Cerpen: Zaenal Radar T.
Sumber: Buku Kumcer antologi "Puteri Surat Cinta" (2005)
Sumber: Buku Kumcer antologi "Puteri Surat Cinta" (2005)
Gbr: kompasiana.com |
Malam minggu ini aku berada di beranda depan rumah sendirian menatap
cerahnya langit yang penuh bintang gemintang dengan bulan bulat terang seakan
menunjukkan bahwa malam minggu ini begitu indahnya untuk dinikmati apalagi
dengan hati yang riang penuh keceriaan.
Tak seperti malam
minggu-malam minggu sebelumnya aku kok bisa merasa seriang ini meski seperti
biasanya pula aku sendirian nggak kayak teman-teman kebanyakan yang
menikmati malam mingguan dengan gebetan atau jalan dengan anak-anak se-geng
demi menghabiskan malam panjang yang telah dinanti-nantikan setelah
menghabiskan rutinitas selama kurang lebih 144 jam.
Betapa tidak biasanya malam minggu kali ini ketika bulan
menyemburkan semburat cahaya indahnya menerangi keremangan beranda rumahku yang
memang sengaja tak suka terang karena menganggap keremangan sebuah kesejukan
dan kedamaian.
Dengan ditemani cahaya rembulan dan kerkap-kerlip bintang
gemintang aku di beranda depan rumah sendirian pada sebuah kursi bambu panjang
yang bagian kepalanya lebih tinggi sehingga ketika tubuhku kurebahkan tatapan
kedua mataku mengarah ke atas pada benda-benda langit yang berkerlip pendar
yang tak mungkin mampu kuhitung dengan jari-jari tangan.
Aku merasa beruntung memilih tinggal di rumah sendirian
ketika papa mama dan kedua adikku mengajakku jalan-jalan ke mal untuk sekadar
santai minum kopi di kedai kafe atau
mampir di toko buku seperti malam
minggu-malam minggu sebelumnya yang telah menjadi semacam kemonotonan memuakkan.
Senang sekali berada di rumah sendirian seperti ini tanpa
diganggu oleh obrolan basa-basi yang membosankan atau menonton acara televisi
yang membuatku merasa jijik dan muak melihat akting para pemain sinetron yang
wajahnya itu-itu saja dan cerita yang asal-asalan penuh ketidakmungkinan.
Kini setelah kurebahkan tubuhku pada bangku panjang betapa
aku merasa nyaman betapa aku merasa riang dan tenang melihat bintang
berkerlipan mengelilingi rembulan seolah hidup ini memang benar-benar indah dan
penuh kegembiraan yang memancar dari setiap sudut dan arah di mana datangnya
angin yang bertiup perlahan hingga dahan ranting kembang di halaman saling
bergemerisik bersahut-sahutan.
Amboi oh Tuhan... sejuknya perasaan ini mengingatkanku pada
suasana puncak gunung yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar yang bagian
lerengnya ditanami pohon-pohon teh rapih menjulur seperti sebuah lajur
gari-garis pada buku tulis yang lazim kugunakan untuk menulis kata-kata dan
hurup-hurup di sekolah.
Tumben memang bener-bener tumben kenapa perasaanku saat ini
di malam minggu yang cerah nan indah ini aku bisa begitu menikmati
kesendirianku yang selama ini selalu saja kusesali sebab menurut banyak
teman-temanku di sekolah bahwa malam minggu adalah malam di mana kita bisa
bersama-sama orang-orang yang kita cintai yang tidak lain dan tidak bukan
adalah seorang gebetan yang kedatangannya selalu dirindukan dalam kurun
waktu enam malam?
Aku memang belum pernah mengalami bagaimana rasanya
menikmati malam minggu berduaan dengan teman cewek yang kuanggap spesial dalam
arti aku suka padanya dan dia suka padaku tetapi apakah bila aku bersama dengan
cewek yang kumaksud ini aku bisa merasakan kegembiraan seperti yang kurasakan
seperti saat ini?
Biarlah waktu yang akan menentukan kapan saat dimana aku
bisa berduaan di malam minggu yang indah
dan cerah yang menurut kebanyakan teman-temanku bilang sungguh membuat perasaan
ini meluap-luap bagai ombak di lautan yang sering membuat pantai bergetar
karena gemuruhnya yang begitu meriah.
Tiba-tiba, saat perasaanku tengah berbunga-bunga ini, awan
berarak bergerak-gerak menutupi rembulan dan bintang-bintang hingga langit
menjadi hitam pekat bagai pantat penggorengan yang kemudian diikuti oleh
kilatan halilintar mengingatkanku pada lambang PLN yang tertempel di dekat kaca
pintu rumahku hingga pandanganku menjadi tampak mendadak kaget oleh kilat yang
entah darimana asalnya yang pasti bukan semburan naga yang pernah kutahu
ceritanya sewaktu aku masih sering mendengar dongeng sebelum tidur.
Setelah itu gerimis perlahan jatuh membasahi tanah diikuti
gemuruh halilintar jauh dari arah sudut cakrawala entah di mana namun tak
sedikitpun membuat aku pergi atau beranjak dari tempat dimana aku terlentang
menatap langit yang menumpahkan air seolah menangis meratapi kesedihan yang tak
pernah kuketahui mengapa sebabnya.
