Pamulang, dulu banget…
Oleh: Zaenal Radar T.
Kamu tahu Pamulang? Pamulang itu bagian dari
daerah Tangerang Selatan, yang merupakan pecahan dari Kabupaten Tangerang.
Pamulang dulunya masuk ke daerah Jawa Barat, sebelum menjadi Provinsi Banten.
gbr: blognya Omiyan. Kira-kira begini gambaran hutan karet. |
Tapi apakah kamu tahu di mana letak Pamulang.
Gambarannya adalah, kalau kamu dari arah Jakarta, seperti dari Lebak Bulus atau
dari arah Cileduk, atau kalau kamu dari arah Bogor seperti Parung atau Depok,
atau kalau kamu dari arah Tangerang Kota atau Bumi Serpong Damai, ciri-ciri
kamu sudah berada di daerah Pamulang adalah… kalau jalanan mengerucut atau
mengecil jadi sempit, maka berarti kamu sudah berada di daerah Pamulang!!!
Hahaha.
Hebatnya, meskipun Pamulang sekarang sudah bersatu
dengan Kota Tangerang Selatan, jalan-jalan masih sempit. Alhamdulillah, pada
2013 dan 2015, ada bagian Pamulang yang jalannya dibuat lebar. Tapi
pembangunannya ragu-ragu. Kenapa saya bilang begitu? Karena ada sebagian jalan
yang dibuat lebar, tapi pada bagian yang lainnya menyempit. Misalnya, di
sekitar Pamulang Square dan Carefour Pamulang
jalanan lebar, tapi saat melewati danau Pamulang dan masuk Sasak Tinggi,
jalanan mengecil lagi. Itu jalan utama ya, belum lagi kalau kalian masuk ke
daerah yang namanya Pamulang Barat, Benda Baru, atau Bambu Apus.
Dan sekarang ini, jalanan Pamulang di depan bekas
bioskop 21, dibuat lebar. Sudah hampir dua bulan, jalanan itu belum juga
rampung. Apa mungkin ada orang dari Pamulang yang protes, menolak agar jalanan
jangan dibuat lebar-lebar? Karena ciri jalan mengerucut kalau kita masuk ke
daerah Pamulang akan hilang! Hahahaha.
Jalanan Pamulang dulu, kalau sekarang sudah lebih baik, sedikit... |
Ini cerita saya, Pamulang pada tahun delapan
puluhan…
Matahari masih belum tampak meskipun hari sudah
beranjak siang. Cahaya mentari tertutup oleh rerimbunan pepohonan karet. Pohon
karet itu lumayan luaaass banget, sampai-sampai kalau kamu masuk ke dalam pohon
karet, kamu akan tersesat. Dan kalau malam tiba, tiada orang berani melewati
pohon karet. Ada yang bilang seram, ada yang bilang angker. Apalagi kalau kita
melintasi jalan di depan jalan Witana Harja, di situ suka ada ular besar yang
melintas.
Siapakah pemilik pohon-pohon karet itu? Kami tidak
pernah tahu. Tetapi kami semua kenal seorang penjaga pohon karet, namanya
Sender. Di pepohonan karet itulah beberapa pekerja penyadap karet mulai
mengambil batok kaleng, wadah mangkuk terbuat dari alumunium yang digunakan
untuk menyimpan tetesan karet. Tetesan karet itu dibawa ke sebuah pabrik yang
letaknya di dekat danau, danau masuk ke arah yang sekarang jadi perumahan Witana
Harja. Nantinya tetesan karet itu diolah menjadi gumpalan segi empat, lalu
diangkut oleh truk-truk entah dibawa kemana.
Warga yang lain, yang letaknya tidak terlalu jauh
dari pohon karet, mulai mencangkul sawah darat. Yang disebut sawah darat itu,
sawah yang mengandalkan hujan sebagai pengairan. Nah, kalau malamnya hujan, sawah-sawah
yang mengering mulai basah dan tergenang air. Empat yang kering mulai terisi,
ikan-ikan bermunculan. Entah darimana datangnya ikan-ikan itu? Kalau musim
kemarau menghilang, pas musim hujan dia datang lagi!
