Mamat Metro

Mamat Metro

Ayahku Teroris

Cerpen  Zaenal Radar T.



Sumber:  Majalah SABILI,  No. 25 TH. XI 2 Juli 2004/14 Jumadil Awal 1425 H

gbr: alquran-sunnah.com




           Sejak dituduh sebagai teroris, ayah jadi bertambah  sibuk.  Rumah kami jadi selalu ramai.  Banyak orang berdatangan. Diantara yang berdatangan itu terselip  orang-orang penting. Pekerjaan ayah telantar.  Ayah jadi tidak setiap hari mengajar mengaji di surau. Tak lagi memberi ceramah pengajian seperti sebelumnya. Selain itu,  Ayah jadi tidak setiap hari mencangkul di kebun belakang rumah.  Kesehariannya berubah.  Rutinitasnya kacau.
Namun ayah tidak pernah mengeluh.
“Semua ini cobaan yang Allah berikan pada ayah,” ucap ayah, pada ibu dan semua anak-anaknya, sehari sebelum polisi menjemputnya.
“Tapi kan, apa yang mereka tuduhkan tidak benar!?” teriak kakak tertuaku.
“Orang berhak menuduh, nak.” ucap ayah lagi,  lembut.
“Tapi kan tidak berhak menuduh semaunya!?”
“Sudahlah, kita ikhlas dan bersabar saja.”
Keesokan harinya, polisi menjemput ayah.  Mereka memboyong ayah ke kota untuk diperiksa.  Kami menangis, demi menyaksikan Ayah digelandang polisi seperti layaknya pencuri.  Meski begitu, tak kutemukan  kesedihan di wajah ayah.  Ayah tampak tegar meski tuduhan yang dilontarkan kepadanya tidaklah main-main: Teroris!
Ketika diam-diam kunyalakan televisi, langsung muncul berita: Tersangka Teroris Diperiksa Hari Ini. 
Keesokannya wajah ayah terpampang di koran-koran.  Mungkin bukan cuma dibaca oleh orang-orang kampungku, melainkan juga oleh orang-orang di seluruh penjuru dunia.  Sebab kata berita, teroris adalah musuh semua negara!
***

Ayahku adalah seorang ustadz.  Ia mengajar mengaji di surau.  Kadang tak jarang ayah mengisi ceramah bila ada acara pengajian di luar.  Ayahku sering diundang keluar kampung, mengisi ceramah pengajian, baik pada acara-acara besar maupun kecil. Orang akan membludak bila ayah mengisi ceramah.
Tetapi belakangan, timbul apa yang tidak pernah terlintas dalam benak keluarga kami.  Tiba-tiba datang berita, bahwa ayah diduga salah satu dari teroris!  Ayahku teroris?  Aku geli mendengar tuduhan yang dijatuhkan pada ayah.  Bagaimana mungkin ayah seorang teroris bila kenal sama yang namanya senjata saja tidak?  Ini serius!  Saya tidak bohong.  Bahkan kata ibu, ayah takut mercon.  Apakah ada teroris yang takut mercon?
Lalu, bila ayah memang benar teroris, bagaimana cara ayah menakut-nakuti orang, merusak, mengebom, melenyapkan orang lain?  Ayahku, melihat aku menggebuk kucing bandel saja aku dimarahi habis-habisan!  Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya ia penyayang.  Dan terbukti pula, semua orang kampung segan kepadanya.
Ketika ayah dibawa polisi untuk diperiksa, semua orang kampungku protes keras.  bahkan orang-orang di luar kampungku, di kota lain, merasa keberatan atas tuduhan teroris yang dijatuhkan pada ayah.  Tetapi hal itu tak menjadi hal berarti.  Nyatanya, ayah tetap diperiksa polisi!
Kukumpulkan semua koran yang diberikan tetanggaku yang bekerja di kota.  Semua koran dan majalah memuat berita dan foto ayah.  Sayangnya, bukan sebagai seorang ustadz atau kiai.  Melainkan tuduhan yang dijatuhkan pada dirinya, teroris!
Teroris, pasti makhluk yang jahat sekali!  Kata berita, ribuan manusia mati dibom akibat ulah teroris!  Itu berarti, bila memang benar ayah teroris, ia telah dengan begitu kejamnya membunuh banyak orang! Lebih keji dari perampok bank!
Apa yang menyebabkan ayah dituduh teroris?  Hal itu yang tak pernah kami mengerti.  Sejauh yang aku tahu, ayah bukanlah orang yang pantas dituduh teroris.  Bagaimana mungkin seorang ustadz kampung dikatakan teroris?
Namun begitu, seandainya ayahku terbukti teroris, tidak bisa tidak, aku menerimanya dengan lapang dada.  Mau apa lagi?  Paling tidak, aku dan keluargaku harus siap dikucilkan oleh orang-orang diseluruh penjuru dunia.  Kubayangkan, jika benar ayahku seorang teroris, betapa hebatnya dia!  Hebat bukan dalam arti hebat yang sesungguhnya.  Hebat bukan dalam arti hebatnya seorang ustadz yang banyak pengikutnya.
Hebat yang kumaksudkan adalah hebatnya ayah, yang orang kampung dan seorang ustadz, mampu merakit bom, meledakkan kota-kota, meneror, atau setidaknya memasang bom di salah satu tempat (padahal mercon saja ia ngeri!),  atau setidaknya menyuruh orang lain, entah siapa, berbuat seperti apa yang dituduhkan kepadanya: Teroris!
Lalu bagaimana bila tidak terbukti? 
Bagaimanapun aku dan keluargaku sudah terlanjur tercemar nama baiknya!
Dan Aku jamin, pasti ayahku yang ustadz itu akan berkata: “Sabar, semua ini cobaan Allah.”
***

