Mamat Metro

Mamat Metro

Si Bengal

Cerita Pendek  Zaenal Radar T.


Sumber:
- Majalah KaWanku, No. 18/XXXII, 28 Oktober –  3 November 2002
- Dibukukan kedalam buku "Kantin Love Story" {LPPH, 2004]
            
Ilustrari Foto: SW, tabloidprofil.blogspot.co.id
            Sejak kejadian di bus siang itu, Riene jadi begitu kagum sama Si Bengal.  Padahal sebelumnya, di mata Riene Si Bengal makhluk yang sungguh luar biasa menyebalkannya!  Semua murid di sekolahnya pun tahu bahwa yang disebut Si Bengal itu biang dari segala sumber malapetaka!  Hobinya selain tawuran dengan sekolah sebelah, adalah mengganggu adik-adik kelas.  Cirinya mudah dikenali.  Kalo ngomong suaranya paling keras.  Seragamnya selalu kumal dan gak pernah dimasukkan.  Si Bengal tak pernah keliatan rapih.
Namun begitu tetap aja Riene suka.  Sohib-sohib Riene pada kebingungan, mengapa akhir-akhir ini Riene begitu perhatian pada Si Bengal.
“Namanya Irgi!” kata Riene pada sohib-sohibnya, dengan bangga.
“Tampangnya sih oke.  Tapi, kelakuannya naudzubileh!” Shinta langsung menanggapi.
“Kalo gue punya sodare kayak die, udah gue karantina ke Nusakambangan!” kata Mila, sengit.
“Husy!  Emangnya dia penjahat, apa?”  protes Riene.
“Habis, kalo bukan penjahat, apa dong namanya?  Dia kan emang kerjaannya ngeganggu orang  lain?” Mila balik menyerang.
“Iya, dia emang pantes di jeblosin ke penjara!” tambah Shinta.
“Kalo aja bokapnya bukan orang penggede, dia udah lama dijeblosin ke terali besi!” Riri, yang paling diem diantara sohib-sohib Riene, ikut komentar.
“Sudah!  Sudah!  Kalian emang gak pernah bisa ngerti perasaan orang!” sungut Riene.  Lalu berlari meninggalkan semua sohibnya sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya.  Riene sesenggukan di ruang kelas.
Akhirnya sohib-sohib Riene jadi tambah kebingungan.  Mengapa Riene jadi berubah begini?  Sebelumnya, Riene yang paling sengit kalo ngebahas tentang keburukan Si Bengal Irgi.  Meski waktu itu semua sohibnya pada cuek bebek, karena saking terbiasanya sama ulah brutalnya tuh cowok!
Tapi sekarang, Riene malah abis-abisan ngebela-belain anak bengal itu!  Ya, kini Riene begitu mengaguminya.  Sejak kejadian di sebuah bus pas bubaran sekolah.  Waktu itu sopir yang biasa ngejemput Riene lagi berhalangan, karena mendadak ada urusan penting.  Mang Udin mengantar Mami latihan poco-poco!  Dan itu begitu menjadi sangat penting karena Mami yang biasa bawa mobil sendiri memerlukan Mang Udin.  Maklum, kata Mami, setiap habis latihan poco-poco sekujur badannya jadi  sukar sekali digerakkan.  Saking lelahnya.  Mungkin karena terlalu banyak gerakkan-gerakkan sulit, yang membutuhkan tenaga super ekstra!
Jadi terpaksa deh Riene mengalah.  Karena selain kasian sama Mami, Riene diming-imingi uang jajan lebih sama Mami.  Hihi, kasian kok mesti ada iming-imingnya?
Akhirnya siang itu Riene mesti naik bus kota.  Kebetulan semua sohibnya udah pada ngacir lebih dulu.  Riene nggak dapet tumpangan.  Lagi pula Riene emang sengaja kepingin naik bus kota, biar bisa ngerasain suasana baru, pulang sekolah naik bus kota.
Ternyata benar kata koran-koran, naik bus kota itu nggak nyaman.  Biar kata bus AC, tetap aja panas ‘en sumpek!  Abisnya, kalo belom penuh bejubel, bus masih aja ngetem nunggu penumpang.  Mestinya kalo semua kursi telah terisi, bus berangkat.  Dan tidak mengambil penumpang di tengah jalan bila penumpang harus berdiri.
