Oleh: Zaenal Radar T.
*) Majalah GADIS No.06/XXX/1-11 Maret 2002
*) Buku Kumpulan Cerpen "Jerawatan" (Penerbit Cinta, 2005)
sumber foto: Prilly/bintang.com |
Kebanyakan teman-temannya pada mengeluh soal
jerawat di wajah mereka. Lalu pergi ke supermarket
membeli pembersih muka atau obat-obatan anti jerawat. Nyatanya, jerawat-jerawat di wajah mereka
tetap saja merekah seperti jamur di musim penghujan. Tapi mereka tak pernah putus asa. Gagal dengan satu produk, cari produk anti
jerawat lainnya. Seperti iklan obat
jerawat di teve-teve rupanya.
Memang sih, setelah diobati, jerawat-jerawat
itu pada kabur. Kalaupun ada, paling
hanya satu dua saja. Namun di lain waktu
jerawat itu datang lagi mengajak kawan-kawannya.
“Huh, jerawat! Sebeeeel...!” teriak Desy.
“Gimana sih, cara ngilanginnya?!” keluh Erni.
“Pake apa ya supaya cepet hilang?” gerutu
Tina.
Dan teman-temannya sering dibuat pusing oleh
ulah jerawat mereka. Apalagi pas ada
acara. Atau ketika janjian pengen ketemu
temen spesial. Kan malu kalau muka penuh
jerawat. Huh, jerawat!
Tetapi buat Devi, jerawat adalah sesuatu yang
ia damba-dambaklan. Devi begitu rindunya
ingin memiliki jerawat. Seperti jerawat
teman-temannya. Namun wajah Devi tak
juga tumbuh jerawat. Devi kesal sekali! Devi pengen jerawat tapi tak pernah
jerawatan!
Devi pengeeen banget jerawatan. Di pipi kiri, kek. Di pipi kanan, kek. Atau di kedua pipi. Tapi kapan?
Devi merasa, bila ia tak jerawatan, maka ia berbeda dengan
teman-temannya. Sebab semua
teman-temannya berjerawat. Kenapa ia
tidak?
“Wajah elo normal, Dev,” kata Novi.
“Gue kepengen muka kayak elo,”
komentar Rika.
“Elo kok aneh, Dev. Tukar aja muka lu sama muka kita-kita,” canda
Erin.
Devi nggak peduli komentar
teman-temanya. Pokoknya Devi pengen
jerawatan seperti mereka! Titik!
Sebenarnya Devi ingin sekali-sekali ke supermarket. Beli obat jerawat. Malam-malam, sebelum tidur, ia bersihkan
jerawat-jerawat di wajahnya. Paling
nggak, ia ingin sekali memencet jerawat-jerawat itu. Oh, sayangnya, semua itu hanya angan-angan
belaka. Sebab Devi nggak punya
jerawat! Bagaimana sih supaya wajah
tumbuh jerawat? Devi kesal! Kesal!
Kesal!
“Kenapa sih muka kamu bisa tumbuh jerawat?”
tanya Devi pada Tina, suatu hari di koridor sekolah.
“Aduh, apa ya? Mungkin karena muka gue berminyak kali, ya?”
“Kalo elu, Des?”
“Gue itu, kalo kecapekan, pasti jerawatan!”
“Kalo gue sih, mungkin karena kurang tidur,”
komentar Rika.
Erni lain lagi, “Tante gue bilang, makan
kacang bisa menyebabkan kita jerawatan, lho!”
Hmm, Devi berhasil dapet informasi tentang
jerawat dari teman-temannya. Kalau ia
ingin jerawat, berarti ia harus seperti teman-temannya; berwajah berminyak,
kelelahan, kurang tidur, atau banyak makan kacang! Yess!
Tetapi bagaimana supaya wajahnya
berminyak? Pasti ini yang paling
susah. Kayaknya yang paling gampang,
makan kacang saja dulu. Maka, setiap
hari Devi makan kacang. Dari kacang ijo,
kacang tanah, kacang arab, kacang kedelai, kacang polong, sampe kacang
panjang! Dan yang nggak ketinggalan,
kacang yang... Ok’s bang... get! (Uh, iklan!)
Papa-Mamanya heran setiap hari Devi makan
kacang. Sampe-sampe ia nggak doyan makan yang lain. Tapi bagi Devi nggak jadi soal. Demi jerawat.
Oh, seandainya jerawat itu benar-benar
datang? Tapi kapan?
