
“Ya.”
“Apa alasannya?”
“Kamu tidak mengerti mengapa saya menghukummu!?”
Putri menggeleng. Hal
itu membuat ibu guru berkacamata tebal itu kelihatan tambah jengkel.
“Karena kamu terlambat!!”
ucap ibu guru dengan nada menggertak.
Sementara itu, semua siswa en siswi cuma bisa diam. Namun ada salah satu dari mereka menahan tawa
karena menganggap ada yang lucu pagi ini.
Bagaimana tidak, seorang siswi baru mesti terlambat di hari
pertama! Dan ia tidak kelihatan tampak
takut sedikitpun. Padahal ibu guru itu
bertampang galak.
“Terlambat? Saya belum
terlambat, bu. Kalau saya terlambat, tak
mungkin pak satpam mau membukakan pintu gerbang?”
“Kamu tidak ikut upacara bendera, kan?”
“Bagaimana mungkin saya mengikuti upacara bendera, bila saya…
datang agak siang?”
“Itu namanya terlambat, kan?!”
“Tapi…”
“Sudah! Sudah!” ibu guru itu menepiskan kedua tangannya.
“Siapa nama kamu?”
“Putri.”
“Putri… silakan menunggu di luar sampai saya selesai di kelas
ini!!”
Uh, hari pertama Putri pakai Putih Abu-Abu begitu
menyebalkan! Setelah tak boleh ikut jam
pelajaran pertama, yang ternyata diisi oleh ibu wali kelasnya, Putri dipanggil
bapak kepala sekolah.
“Kamu yang namanya Putri?”
“Ya, pak.”
“Hmm,” pak kepsek mendengus.
Wajahnya menyimpan segudang tanda tanya buat Putri, tentang mengapa
beliau memanggilnya.
“Kamu Putri Sihasale?”
“Y-y-ya, pak.” Putri
nampak grogi.
“Putri Sihasale… apa hubungannya dengan Arie Sihasale?”
“Nggak ada hubungan apa-apa, pak.”
“Baik. Kamu sudah tahu
tata tertib sekolah ini?”
“Sudah, pak.”
“Kenapa kamu melanggarnya?”
“Maaf, pak.”
“Awas, jangan diulangi!
Sekali lagi melawan ibu wali kelas, kamu bisa dikeluarkan dari sekolah
ini!!!”
Melawan ibu wali kelas? Putri tidak terima tuduhan bapak kepsek. Tetapi Putri tak bisa berbuat apa-apa karena
pak Kepsek memerintahkan ke luar ruangan sebelum ia membela diri. Daripada dianggap melawan bapak Kepsek,
akhirnya Putri menuruti perintah pak Kepsek.
* * *
“Putri! Putri! Bangun Put! Nanti kesiangan!!” mama berteriak-teriak sambil menggedor-gedor
pintu kamar Putri.
“Berangkat, nggak?
Hari pertama jangan sampe kesiangan!
Malu atuh!?”
“Jam berapa, mam?” Putri membuka pintu kamarnya.
“Jam setengah enam!”
Setengah enam?! Putri
melongok jam dinding. Benar, jam
setengah enam pagi. Tapi, kenapa tadi
ibu wali kelas dan pak Kepsek memarahinya, ya?
Bukankah Putri nggak pernah ke sekolah sejak kemarin? Apalagi pakai Putih Abu-Abu!
“Ayo Put! Katanya
minta dibangunin agak pagi!?” mama teriak lagi dari ruang tengah.
Mendengar mamanya teriak-teriak, Putri segera menghambur ke
kamar mandi. Putri tidak ingin ibu wali
kelas dan bapak kepala sekolahnya marah.
Untung saja mereka cuma marah dalam mimpinya semalam!
Makanya, biar nggak terjadi seperti dalam mimpinya, Putri
segera berlari-lari menuju kamar mandi.
Ia tak sudi tiba di sekolah kesiangan.
Dihukum di depan kelas, tidak diperkenankan mengikuti jam pelajaran
pertama, dipanggil pak Kepsek, pokoknya Putri nggak mau berangkat kesiangan!
Namun malangnya, setelah Putri tiba di depan pintu kamar
mandi, bang Agus baru saja masuk!
“Bang Agus! Cepetan,
dong. Nanti Putri telat, nih!!!”
“Yee, baru juga masuk!”
jawab bang Agus dari dalam kamar mandi, sambil ber-na-na-na-na… ***
*)Pamulang Barat, Ciputat, 5/02
0 comments:
Posting Komentar