Cerpen: Zaenal Radar T.
Sumber: Majalah KAWANKU, No. 03/XXXIII, 14-20 Juli 2003
“Namanya Timur,” ujar Sisi Bangga. ”Panjangnya, Timur Samudro. Keren enggak, tuh! Kayaknya, pas banget sama tampangnya yang
cool!” tambahnya.
Keempat sohibnya mendengarkan dengan takjub. Mereka enggak nyangka kalo Sisi yang paling
pendiam bisa tahu nama cowok penunggu kantin sekolah yang baru itu.
“Kira-kira mau enggak ya, Timur nge-date ama gue?” harap Nina, sambil memejamkan mata dan berdiri dalam
posisi seperti memeluk seseorang.
“Langkahin dulu mayat gue!” teriak Shella, sembari ketawa
ngakak.
“Eh, elu-elu pada! Jangan ngeremehin gue, dong! Kan yang
pertama ngasih tahu tentang cowok di kantin itu gue! Lagian, yang pertama kali akrab kan gue
juga! Sekarang kok, jadi malah elu yang
sok berkuasa?!” Dira sengit.
“Iya, Ra. Lu bener.
Tapi kan elu cuma akrab gitu-gitu aja.
Nanya namanya aja elu gak berani!” Sisi balik nyerang Dira.
“Ya udah. Sekarang
gini aja. Kita punya hak untuk seneng
siapa aja. Adapun nanti yang kita
senengin responnya gimana, maksudnya oke apa nolak, ya… kita harus
menghormatinya. Fair kan, kalo
begini?” akhirnya Shella kotbah.
“Sebenarnya
gue enggak mau ikutan. Siapa sih cowok
kantin bernama Timur Samudro itu? Meski
ganteng abis, dia kan cuma penunggu kantin?
Tapi, kalo elu-elu pada nantang,
gue sih siap aja. Asal lu pada
inget. Dia tuh, seandainya nanti jadian sama gue, gue enggak bisa
berharap banyak buat seriusan sama dia!!”
Sandra yang rada-rada tajir, akhirnya ikutan buka suara.
Dan sejak siang itu, kelima cewek sohiban itu sepakat
bersaing untuk mengambil simpati si cowok keren penunggu kantin bernama Timur
Samudro!
* * *
Semula, Sandra yang paling enggak tertarik sama Timur. Tapi belakangan, justru Sandra yang paling gencar ngedeketin
Timur.
“Bu, emangnya keponakan ibu kuliah di mana, sih?” tanya
Sandra pada ibu kantin. Maklum, ibu
kantin lah satu-satunya media yang bisa di akses. Selain itu Sandra males nanya langsung sama Timur.
Alasannya, takut nanti Timur kegeeran! Tapi sebenarnya, Sandra
gengsi! Gengsi?!
Menurut keempat sohibnya, Sandra itu aneh! Berusaha nyari perhatian, tapi pake
gengsi-gengsian segala! Hihi... Tapi,
sejauh ini, justru Sandra yang paling banyak tahu tentang siapa Timur. Semua itu karena kegigihannya melakukan
interograsi terhadap ibu kantin, yang tak lain bibinya si Timur.
Sementara
itu, keempat sohibnya kesulitan sekali berbincang-bincang dengan Timur. Mereka enggak bisa berlama-lama. Apalagi ketika di kantin. Sebab Timur sibuk
melayani para pembeli lain, yang mendadak jadi membludak sejak Timur bergabung
bersama bibinya. Pengunjung kantin
dadakan itu, siapa lagi kalo bukan anak-anak cewek yang enggak kalah genitnya
ketimbang Sandra Cs. Di luar jam kantin,
Timur sulit ditemui karena urusan kuliah dan les musik. Hmm…
Namun pada suatu kesempatan Sandra bisa ngobrol banyak sama
Timur. Karena secara enggak sengaja,
Sandra ngeliat Timur lagi sendirian di gerbang sekolah. Waktu itu Sandra hendak pulang dengan
sedannya. Sandra mencet klakson, cari
perhatian.
“Timur! Kok, bengong?
Lagi ngapain?!”
“Eh… Hai… Ngng…”
“Kok, ngngg… sih? Kayak tawon aja. Mending ikut saya, yuk?”
Tiba-tiba Sandra yang terkenal sok jual mahal berubah jadi
genit. (Mungkin karena lagi enggak ada sohib-sohibnya.) Apalagi terhadap Timur, yang menurutnya
enggak kelas. Jauh kastanya!
Cie, si Sandra.