Sudah seminggu lebih Devi mengkonsumsi
kacang. Jerawat itu belum juga
datang-datang. Sebiji pun! Jangankan jerawat, bintik sekecil atom pun,
nggak nampak di wajahnya! Devi bercermin
di kamarnya. Mana jerawatnya? Jerawatnya nggak ada! Kulit wajahnya masih
tetap seperti semula, masih tetap mulus, bersih, en semakin licin aja!
Wuih, sebalnya Devi!
Gimana bisa tumbuh jerawat, kalau kulit nggak
berminyak? Devi membathin. Bukankah Tina berjerawat karena kulit
wajahnya berminyak? Jadi, gimana caranya
supaya kulit berminyak?
Mungkin harus pakai kosmetik tertentu supaya
kulit berminyak. Tapi kayaknya nggak
ada, deh. Yang pernah Devi dengar,
kosmetik untuk wajah berminyak. Atau
untuk wajah kulit kering dan normal.
Psstt... Devi penasaran!
“Ada nggak bedak untuk kulit normal supaya
bisa berubah jadi berminyak?” Devi bertanya pada ahli kecantikan. Jawabannya:
Tidak ada! Siapa sih di dunia
ini yang kulit wajahnya ingin berminyak?!
“Makan saja makanan yang banyak mengandung lemak. Pasti kulit kamu berminyak,” nasihat salah
seorang ahli kecantikan.
Devi langsung mempraktikan nasehat ahli
kecantikan itu. Setiap hari Devi selalu
makan makanan berlemak. Lemak hewani
atau nabati. Mulai dari susu, keju,
kacang (ih, kacang lagi!), daging, pokoknya yang berlemak! Namun, nyatanya tetap saja kulit wajahnya
normal!
“Gue kalo pake minyak rambut, pasti
jerawatan. Terutama di daerah jidat
gue,” cerita Erin. Uh, Devi ingat itu. Minyak rambut.
Dan Devi, setiap ke sekolah pakai minyak
rambut. Tapi setelah sering pakai, mana
jerawatnya? Akhirnya Devi nekat. Minyak kelapa ia balurkan ke wajahnya. Hingga wajahnya yang mulus dan bersih pun
berminyak. Licin sekali. Seperti seorang
petinju yang dilumuri balsem bila hendak bertanding. Tapi ya ampuun, tetap nggak jerawatan!
Devi nggak pernah putus asa. Persis pantun, ‘makan bubur dicampur kapur,
maju terus pantang mundur’. Hehe...
Setiap malam Devi tidur larut. Ia harus kurang
tidur supaya pipinya cepat berjerawat. Olala,
ternyata yang datang bukannya jerawat.
Tapi ngantuk! Iya, lah!
Teman-temannya bingung. Apalagi Papa-Mamanya. Devi pasti ada apa-apanya. Maksudnya, mungkin keinginan Devi berjerawat
punya maksud tertentu. Tapi apa? Entahlah.
Yang tahu hanya Devi sendiri.
Yang jelas semakin hari devi semakin kelihatan murung. Ia sungguh-sungguh ingin berjerawat. Satuu, saja!
Mengapa orang lain bisa jerawatan sementara
Devi nggak? Khabarnya papa-mamanya juga dulu jerawatan. Dan sampai sekarang kadang ada satu dua
jerawat nongol di pipi mereka. Tapi
Devi? Masya Allah, mau jerawatan aja kok
susahnya minta ampun, sih?
Apakah ada dokter spesialis yang ahli
mendatangkan jerawat? Kalau dokter yang
ahli melenyapkan jerawat sih ada. Tina
pernah. Erni juga pernah berobat pada
dokter ahli jerawat. Dokter spesialis
pencipta jerawat? Mimpi kali, ye!
Rupanya Devi nggak mau tahu. Devi mesti bisa jerawatan.
Wuah, Devi benar-benar gila jerawat. Akhirnya ia punya akal, biar terlihat punya
jerawat. Devi punya kakak yang kuliah di
bidang sinematography. Kak Suci
yang jago merubah-rubah wajah bintang.
Dan sekarang ia bekerja di film dan sinetron bagian tata rias artis.
Jangankan jerawat, tampang Mak lampir juga dia bisa. Jadi Devi dibikin kayak Mak lampir? Nggak, lah!
Devi hanya ingin di pipinya ada jerawat.
* * *
Pagi-pagi sekali kak Suci udah kelar
mempermak wajah Devi yang mulus menjadi berjerawat. Begitu artistik! Jerawat itu seperti jerawat asli, yang
dimiliki oleh teman-temannya Devi. Dari
bahan apa jerawat itu dibuat, Devi nggak peduli. Yang penting jerawat!
