Mamat Metro

Mamat Metro

Kepsek Baru

Cerpen  Zaenal Radar T.


Sumber:  Majalah KAWANKU,  No. 51/XXXII, 16-22 Juni 2003



Photo: ask.fm/fahryrama



           “Hah? Jadi Pak  Gunawan mo diganti?” selidik Sita pada Dala.
“Makanya Ta, gue seneng banget denger bocoran ini.  Kalo Pak Kepsek Gugun Gunawan diganti, kayaknya kita-kita bakal kembali hepi tiap hari.”
“Maksud lu apa?!” desak Sita.
“Ya, mungkin kepsek baru kita lebih asyik.  Enggak bikin peraturan aneh-aneh macam Pak Gugun?  Itu lho, kayak Pak Armand Maulana dulu?”
“Iya lah, tapi kita kan belom tau, siapa itu namanya… kepsek yang baru itu…?”
“Pak Anjas Asmara!  Ih, tulalit amat sih lu, Ta!”
“Ya, pak A… Anjasmara? Aeh, Anjas Asmara.  Siapa tahu dia malah lebih ketat bikin peraturan.”
“Kita lihat saja nanti!”
Ternyata siang itu bukan cuma Sita dan Dala aja yang ngebahas tentang desas- desus pergantian kepala sekolah SMU Gonjales.  Tiga sahabat mereka, Dini, Icha dan Siau Pin juga ngomongin hal yang sama saat mereka ketemu di kantin sekolah.
“Benar kan, kata gue Ta!?” ujar Dala pada Sita, di tengah ketiga anak-anak gengnya.
“Wah, wah… berarti gue gak harus pake sepatu item lagi, dong?!” timpal Icha.
“Asyik! Gue paling enggak betah pake seragam dimasukkin…” Dini ikutan menimpali.
“Apalagi mesti ngiket rambut macem kuncir kuda begini?” tambah Siau Pin.  (Siau Pin pernah dihukum pak Gugun harus menguncir rambutnya setiap hari karena rambutnya dianggap enggak rapih.)
“Horee! Tiap hari gue bisa ke salon gonta ganti model rambut!  Bisa gonta ganti mobil, bisa ke kantin pas lagi suntuk, bisa pake kaos kaki belang-belang! Cihuuy!!!” Dala teriak-teriak, membuat keempat sohibnya ikutan seneng.