Dan siang itu Riene gak kebagian duduk.  Riene berdiri bersama penumpang lain, yang diantaranya anak-anak seragam putih abu-abu seperti dirinya.  Kebanyakan anak-anak cowok.  Mereka berisik sekali.  Oh, Riene kenal sama salah satu suara cowok berseragam SMU yang paling berisik itu!  Dia Irgi, si cowok bengal itu!
Beberapa lama kemudian, di sebuah perempatan, seorang penumpang turun.  Riene dapat kursi kosong.  Dan pada lampu merah ke dua, ada lagi penumpang turun, termasuk yang duduk di sebelah Riene.  Si Bengal yang belum kebagian duduk beringsut meninggalkan teman-temannya yang juga gak kebagian duduk, ke tempat duduk di sebelah Riene yang kosong.  Dan pada saat itu, naik empat lelaki.  Dua diantaranya bertubuh kekar, dan duanya lagi bertubuh kerempeng.
            Si Bengal duduk di sebelah Riene, seolah tidak mempedulikan cewek manis itu duduk di sebelahnya.  Barangkali karena Si Bengal gak kenal, meski satu sekolah, atau karena ia emang gak mau kenal?  Dan Riene memakluminya. Riene tau benar siapa Irgi.  Riene pernah dengar selentingan:  Si Bengal pernah mencekal kerah seragam Nunik Titania, dan hampir menghajar cewek centil itu!  Waktu itu katanya Nunik iseng ngegodain Si Bengal.  Abis, Si Bengal kan emang cukup pantas buat digoda?  Tapi, Si Bengal rupanya gak suka digodain. Padahal Nunik gak jelek-jelek amat. Ah, dasar Si Bengal, do’i gak peduli meski makhluk yang hampir dihajarnya itu cewek yang lumayan cakep.  Makanya, meski Si Bengal cowok tampan, gak ada seorang cewek pun berani coba-coba cari perhatiannya.  Mendengar namanya aja ngeri!  Termasuk Riene.  Riene bukan cuma ngeri.  Tapi benciiiii banget!
            Pas kira-kira dua menit kemudian, setelah Si Bengal duduk dan ngangkat HP-nya yang kebetulan nyaring, empat lelaki yang baru aja naik di perempatan lampu merah tadi, berdiri mengacungkan senjata!  Satu yang bertubuh kekar menodongkan celurit ke leher Pak Sopir.  Satunya lagi ke kernet yang berdiri di pintu bus.  Dua yang kurus mengancam para penumpang, termasuk anak-anak berseragam abu-abu yang tadinya berisik dan mendadak sepi itu.
            Lelaki kekar yang menodong Pak Sopir dengan celurit angkat bicara, memerintahkan Pak Sopir agar tetap melajukan busnya.  Para penumpang diminta menyarahkan semua barang-barang yang mereka miliki.  Satu yang kurus mulai mempreteli penumpang yang duduk paling depan.  Ada kalung, dompet, tas, HP, jam tangan. Semua yang dianggap berharga diminta paksa.  Sementara itu Riene gemetaran di kursi tengah.  Ia pasrah menunggu giliran.  Riene melirik pada Si Bengal yang masih nampak asyik berHP-ria! Si Bengal seolah cuek sama aksi para pembajak bus kota itu.  Dan Si Bengal tak bergeming ketika para penumpang semakin gaduh aja, bahkan ada diantaranya yang menangis!  Lelaki kekar yang menodongkan celurit berteriak, agar penumpang diam.  Si Bengal nampak sedikit terusik mendengar teriakkan si kekar itu.
           “Uh, berisik amat? Eh, ada apa sih?” Si Bengal mengeluh, berbisik pada Riene.  Riene gak menimpali dan malah sibuk mengeluarkan isi tas, mencopot cincin, jam tangan, dan barang-barang yang diminta para pembajak.  Rupanya si kerempeng memang sudah hampir pada gilirannya!
Ngerasa dicuekkin Riene, Si Bengal kembali asyik bicara di HP.  Kali ini Si Bengal seperti menghubungi seseorang. Tak lama, si kurus sudah berada di sebelah Si Bengal!  Si Kurus mendapat sedikit kesulitan.  Si Kurus meminta paksa HP Si Bengal tetapi Si Bengal tetap asyik aja bicara!