Betapa bangganya Devi ke sokolah dengan
jerawat yang ada di pipinya. Kalau tahu
begini, Devi nggak perlu susah-susah makan kacang, begadang, atau berlemak-lemak
ria. Apalagi pakai acara melulur muka
sama minya kelapa segala!
“Devi, kamu sekarang jerawatan, ya?”
“Ih, kamu genit, Dev!”
“Nah, ketahuan ya. Pasti ada yang ditaksir?”
“Makanya, jangan ditahan-tahan!”
“Kamu... tetap cantik meski berjerawat!”
“Ke salon, yuk?”
Kak Suci sungguh hebat! Semua teman-teman di sekolah benar-benar
percaya pada jerawat buatannya. Pantas
saja banyak penonton film dan sinetron tertipu dengan macam-macam wajah ciptaannya.
Tetapi siangnya, waktu jam pelajaran
terakhir, ketika Devi maju ke kalas baca puisi, guru Bahasa Indonesianya dibuat tersenyum.
“Muka kamu kenapa, Dev?” tanya Bu guru.
“Jerawat, bu,” jawab Devi malu-malu.
“Tapi, kok, ada yang copot, tuh?” selidik Ibu
guru.
Devi meraba wajahnya.
Hup! Dapet satu! Jerawat itu!
Benar, jerawat-jerawat Devi pada rontok!
Aduh, Devi malu banget! Devi
minta ijin pada Ibu guru, berlari ke kamar kecil sekolah. Bercermin.
Jerawatnya mengelupas semua! Ia
basuh mukanya. Dan wajahnya menjadi
mulus seperti semula! Devi kembali ke
kelas dengan wajah aslinya.
“Dev, diobatin apa jerawat lu!”
“Bagi-bagi dong, rahasianya?!”
“Pasti obat jerawat mahal, yah?”
Devi menutup rapat-rapat daun telinganya. Dia nggak mau pusing komentar teman-temannya. ‘Awas Kak Suci!’
ancamnya dalam hati.
Pas bubaran sekolah ia langsung pulang. Mau menghadap kakaknya. Rencana ke mal ia batalkan. Sebab nggak ada
yang bisa dibanggakan, karena apa yang ingin ia pamerin udah lenyap semua! Ya, jerawat itu! Jerawat itu rontok semua!
“Sory, Dev. Make-up itu cuma khusus tahan lima
jam. Kamu mau yang lebih lama lagi, ya?”
kak Suci menjelaskan.
Devi diam.
Menarik nafasnya dalam-dalam.
Bagaimana pun Devi nggak harus marah.
Dia nggak bakal marah sama kakak tersayangnya itu. Lagipula, bukankah hari ini ia telah memperlihatkan
dirinya pada sebagian teman-teman di sekolah bahwa ia jerawatan? Meski palsu!
Dan semua itu berkat Kak Suci.
* * *
Inilah pagi yang membanggakan. Devi berangkat ke sekolah dengan hati yang
sungguh luar biasa riang. Devi kembali
ke sekolah dengan jerawatnya!
Jerawatnya ini lain daripada jerawatnya yang
kemarin. Bukan jerawat buatan Kak
Suci. Tapi jerawat asli. Asli, lho!?
Betapa bangganya Devi punya jerawat. Akan ia tunjukkan pada teman-temannya bahwa
ia juga bisa jerawatan! Dan devi nggak
bakal sedih lagi bila mendengar bintang idolanya bilang, “Saya senang dengan
gadis yang punya jerawat!” Karena kini
Devi benar-benar punya jerawat!
Tetapi jerawatnya cuma satu biji. Nggak apalah satu. Yang penting kan jerawat!
“Kamu udah nggak jerawatan lagi ya, Dev?”
tegur Tina.
“Siapa bilang?” elak Devi.
“Mann... na?” tanya Erni.
“Adaa... aja!” Devi sok setengah mati.
Teman-teman Devi bingung. Devi mengaku berjerawat tetapi teman-temannya
nggak melihat jerawat itu. Sebab wajah
Devi tetap kelihatan mulus!
“Kalian mau tahu ya, jerawat gue?” tawar
Devi.
“Mana?
Mana? Mana?!!” rengek teman-temannya.
Penasaran.
“Niiiihhh...”
Dengan bangga Devi menyingkap lengan seragamnya di depan
teman-temannya. Di lengannya, jerawat
kecil sebesar pentul korek api tampak menganga.***
0 comments:
Posting Komentar