Aku teringat cerita seorang teman yang kehujanan dengan
seorang teman ceweknya sewaktu tengah jalan-jalan sampai-sampai temanku yang sangat perhatian pada ceweknya itu
membuka jaketnya lalu menutupi kepala ceweknya hingga air hujan tak mampu
menembus wajahnya.
Teringat akan hal itu aku jadi ingin merasakan bagaimana
bila saat ini aku memiliki seorang teman cewek yang sudah pasti akan selalu kuperhatikanan
dengan cara tulus dan ikhlas melindunginya dari rasa dingin dan sepi seperti
malam ini yang sejujurnya kuakui terkadang datang berkelebat-kelebat
ditengah-tengah nikmatnya kesendirianku.
Gerimis yang
tiba-tiba tumpah membasahi bunga-bunga rerumputan kolam ikan dan pot-pot kaktus
halaman terus tumpah secara bersamaan seolah ada yang sengaja menurunkannya
entah dengan maksud apa mungkin ingin memberikan semacam pelajaran hidup padaku
bahwa suasana semacam keindahan dan keceriaan bisa secepat kilat lesap berubah
dari cerah menjadi mendung?
Oh Tuhan aku tak merasakan perubahan akan nikmatnya
kesendirianku saat ini meski langit muram tak ada cahaya bintang-bintang dan
rembulan dan yang hadir justru gerimis yang diikuti gemuruh halilintar timbul tenggelam di kejauhan.
Aku masih tetap tidur-tiduran di atas bangku bambu panjang
yang bagian kepalanya lebih tinggi hingga tatapan kedua bola mataku mengarah ke
langit yang tengah menurunkan gerimis malam yang jatuh teratur membentur air
kolam hingga suaranya berkecipak-kecipak bak riak yang digerakkan angin di
sebuah kolam yang luas berada dipinggir lautan.
Kunikmati
kesendirianku pada kemurungan malam yang menangis lantaran mendung yang
bergelayut manja hingga pada akhirnya menciptakan kilatan halilintar beserta
pekikan bergemuruh lantas gerakan vertikal lurus berupa gerimis layaknya
seorang jomblo kesepian yang menangis.
Tapi aku tak
mau disebut jomblo yang tengah menangis karena menikmati kesendirian pada malam
minggu yang sendu! Aku adalah seorang laki-laki
yang tetap ceria meski di malam minggu seperti ini begitu sepi dan senyap! Keriangan yang merebak merasuki fikiranku melalui
sel-sel dinding otak membuatku merasa tak perlu menyesali kesendirian yang
sebenarnya bisa nikmat seperti yang terjadi pada malam yang berubah gerimis
seperti saat ini.
Ternyata kehadiran gerimis justru mendatangkan kesejukan
dan ketentraman lewat suara rintik tik-tik di atas genting yang menimbulkan
semacam irama yang menciptakan nada-nada pencerahan jiwa hingga alam fikiranku
pun melayang-layang seperti seseorang yang tengah terbang di sebuah kawasan
hijau penuh bunga-bunga dan sungai serta danau yang jernih airnya.
Kegembiraanku malam ini begitu agung dan sempurna ketika
tiba-tiba airmataku tumpah membasahi pipi karena saking terharunya mengalami
keceriaan yang meluap-luap seolah-olah hidup ini memang benar-benar indah dan
harus dinikmati. Yeah, aku begitu terharu hingga lupa pada apa yang baru
saja terjadi menimpaku.
Siang tadi aku sempat merengek-rengek pada seorang cewek
yang selama ini dekat denganku untuk bisa datang ke rumahnya untuk malam
mingguan guna melesapkan kesendirianku dengan maksud meruntuhkan rekor kesendirianku
di malam minggu yang selalu saja dirundung kesedihan.
Sekarang baru kusadari bahwa tanpa dirinya pun aku bisa
menikmati malam mingguan seperti yang saat ini kualami di mana perasaanku
benar-benar tenang damai dan riang gembira tiada terkira hingga airmata ini
ikut-ikutan tumpah ruah saking merasa gembiranya seperti gerimis jatuh dari
langit yang bocor!
Ya Tuhan... kini aku tak menyesali kesendirianku seperti pada waktu-waktu
sebelumnya sebab ternyata kesendirian bisa dinikmati dengan perasaan yang
begitu damainya begitu riangnya dan begitu gembiranya hingga tak ada lagi kesebalan yang pernah
menginggapi perasaanku karena merasa sepi sendiri.
Bersyukur aku kepada yang menciptakan ketentraman dan
kedamaian hati yang sebelum ini tak pernah kurasakan sekali saja seumur hidupku
seperti yang kunikmati pada malam minggu yang sungguh menyenangkan hati ini.
Aku berharap bisa menikmati kesendirianku pada malam minggu
berikutnya seperti yang kini kurasakan sampai tiba saatnya datang seseorang
yang bersedia menemani kesendirianku.
Uh, tapi aku tak mau memikirkannya sekarang. Lebih baik
kunikmati saja kesendirianku saat ini tanpa harus memikirkan apa-apa yang belum
terjadi.***
*)Pamulang, 20/02/04 09.10.05 wib
0 comments:
Posting Komentar