Mentang-mentang dibilang paling cakep diantara sohib-sohibnya! Sombongnya luar biasa! Sandra ini emang cewek yang paling pilih-pilih
kalo soal cowok. Enggak aneh lah kalo
diantara sohib-sohibnya cuma Sandra seorang yang belum pernah sekalipun
merasakan punya cowok! Sebab setiap
ditawarin atau dicomblangin, Sandra selalu nolak dengan alasan enggak
kelas! Emang sih, kalo Sandra mau, cowok
yang naksir dia itu udah enggak keitung. Bejibun! Termasuk si Markum Irama, cowok kelas dua
yang kerap berdandan ala punk padahal
ngefans berat sama raja dangdut Rhoma Irama.
Sebenarnya Sandra suka sama Markum Irama yang dia anggap enggak level
itu. Tapi Markum suka musik dangdut! (Ih, apa hubungannya, yah…?!)
“Coba kalo Markum gandrung musik lain, minimal jazz
lah… kan enggak malu-maluin!” ucap
Sandra waktu itu pada sohibnya, setelah nolak Markum Irama yang ternyata
memilih dangdut daripada Sandra!
“Jazz…!? Haha, di
barat tuh, musik jazz digandrungin sama anak-anak kulit hitam yang kumuh! Termasuk gelandangan!” sambar Nina sewot.
“Udah, jangan dibahas!
Jangan pernah mengkotak-kotakan musik!
Musik itu bukan milik kelas tertentu!
Musik itu milik kita semua! Kamu
Sandra, kamu suka Beethoven, yah… Suka Mozart…?
Asal elu tahu, tetangga gue yang ngontrak dan sering dikejar-kejar tukang kredit pun paling demen sama tuh
aliran! Mulai sekarang, berhentilah
berdebat soal selera! Om gue yang punya
mercy lima juga sukanya musik gambang kromong!” wah…wah… Sisi waktu itu
ngamuk.
“Ya udah… Sisi, Sandra, kita jangan ngomongin yang kayak
gini lagi yah…” akhirnya Shela menenangkan mereka.
“Iya Si, San, kita temenan, dan masing-masing berhak untuk
memilih apa pun yang kita suka. Soal
selera, kan kita sendiri yang merasakannya?!
Gue sih sebodo amat elu pada suka apa.
Yang penting, kita semua temenan!
Okey!!!” giliran Dira yang
akhirnya ikutan ceramah.
Yah, namanya juga Sandra. Sebenarnya semua sohibnya udah
enggak aneh sama sikapnya. Termasuk
keluarganya di rumah. Orang-orang
rumahnya sendiri aja dibilang kampungan.
Seperti papi dan maminya, yang demen banget lagu berirama dangdut dan
suka nonton filem india.
Eits, jadi keterusan nih!
kita kembali pada Sandra yang lagi ngecengin Timur, ya!
“Gimana, Tim? Kok,
mikirnya lama?!” Sandra mengusik keterdiaman Timur yang nampak bingung
didatengin cewek cakep.
“Emangnya kamu mau ke mana?” Timur mendekat ke jendela
sedan Sandra. Menyandarkan kedua
tangannya pada bagian atas kap.
“Ke mana aja…”
“Oke, deh… Tapi…”
“Alaa, pake melintir kumis!
Ayo, naik!”
Wah, waah! Sandra ngebet banget, ya! Untung sohib-sohibnya udah pada ngacir
duluan. Coba kalo masih ada, bisa-bisa
Sandra dapet cap baru… ‘cewek paling gatel di geng mereka! Hehehe…
“Kok, pake bilang melintir kumis? Saya kan enggak manjangin kumis?” protes
Timur, setelah sudah duduk di sebelah Sandra.
“Abis, mikirnya lama.
Kayak Pak Raden diajak kerja bakti aja…”
“Hihi, kamu lucu juga, ya…”
“Hayo, deh… pasti kamu mau bilang… kenapa enggak gabung
sama ketoprak humor aja…?”
“Hihi, kamu GR amat, sih?!
Saya tuh cuma mau bilang, kenapa kamu enggak duet bareng si Omas aja?!
Huahaha….!”
“Huu… Timur Jahat! Jahat!!” Sandra menggelitik pinggang
Timur. Timur berhasil mengelak,
menangkap tangan Sandra.
“Lepas, dong! Entar nubruk, niih…!”
Hmm,
selanjutnya udah bisa diduga. Sandra
jadi benar-benar akrab sama Timur.
Seandainya sohib-sohibnya melihat adegan ini, pasti pada sirik. Dan
Sandra ngerasa, tinggal sejurus lagi, Timur bakalan takluk! Dan itu berarti, dia yang berhak menggondol
Trophy! Setelah itu terserah
Sandra. Mungkin, Timur langsung
diputusin aja karena enggak kelas?