* * *

Saat yang dinanti-nanti tiba.  Pergantian kepala sekolah dari Pak Gugun Gumawan ke tangan Pak Anjas Asmara dilakukan pada upacara bendera pagi ini.  Semua murid SMU Gonjales kelihatan berseri-seri.  Tak terkecualikan Sita Cs yang udah tahu berita bocoran ini seminggu yang lalu.  “Selamat jalan Mister Killer..!” desis salah satu anak, di barisan anak-anak kelas tiga.
Sambutan Pak Gugun Gumawan ditanggapi dengan dingin oleh seluruh murid.  Kata-kata ‘klasik’ keluar dari mulut seorang yang hendak pisah.  Seperti juga ketika Pak Kepala Sekolah yang dulu, Pak Armand Maulana (bukan Armand-nya Gigi, lho?) mengundurkan diri setengah tahun lalu.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya  bila selama bertugas melakukan kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak.”  Kata-kata itu keluar dari bibir seorang kepala sekolah yang dianggap killer oleh semua anak.  Hik, hik…anak-anak pada pura-pura sedih.  Padahal, dihati mereka, Huhahah!!
Namun bagi Sita Cs, hal ini ternyata bikin miris hati mereka.  Yang pertama-tama kelihatan sedih justru Dala, yang waktu di kantin kemarin paling hepi setengah mati.  “Kasihan ya, Pak Gugun…” ucap Dala, lirih.
“Iya, ya.  Kira-kira pindah ke sekolah mana, ya…?” Icha ikutan sedih.
“Pindah ke pluto, kali?  Ngajar makhluk UFO!” Dini asal.
“Padahal Pak Gugun lumayan ganteng, ya… Hik hik hik…!”  Siau Pin malah ngeluarin jurus ‘Jaka Sembung bawa goloknya.’
Dan kini giliran bapak kepala sekolah yang baru, bapak Anjas Asmara, menyampaikan sambutan.  Dalam benak anak-anak SMU Gonjales, mereka nantinya akan terbiasa mendengar pidato Pak Anjas Asmara, seperti bapak-bapak kepala sekolah mereka sebelumnya, yang rata-rata punya masa jabatan setengah semester saja!
“Selamat pagi anak-anak.  Yang mana pagi ini saya senang sekali bisa berbicara di hadapan anak-anakku sekalian, yang mana mudah-mudahan kalian pun bahagia.  Dan saya berharap yang mana anak-anak sekalian… bahwa yang mana pada hari ini…”
Kata sambutan Pak Anjas Asmara menjadi hiburan tersendiri bagi semua anak SMU Gonjales.  Terlebih-lebih bagi Sita Cs.  “Yang mananya kok banyak amat, sih?!” gerutu Icha, setibanya di kelas.
* * *
Pak Anjas Asmara adalah kepala sekolah yang ke lima selama Sita Cs bersekolah di SMU Gonjales ini.  Mereka enggak tahu, apakah Pak Anjas mampu bertahan atau tidak, menjadi kepsek di SMU Gonjales. Sebab menurut  kesepakatan  bersama, antara pimpinan yayasan dan para murid, kepala sekolah bisa diganti kapan saja, bila lebih dari sepertiga jumlah seluruh murid menghendakinya!  Semua itu, menurut pimpinan yayasan, demi kemajuan SMU Gonjales sendiri, dan demi tegaknya apa yang disebut demokrasi!
Jadi jangan harap kepala sekolah di SMU Gonjales bisa lama berkuasa bila bersikap otoriter.  Karena bila sepertiga murid udah enggak suka, bila mereka berdemo,  maka kepala sekolah harus turun saat itu juga.  Pimpinan yayasan berhak menentukan calon kepsek yang baru.  Selain itu, pimpinan yayasan yang bertugas melantik dan memberikan surat pemberhentian!
Seringkali pimpinan yayasan menyampaikan pidato yang sama, setiap kali pelantikan kepala sekolah yang baru.  Kata beliau begini, ”Di sekolah ini, demokrasi harus dijunjung tinggi, demi meluruskan reformasi, dan demi terwujudnya negara madani, sehingga menjadi salah satu SMU kebanggaan negeri pertiwi ini!”
Demikian ibu pimpinan yayasan, yang bila pidato kerap menerapkan kaidah ‘aa-aa’ atau ‘ab-ab’, seperti baca puisi.  Sewaktu anak-anak kelas satu tawuran, saat upacara bendera beliau memberi sambutan pendek.  Begini bunyinya: “Anak-anak kelas satu mestinya tahu, bahwa tawuran hanya  buang-buang waktu.  Contoh lah anak-anak kelas tiga, yang selalu akur dengan sekolah tetangga!”  Haha!
Di lain kesempatan, saat pagelaran pentas seni osis SMU Gonjales, ibu pimpinan yayasan memberikan sambutan gak kalah puitisnya.  Begini katanya: “Saya senang anak-anak saya tercinta ini melek seni.  Sebab orang berbudaya orang yang mencintai seni.  Manusia tanpa seni adalah manusia miskin kreasi!”
Duh, kok jadi ngebahas ibu pimpinan yayasan, siiih?!  Kita kembali pada kepala sekolah baru, bapak Anjas Asmara, yang kemudian dijuluki Sita Cs. sebagai bapak ‘yang mana’.  Karena kalo memberi sambutan gak pernah ketinggalan pake kata ‘yang manaaa….”
Seperti pada kata sambutan berikutnya, saat melantik ibu Dian Nitama (Walah, namanya nyaris nyerempet nama Dian Nitami?), menjadi pembimbing Palang Merah Remaja, menggantikan bapak Roger Danumiharja. (Hihi, namanya oke, kan?!)
Begini kata pak Anjas Asmara, dalam sambutan singkatnya: “Pada pagi ini yang mana  PMR akan dbimbing oleh yang mana ibu Dian Nitama, yang mana beliau  menggantikan bapak Roger Danumiharja.  Saya turut gembira yang mana bapak Roger telah banyak meluangkan waktu buat Palang Merah Remaja, sehingga yang mana PMR ini tetap eksis di SMU kita!”
Tahu enggak, saat bapak kepsek yang baru itu selesai memberikan sambutan, Icha yang ketika itu menjadi MC-nya, bilang begini: “Demikianlah sambutan singkat dari bapak kepsek, yang mana beliau berharap  PMR tetap eksis!  Sebab, PMR penting bagi kita, yang mana mampu memberi banyak pelajaran untuk yang manaaayang mana kita semua menjadi pintar!”
Huuu…!!!  Peserta upacara berteriak histeris.
* * *
Sepeninggal bapak Gugun Gunawan, suasana SMU Gonjales benar-benar berubah.  Sepatu warna hitam yang udah jadi trade mark SMU Gonjales enggak lagi kelihatan.  Seragam yang rapih dan dimasukkan bukan lagi keharusan.  Rambut digerai panjang atau pendek terserah.  Pakai kaos kaki atau enggak juga terserah.  Rok sebatas tumit atau diatasnya boleh-boleh aja. Walah, anak-anak SMU Gonjales menyambutnya dengan meriah!
“Tuh, gue bilang apa?” ucap Siau Pin di depan anak-anak gengnya. “Coba kalo Pak Gugun, mana boleh begini? Iya enggak, Cha!?”
“Yo,i…!!!” Icha menyambut dengan antusias.
“Sekarang gue bebas berangkat siang…!!” tambah Dini, sambil melompat-lompat kegirangan.
Alhasil, belum sebulan memimpin, khabarnya bapak Anjas Asmara dipanggil pemilik yayasan.  Karena dianggap terlalu lunak dalam menyusun peraturan.  Maka saat upacara bendera hari senin, Pak Anjas Asmara memberikan sambutan tentang peraturan-peraturan baru yang harus dijalankan oleh semua siswa SMU Gonjales.  Menurutnya, peraturan baru itu peraturan resmi yang dikeluarkan oleh pihak pemilik yayasan, yang menurut berita atas desakan para orangtua siswa!  Nah, lho!?
“Peraturan ini penting yang mana untuk membiasakan disiplin bagi semua siswa!” Demikian ucap Pak Anjas Asmara yang disambut  dingin oleh seluruh siswa.
“Gimana nih?  Apa perlu kita demo lagi?!” usul Siau  Pin.
Anak-anak lainnya cuma melongo.