           “Rese amat sih lo!”  teriak Si Bengal sambil terus berdiri, menghantam si Kurus dengan kepalnya.  Si Kurus tersungkur bersama barang-barang jarahannya!  Si Kurus yang satunya lagi berteriak, mengancam, sambil mengayun-ayunkan pisau lipatnya.
            Melihat itu, Si Bengal mengangkat bahu seperti mengejek pada para pembajak.  Lalu  Si Bengal bicara pada Riene yang masih gemetaran di sebelahnya.  Si Bengal yang sudah pada posisi berdiri, membungkukkan tubuhnya pada Riene.  Kemudian katanya, “Non, kadang-kadang yang konvensional tidak selalu terbelakang.  Seperti HP saya ini.  Papi saya baru aja menyuruh saya menukarnya dengan yang terbaru, yang lebih modis dan lebih tipis!  Tapi saya bilang padanya, yang saya butuhkan bukan gaya, tetapi daya gunanya!  Coba kamu perhatikan, seandainya HP saya tidak sebesar ini…”
            Si Bengal menggenggam Hp-nya, yang memang jauh lebih besar dari milik Riene, lantas melemparnya ke arah si Kurus dengan sekuat tenaganya!  Tepat menghantam jidat lelaki itu!  Si Kurus terjerembab dan pisau lipatnya terlepas! Si Kurus itu pun menyusul temannya, pinsan.
            Dua pembajak lain, yang bertubuh kekar, tampak gugup.  Apalagi pada saat itu terdengar raungan sirene polisi di belakang bus. Pasti Si Bengal yang menghubunginya, lewat Hpnya itu!  Pada saat yang hampir bersamaan, lelaki kekar yang menodong sopir melompat ke luar, setelah membuka pintu otomatis bus yang sudah dalam keadaan oleng.  Tetapi malangnya, lelaki kekar satunya lagi terjepit di pintu belakang ketika hendak ikut melompat, dan habis di keroyok para penumpang seragam putih abu-abu! 
            Tak lama, bus segera menepi dan langsung diserbu polisi.  Dua pembajak yang bertubuh kurus dibekuk.  Yang kekar diamankan.  Yang kekar satunya lagi, yang mencoba kabur dengan cara melompat lewat pintu, lebih dulu dibawa ke rumah sakit karena terluka parah.  Para penumpang keliatan puas.  Riene yang hampir pinsan pun mulai bernafas lega.
            “Kamu tidak apa-apa, Gi?” tiba-tiba seorang polisi berpakaian sipil menanyai Si Bengal..  “Gak pa-pa, Om,” sahut Irgi dan langsung meninggalkan bus kota itu.  Riene berusaha mengejarnya tetapi Si Bengal keburu hilang di telan angkutan kota.  “Makasih, Gi…” ucap Riene dalam hati.
***
           Sejak kejadian di bus siang itu, Riene jadi begitu kagum sama Si Bengal.  Padahal sebelum ini, di mata Riene Si Bengal makhluk yang sungguh menyebalkan.  Semua anak di sekolah pun tahu bahwa Si Bengal ini biang dari segala sumber malapetaka!  Hobinya selain tawuran dengan sekolah sebelah, adalah mengganggu adik-adik kelasnya…
           Tiba-tiba Riene jadi ingin sekali mengenalnya.  Tak peduli apa kata sohib-sohibnya.  Dan pada suatu sore Riene menemukan Si Bengal di sebuah kios kaki lima.  Riene menyuruh Mang Udin menepi.  Mang Udin hendak menolaknya.  Sebab Mang Udin udah janji mau jemput Mami yang lagi latihan poco-poco.  Tetapi karena Riene terus merengek, apa boleh buat, Mang Udin mengalah.
           “Irgi!”  Riene memanggil Si Bengal yang tengah asyik minum teh botol.  Tetapi Si Bengal keliatan cuek.  Riene gak putus asa.  Ia mendatangi Si Bengal yang lagi duduk sendirian.  Gak lama, keduanya saling tatap.  Riene mengulurkan tangan, memperkenalkan diri.  Namun Si Bengal gak menghiraukan.  Si Bengal malah bilang, “Ada apa?”  Kontan aja Riene tersinggung dan berbalik arah.  Riene ngerasa disepelekan Si Bengal.  Ia tinggalkan Si Bengal yang sombong itu!