Hari ini ayahku dibebaskan dari segala tuduhan!  Ternyata dugaan teroris yang dijatuhkan pada ayahku tidak terbukti.  Ayahku bebas.  Pihak yang menuduh bahwa ayah adalah seorang teroris minta maaf.  Namun, tentu saja, nama ayah sudah terlanjur ngetop sebagai seorang teroris!
Ketika sudah kembali ke rumah, tak ada yang kurang dari diri ayah.  Ia tetap terlihat seperti apa yang kami kenal, seorang ayah yang tiada beda dengan ketika belum dituduh teroris.  Kami sekeluarga berkumpul kembali seperti sedia kala.
Pada suatu kesempatan, aku mendatangi ayah sambil membawa kliping koran yang pernah memuat berita dan foto-foto ayah.  Kami tertawa geli melihat tampang ayah di koran, dengan judul: “Seorang tersangka teroris hari ini diperiksa”.  Kami pun tak kalah gelinya, ketika melihat pada gambar di bagian bawahnya, foto puing-puing bangunan yang meledak oleh teroris, seolah menggambarkan ayahku pelakunya!
***

Belum seminggu Ayah di rumah, kembali terjadi ledakkan di ibukota. Sebuah gedung tinggi luluh lantah. Kami menonton lewat televisi 14 inchi pemberian dari salah satu murid mengaji ayah. Menurut berita di televisi, polisi belum bisa mengungkapkan siapa otak pelaku dibalik pengeboman itu.
Ketika kami sekeluarga sedang berkumpul makan singkong rebus, sejumlah polisi mengepung rumah kami. Nama Ayah dipanggil dengan pengeras suara. Beberapa perwira berpakaian seragam dengan senjata lengkap masuk ke dalam rumah, menunjukkan surat penangkapan.
Ayah pun di gelandang. Katanya akan kembali diperiksa. Kami sekeluarga menangisi kepergian ayah. Aku mungkin yang paling merasa kehilangan. Karena baru seminggu ini bersama-sama ayah di kebun. Selama seminggu ini ayah tak beranjak dari rumah, atau memberi ceramah pengajian seperti dulu. Ayah pun tak pernah kedatangan atau menghubungi seseorang. Aku tahu persis, karena  setiap hari selama seminggu ini aku dan ayah menanam singkong di kebun belakang rumah.***

                                                                                                                                        *) Jakarta, 2004
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...