* * *


Siang itu, pas bel istirahat, Sita Cs asyik ngerumpi di kantin sekolah.
“Mau tau enggak, berita terhangat yang baru aja gue denger…?” ujar Dala,  mengusik sohib-sohibnya yang lagi pada asyik ngerumpiin pak Anjas Asmara.
“Ternyata…” sambung Dala, “… pergantian kepala sekolah selama ini bukan karena protes dari siswa atau karena mereka menyerah seperti bapak Armand Maulana dulu…  Semua ini hanya rekayasa ibu pimpinan yayasan aja!!”
“Kok bisaa...?”  anak-anak kompak, bengong.
“Ya.  Ternyata, biang keladi dari segala masalah ini adalah ibu pimpinan yayasan!”
“Kok?”
“Ya. Ibu pimpinan yayasan cuma menggunakan kesempatan jabatannya, dengan cara merekrut kepala sekolah baru.  Setiap kepala sekolah baru dimintai amplop!  Kasarnya, menyogok dengan uang!”
“HAH?!” anak-anak terbelalak.
“Terus gimana, dong?!” Sita penasaran.
“Sekarang ibu pimpinan yayasan dikeluarkan oleh pemilik yayasan!  Selanjutnya, yayasan akan dikelola langsung oleh pemiliknya.   Kebetulan salah satu putra pemilik yayasan ini bertugas di sekolah ini!”
“Siapa, yah…?”
“Siapa lagi kalo bukan kepsek kita yang baru, bapak Anjas Asmara?!”
“Bapak Anjas Asmaraaa...!?”
“Benar!  Bapak Anjas Asmara akan menjadi kepsek tetap kita!  Yang mana berkesempatan menjadi bapak kepala sekolah abadi!”
“Alaa, kita demo aja...!!” Siau Pin geram.
“Kayaknya enggak bakalan bisa!  Sebab sekarang ini enggak kaya dulu lagi.  Lagian gaya demo-demoan itu cuma idenya ibu pimpinan yayasan yang sekarang udah diberhentikan!”
Hah?! Anak-anak gengnya Sita semakin bengong, enggak bersuara lagi.  Semua kelihatan lemas.  Bukan hanya peraturan-peraturan  baru yang super ketat itu, tetapi karena keberadaan kepsek mereka yang baru: Pak Anjas Asmara.  Jelas-jelas, seterusnya mereka akan menikmati sambutan Pak Anjas, setiap upacara bendera senin pagi, yang penuh dengan kata… ‘yang mana…’
“Dan tahu enggak…?” lagi-lagi Dala, yang paling hebat kalo soal berita-berita terkini, buka suara. “…ternyata, ibu Dian Nitama yang baik hati itu, yang sekarang jadi pembimbing PMR sekolah kita, adalah istrinya bapak Anjas Asmara!
“HAH…!!?”
“KKN, Dong!”
“Ya enggak lah. Ibu Dian itu kan emang pantas jadi pembimbing PMR?” Sita buka suara.
“Tapi kan…”
“Udah lah… enggak usah dibahas!  Yang penting, biar gimana kita harus menerimanya.  Kita harus menghormati yang mana Pak Anjas Asmara menjadi bapak kepsek kita. Adapun yang mana ibu Dian Nitama itu ternyata tak lain istri Pak Anjas Asmara, kenapa kita jadi repot-repot memikirkannya. Tugas kita sekarang, gimana kita bisa belajar tenang, yang mana agar kita bisa pintar!”
“Baik ibu Sita!  Suatu saat nanti anda pasti menggantikan pak Anjas!” ujar Dala, yang disambut anak-anak lain dengan senyuman.***
Pamulang, 2003-01-02
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...