           Tetapi sebelum Riene tiba di mobilnya, Si Bengal memanggilnya.  Riene cuek.  Maksudnya, ngebales perlakuan Si Bengal tadi!  Ketika sudah berada di dalam mobil, Riene memerintahkan Mang Udin tancap gas!  Si Bengal mengejar Riene dengan motor sportnya.  Belum beberapa jauh, motor Si Bengal berhasil menyalip mobil Riene.
           Setelah itu Riene turun.  Si Bengal menunggu di atas motor yang tepat berada di depan kemudi Mang Udin.  Riene menyuruh Si Bengal menyingkir.  Si Bengal tetap duduk di atas motornya.  Lalu, justru Mang Udin yang mengalah.  Mang Udin memberi isyarat pada Riene.  Mang Udin menunjuk jam tangannya sendiri dengan telunjuknya.  Apalagi kalo bukan bertanda bahwa ia akan terlambat menjemput mami Riene  yang lagi poco-poco!
          Akhirnya Riene membiarkan Mang Udin pergi menjemput Mami. Mang Udin pun gak merasa khawatir pada Riene.  Mang Udin pikir, udah biasa sepasang anak muda main cuek-cuekkan.  Oh, Mang Udin gak tau kalo sebenarnya Riene dan Si Bengal belum saling kenal!  Boleh jadi Riene kenal sama Si Bengal yang sekarang ini duduk di kelas tiga.  Tapi Si Bengal, apakah ia kenal sama anak kelas satu seperti Riene?  Meski Riene lumayan manis?  Hihi…
***
          Sejak sore itu Riene dan Si Bengal jadi akrab.  Entah apa yang menyebabkan hati Si Bengal jadi lunak.  Rupanya Riene berhasil mendekati Si Bengal, yang ternyata, aslinya cowok manja tapi kurang mendapat perhatian kedua ortunya.  Si Bengal justru merasa mendapat perhatian dari Riene.  Karena sejak terlibat pembicaraan sore itu, Riene selalu mengkritik tingkah polah Si Bengal.  Seperti ribut dengan adik kelas, tawuran dengan anak-anak sekolah sebelah, gak pernah rapih, dan banyak lagi.  Selama ini, kata Si Bengal pada Riene, tak seorang pun berani menasehatinya.  Termasuk Papi Maminya sendiri!
           Dan akhirnya Si Bengal benar-benar berubah.  Si Bengal gak lagi terdengar tawuran dengan sekolah sebelah.  Sebab bila Si Bengal tak memulai, teman-temannya tak berani cari gara-gara.  Sehingga tidak lagi terjadi bentrokkan antar pelajar di lingkungan sekolahnya.  Selain itu, Si Bengal berubah sopan dan rapih.  Seragamnya gak pernah lagi dikeluarkan.  Dan kerah bajunya gak pernah dibiarkan berkibar-kibar.
Namun pada suatu pagi Si Bengal keliatan brutal. Si Bengal nyaris adu jotos dengan seorang pelajar sekolah sebelah.  Penyakitnya kambuh?
           Terang aja, Riene yang ketika itu ngebonceng di motornya jadi kalut dibuatnya.  Rupanya anak-anak sekolah sebelah memancing-mancing kemarahan Si Bengal.  Si Bengal yang kebetulan lagi ada masalah sama Papi-Maminya di rumah, tersulut dan nyaris menerjang sekumpulan pelajar sekolah sebelah itu!
Riene terpaksa turun tangan dan tak habis-habisnya menyadarkan Si Bengal.  Riene tau dari cerita Si Bengal kemarin malam, bahwa ortu Si Bengal lagi pada ribut. Si Bengal dengan jujur menceritakan pada Riene, dan hanya pada Riene seorang, bahwa Papi dan Maminya sering sekali ribut.  Dan puncaknya, tadi malam mami Si Bengal minta cerai!  Si Bengal yang anak tunggal itu, sedih sekali dan sempat menangis segala di kamarnya sendiri.  Meski bengal, Si Bengal menangis sesenggukan ketika mengadukan permasalahan ortunya pada Riene di telpon!
            Uh, Sekarang Riene khawatir Si Bengal  benar-benar tersulut oleh ulah anak-anak sekolah sebelah.  Sebab Si Bengal selalu melampiaskan kegundahannya dengan berbuat onar!