Enggak terasa, Sandra dan Timur sudah berada di sekitar Mal
Taman Anggrek.
“Eh, kita mau ke mana, nih?” tanya Timur.
“Gimana kalo kita mampir makan?”
“Tapi saya baru aja makan.”
“Seenggaknya kamu mau kan, nemenin saya makan?”
“Ee… oke, deh!”
Timur menemani Sandra makan di salah satu resto fast food. Baru sekali jalan bareng Timur, Sandra udah
ngerasa hepi banget. Karena Timur ini
ternyata cowok yang luamayan berwawasan oke.
Terutama soal musik. Terang aja,
Timur emang kuliah di jurusan musik.
Seneng banget Sandra bisa jalan bareng sama Timur.
Sandra berharap siang ini ada satu dua sohibnya
melihatnya. Biar mereka percaya bahwa
siang ini dia bisa jalan bareng Timur!
Tapi harapannya pupus. Karena
sampai ketika hendak pulang, tak satu pun anak yang ia temui di mal. Padahal biasanya sabtu siang begini mereka
pada keluyuran di mal ini. Siaul, Sandra sebel harus menceritakan kejadian ini
sendiri.
“Gila lu, San! Jadi
sabtu siang itu elu nge-date sama Timur!” ucap Nina histeris, di kantin
sekolah. Keempat sohib Sandra yang lain
langsung ternganga. Terlebih-lebih Sisi,
yang sebentar lagi mau cerita, bahwa baru pagi ini Timur dan dia main
senyum-senyuman saat berpapasan di dekat pintu toilet.
“Ssttt… jangan teriak-teriak gitu, ah. Tuh… lihat, enggak
enak sama bibinya…”
“Terus, terus… ceritanya gimana, dong…” suara Nina
melunak. Akhirnya, dengan jumawa, Sandra
menceritakan kejadian sabtu siang kemarin pada keempat sohibnya. Dan tentu dengan sedikit bumbu, biar kedengaran tambah romantis. Sohib-sohibnya
terkagum-kagum pada Sandra. Tapi menurut
mereka, bukan berarti Sandra menjadi cewek paling berhak mendapatkan
Timur. Sebab mereka tidak percaya begitu
saja terhadap cerita Sandra. Mereka
harus benar-benar jelas melihat sejauh mana Sandra mampu menaklukan Timur! Wuih, serem euy...!
Saat lagi asyik-asyiknya ngobrol, ibu kantin yang tak lain
bibinya Timur melintas meja mereka. Sisi
langsung menghadangnya, menanyakan Timur.
“Bu, Timur kok enggak kelihatan?!” tanya Sisi, merasa yang
paling perhatian pada Timur di depan bibinya.
“Katanya sih lagi ada acara manggung di… di…”
“Manggung?! Di mana…!?”
“Aduh, non, ibu enggak apal nama tempatnya. Tapi ibu punya posternya. Sebentar ya…”
Ibu kantin masuk.
Lalu kembali dengan selembar kertas.
“Nih non...”
“Hah!? I Like Monday?
Hard Rock CafĂ©!!” teriak Sisi.
Semua anak sontak mengerumuni kertas itu.
“Coba liat!” Sandra merebut kertas itu, “Hmm…, pantas dia tahu banyak kalo cerita soal musik. Ternyata Timur…”
“Eh... gue mau nonton, ah!” Shella langsung bangkit, “Sore
ini kan, manggungnya?!”
“Gue juga mau siap-siap dandan, ah!” sambar Dira.
“Ya udah, kita berangkat bareng! Entar jam lima kumpul di
rumah gue!!” Sandra enggak kalah semangat.
Kelima cewek itu langsung menghambur setelah membayar. Ibu kantin cuma bisa bengong.
* * *
“Udah Sandra, jangan kelewat sedih begini. Emang siapa sih, Timur Samudro itu?! Dia masih jauh banget dibanding Kenny G!!”
ucap Shella, saat konser Timur usai.
“He-eh, San! Jangan
terlalu diambil ati! Dia kan cuma
penunggu kantin!” Sisi malah bernada
sarkastis.
“Bukannya elu enggak kelas sama dia?!”
“Katanya enggak level!?”
“Belum tentu cewek cakep yang ngegandeng Timur di samping
panggung itu ceweknya. Siapa tahu cuma
temen biasa?”
Sandra tetep nangis
sesenggukan meski keempat sohibnya berusaha abis-abisan menenangkannya.***
*) HRC,
Jakarta, Last Monday Evening….
0 comments:
Posting Komentar