Mamat Metro

Mamat Metro

Seorang Lelaki Di Ujung Malam



Cerpen: Zaenal Radar T.

Sumber : majalah SAKINAH, Edisi 04, TH 1/2003
 
gbr: muslim corner


Lelaki itu duduk sendirian di sudut pub dengan sebatang rokok yang terselip di jemarinya.  Sebentar-sebentar bola matanya mengerjap seraya menggeleng-gelengkan kepala, seolah hendak mengenyahkan pikiran yang memenuhi isi kepalanya. Ingin ia lari dari semua persoalan, membebaskan diri dari segala macam beban yang mendera.  Tetapi lelaki itu tak pernah berhasil.
Baru kemarin ia berlibur ke Hawaii, dengan alasan kerja.  Ia tinggalkan istri dan anak-anaknya yang ia rasakan mulai menyebalkan, juga setumpuk pekerjaan kantor yang membosankan!  Ia menginap di sebuah cottage yang bagian mukanya menghadap ke pantai.  Sehingga mungkin ia bisa menikmati matahari  tenggelam pada setiap senja yang indah.  Seminggu ia di sana bermaksud menjernihkan pikirannya.  Tetapi yang terjadi, sampai ia kembali ke rumahnya, ia tetap merasakan keresahan itu.
Ya, lelaki itu benar-benar bosan entah karena apa.  Mungkinkah ia bosan hidup?  (Kadang-kadang ia merasakan itu!)  Ia bosan hidup tetapi terus terang saja, ia takut mati!  Kenapa ia bisa begitu jemu pada kesehariannya, padahal ia lelaki sukses.  Sukses?  Apakah standar kesuksesan itu?  Punya istri cantik? Memiliki anak-anak sehat dan manis-manis?  Rumah besar? Mobil mewah? Karir selangit?  Itukah ukuran sukses?  Bila  itu yang menjadi ukuran, ia telah mendapatkan semuanya!
Namun begitu ia selalu merasa gamang.  Perasaannya selalu tak tenang.  Lelaki itu merasa seperti dikejar-kejar bayang-bayang, entah itu apa, yang ia sendiri tidak pernah mengerti.
***