Waktu bubaran sekolah, Riene gak menemukan Si Bengal. Biasanya Si Bengal menjemputnya.  Temen-temen Riene udah lebih dulu pulang karena ngerasa Riene udah  aman bersama Si Bengal.  Dan mereka pun yakin, meski tetap menyebut Irgi Si Bengal, Irgi gak akan bengal seperti dulu lagi!  Kecuali Riene.  Riene merasa khawatir siang itu.  Terutama sejak melihat perubahan Si Bengal tadi pagi.  Riene takut Si Bengal melampiaskan kemarahannya, menyangkut problem kedua ortunya, pada anak-anak sekolah sebelah.  Ya, seperti yang selama ini  terjadi ketika ia masih benar-benar bengal!  Bila Si Bengal sedang ada masalah di rumah, do’i melampiaskan kegundahannya di luar, termasuk di lingkungan sekolah!
            Akhirnya Riene pulang sendirian.  Riene memanggil taksi karena trauma naik bus kota.  Padahal sejak kejadian siang itu, sejak ada pembajakan, polisi berjanji akan selalu menerjunkan anggotanya di setiap bus kota.  Biar aman.  Tapi Riene tetap aja takut naik bus kota.
          Ketika dalam perjalanan pulang, Riene melihat sekumpulan pelajar saling serang.  Jumlah mereka sekitar seratus orang.  Riene langsung ingat Si Bengal!  Riene minta pada Pak Sopir agar mendekat ke lokasi tawuran antar pelajar itu.  Terang aja, Pak Sopir menolak.  Akhirnya Riene nekad turun setelah membayar argo taksi!
Riene segera menghambur ke arah terjadinya tawuran.  Ia mencari-cari di mana gerangan Si Bengal. Tapi malangnya, belum jauh Riene melangkah, Riene jatuh tersungkur.  Karena sebuah lemparan batu nyasar di keningnya!  Riene mengusap jidatnya.  Merah.  Riene lemas dan ambruk tak berdaya…
***

           Ketika tersadar, Riene sudah berada di sebuah ruangan serba putih.  Seorang lelaki berpakaian putih-putih lengkap dengan stetoskop, tersenyum menatapnya.  Riene melihat ke sekeliling ruangan itu.  Tiba-tiba orang-orang yang ia cintai datang mengerumuninya.  Ada Papi, Mami, Kak Rina, Tante Dewi, dan gak ketinggalan sohib-sohib setianya!
           Papi dan Maminya mencium tangan Riene secara bergantian.  Disusul yang lainnya.  Namun begitu Riene terlihat seperti  sibuk mencari seseorang.  Sohib-sohibnya tentu paham.  Riene pasti mencari Si Bengal!  Dan gak lama, seseorang yang Riene cari datang.  Ya, Si Bengal berjalan ke arah Riene!  Orang-orang yang berada di dekat Riene spontan menyingkir.
            Si Bengal tersenyum menyeringai pada Riene.  Baru kali ini Riene melihat Si Bengal tersenyum.  Senyum yang begitu manis!
            “Saya denger tadi siang kamu tawuran?  Lain kali, kalo mau tawuran minta bantuan saya, ya?” ucap Si Bengal santai.  “Sori, tadi siang saya pulang duluan.  Saya mesti menghadiri persidangan papi-mami saya di pengadilan,” lanjut Si Bengal.  Riene melihat kesedihan di mata Si Bengal, meski cowok itu seolah berusaha menutup-nutupinya di depan semua orang di ruangan putih-putih itu.
             “Maafkan saya, Gi.  Saya kira siang tadi kamu…”
             Si Bengal, yang sudah duduk di hadapan Riene, menutup bibir Riene dengan jemarinya.  Lalu katanya,  “Sssst… saya udah insyaf, Rien…  Makasih atas nasehat kamu selama ini…”
Si Bengal berhenti sebentar, menahan nafas, seolah berat melanjutkan ucapannya. Lalu lanjutnya, “Rien…, benar dugaan saya selama ini, bahwa saya… memang gak harus memiliki keduanya, Papi dan Mami saya. Karena sekarang…”
            Kali ini, justru Riene yang menutupi bibir Si Bengal dengan dua jemarinya.  Lalu bisiknya, “Sudahlah, Gi. Kamu masih punya banyak temen. Dan kamu, masih punya saya.  Saya siap jadi sohib kamu…”
Si Bengal meraih jemari Riene dan menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang.  Papi-Mami Riene, dan semua orang di ruangan itu, cuma bisa geleng-geleng kepala.***
                                                                                                                                    *) Pamulang, 08/02
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...