Tengah malam lelaki itu meninggalkan pub dan segala kemeriahannya; menu istimewa, perempuan-perempuan wangi, dan musik yang begitu manis.  Namun kegamangan tak pernah mau meninggalkan isi kepalanya.  Sehingga sesungguhnya percuma saja ia berada di pub itu bila hendak menentramkan pikirannya.
Lelaki itu berjalan sendirian pada tanah aspal yang basah karena gerimis baru saja tumpah.  Di sebuah persimpangan  ia melihat seorang tukang becak tertidur pulas di jok penumpang, yang barangkali lelah menunggu sewa.  Begitu  tenang dan nyenyaknya dia.  Apakah yang dipikirkan seseorang yang tengah nyenyak tidur?  Tentu, ini pertanyaan tolol!
Belakangan ini lelaki itu tak pernah mampu memejamkan mata sehingga keresahan yang ia rasakan tak pernah terhindarkan.  Kalaupun bisa tertidur, selalu saja mimpi buruk itu datang.  Bayang-bayang itu terus memburu sampai ke dalam tidurnya!
Setelah beberapa jauh melangkah, lelaki itu menyetop sebuah taksi karena gerimis mulai berubah hujan.  Sejak pulang kantor ia memang sengaja tak mau diantar sopirnya.  Ia ingin sendirian saja, berjalan menyusuri bahu jalan raya kota.  Ia pikir, siapa tahu ia mampu melepaskan segenap pikirannya itu.  Tak terasa, sampailah ia pada sebuah pub langganannya, bermaksud santai di sana hingga malam-malam begini.  Dan, seperti yang ia rasakan, ia tak mendapatkan apa-apa di sana.
Taksi berhenti.  Seorang sopir, masih tampak muda, membuka pintu dan mempersilahkan lelaki itu masuk setelah menanyakan tujuan.  Lelaki itu masuk dan duduk di bangku belakang sambil tak lepas menatap sang sopir lewat kaca spion.  Wajah sang sopir nampak cerah bercahaya, dengan keriangan yang begitu jelas tergambar.  Sopir itu menawarkan senyum keramahan tanpa sedikitpun bermaksud mendapat balasan.  Tetapi lelaki  yang menumpang taksinya membalas senyuman itu.
“Mengapa  kasetnya dimatikan?” tanya lelaki itu pada sang sopir.
“Saya khawatir orang seperti anda tidak menyukainya.  Bila anda mau, saya hidupkan lagi.”
Maka mengalunlah suara kaset pada tape taksi itu.  Begitu merdu dan indah.  Seperti bukan sekadar suara.  Bukan sekadar musik.  Bukan sekadar lagu sembarangan yang selama ini pernah ia dengar.  Barusan, ketika lelaki itu membuka pintu taksi, sebelum sopir itu mematikannya, sudah terasa bahwa suara dari kaset di dalam taksi itu telah membuat berubah suasana hatinya.
‘Subhanallah, Maha Suci Allah. Alhamdulillah,  pujian bagi Allah.  Allahu Akbar, Allah Maha Besar…’
“Ini kaset dzikir,” sang sopir mengagetkan lelaki itu. Rupanya lelaki itu begitu menikmati alunan dzikir dari kaset itu.  Sepanjang jalan, dengan khusuk ia dengarkan  tasbih, tahmid dan takbir…  Tidak terasa, taksi telah tiba di gerbang rumahnya!
“Kalau bapak mau, bapak boleh mengambil kaset ini!” ujar sang sopir, setelah menerima ongkos taksi.
“Lalu, anda sendiri nanti bagaimnana?”
“Saya sudah hapal.  Saya bisa melantunkannya sendiri.”
“Seperti yang di kaset ini?”
“Sebenarnya bukan di kaset atau di bibir ini.  Tetapi di sini, pak,” kata sang sopir, sambil menunjuk dadanya sendiri.
Lelaki itu merenung sebentar.  Melepas senyum dan langsung keluar taksi, menuju gerbang rumah setelah membalas salam sang sopir.  Para satpam nampak keheranan menghadapi tuannya yang terlihat begitu ceria.  Sebelum ini mereka tak pernah mendapatkan wajah tuannya secerah ini.
Lelaki itu langsung masuk ke rumahnya.  Semua orang telah lelap kecuali seorang pembantu setengah baya.  Di ruang tengah, ia hidupkan kaset pemberian sopir taksi itu.  Maka  mengalunlah lantunan zikir, menyentuh dinding rumahnya!
‘Subhanallah, Maha Suci Allah. Alhamdulillah, pujian bagi Allah.  Allahu Akbar, Allah Maha Besar…’
Mendadak hati lelaki itu menjadi begitu tentram.  Kedua bola matanya berair, begitu tersentuh akan kesyahduan zikir dari kaset itu. Lelaki itu  sesenggukan sendiri, menikmati ketentraman yang tiba-tiba datang. Hingga akhirnya, ia tak kuasa menahan gemetar tubuhnya, tersebab keharuan yang menjadi-jadi.  Ia terduduk, menelungkupkan tubuhnya; bersujud!
Seorang ibu paruh baya, yang menjadi pembantunya sejak lelaki itu masih kanak-kanak, mendatanginya.  Ibu paruh baya itu menepuk-nepuk bahu majikannya, yang telah ia anggap sebagai anaknya sendiri!
Lelaki itu terkejut tetapi kemudian mencium tangan perempuan itu.  Mendadak lelaki itu merasa bersalah karena selama ini, sejak ia menikah dan sibuk berkarir, tak pernah lagi menghadap Tuhannya.  Tenggelam dalam rutinitas kerja yang justru membuatnya  lupa.
“Berzikirlah, tuan…  Janji Tuhan, dengan zikir hati menjadi tentram…”  perempuan paruh baya itu berkata,  disambut dengan isak dan bulir airmata tuannya…***
*) Pamulang berdzikir, Akhir April 2003
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...