Di tepian sawah-sawah itu, biasanya satu dua ekor
kerbau merumput, tanpa diikat atau dicocok hidungnya. Ibu-ibu yang berada di tepian
sawah, dekat galengan, sibuk
memisahkan anak-anak padi, yang nantinya mereka akan nandur, menyemai padi-padi di persawahan yang sudah disiangi dengan
gerakan mundur. Apa karena namanya
nandur, nanem sambil mundur? Sehingga orang yang menanam anak padi itu
dilakukan dengan mundur? Hehe.
Padi yang sudah ditanami biasanya akan tumbuh
rumput-rumput liar. Nantinya ibu-ibu akan matun,
yakni membersihkan rumput-rumput liar dari tanaman padi. Siang harinya, satu
dua ibu-ibu membawa rantang berisi makan siang secukupnya, dan mereka makan di
tengah persawahan atau di saung-saung yang terbuat dari bambu dengan atap
pelepan kirai. Meskipun hanya dengan lauk sayur asem dan ikan
betok goreng serta sambel terasi, mereka makan dengan lahap. Minumnya juga
tidak pakai gelas, bahkan ada yang langsung dengan kendi, tempat minuman dari tanah liat.
gbr: scarecrow |
Sambil menunggu sore, ada beberapa orang yang
memancing. Biasanya kalau musim hujan
sudah masuk, ada bagian persawahan yang tergenang air, yang biasa disebut
kedung. Daerah ini bebas untuk mencari ikan. Ada yang memancing, ada yang nanggok. Nanggok itu mencari ikan dengan
alat yang namanya tanggok, terbuat
dari anyaman bambu yang berlubang. Ada istilah alat menanggok yang lebih
modern, namanya seser. Seser ini
terbuat dari benang kenur, dan memiliki jangkauan yang lebih luas daripada
tanggok. Selain memancing dan menanggok, ada pula yang memasang bubu. Alat bubu ini terbuat dari bambu
juga, hanya saja bentuknya lebih panjang. Bubu bisa digunakan secara langsung,
bisa juga dipakai untuk ngerjain
ikan. Jadi bubu itu ditaruh di dekat mata air yang jernih, di dalam bubu sudah
ditaruh ikan sebagai pancingan. Nanti ikan-ikan lain akan berdatangan mendekati
ikan yang sudah disiapkan di dalam perangkap, dan mereka semua masuk perangkap
bubu!
gbr: sundung. (net.forum) |
Selain bubu dan tanggok, ada pula istilah neger. Neger ini sebenarnya memancing,
tapi umpan yang digunakan biasanya anak kodok. Anak kodok ditaruh pada mata
kail, lalu gagang pancing dibiarkan semalaman di empang. Nanti akan ada ikan
yang memakannya, terutama ikan gabus. Ikan gabus berukuran besar, nantinya akan
dimasak pucung. Dulu makanan gabus
pucung cukup populer bagi masyarakat Betawi pinggiran seperti Pamulang.
Selain itu, ada juga yang menangkap ikan dengan
cara ngebur. Ngebur itu dilakukan
oleh banyak orang, ada juga yang dimulai dengan menuba-nya. Menuba itu menaruh
racun ikan, atau disebut juga bius, nantinya
ikan-ikan akan teler dan mabuk karena kena kenangan tuba. Kasihan, ya. Ada
banyak macam ikan yang didapat, seperti tawes, mujair, benter, betok, sepat, mas,
lele, dan gurame. Julung-julung dan kecebong pun ikut tewas oleh air tuba.
Nah, setelah mencari ikan setengah harian, mereka antri mandi di kobak. Yang disebut kobak itu tempat
untuk membersihkan badan, biasanya ada tuk-nya.
Yang disebut tuk itu tak lain dan tak bukan, mata air. Nah, pada musim kemarau,
biasanya hanya kobak saja yang tergenang air. Karena ada tuk-nya. Kobak ini
bisa juga digunakan untuk mencuci. Dulu, jarang sekali orang punya kamar mandi.
Kalau mencuci atau mandi biasanya di kobak.
Sore hari, beberapa anak muda, atau lelaki
setengah baya, mulai sibuk ngarit, menyabit rumput dengan membawa sundung. Sundung adalah wadah yang
terbuat dari bambu, yang dipergunakan untuk membawa rumput-rumput untuk pakan
kerbau atau kambing. Sundung juga bisa digunakan untuk menaruh kayu-kayu kering
untuk di bakar.
Dulu, jarang sekali orang Pamulang dan sekitarnya
menggunakan kompor. Mereka lebih banyak masak dengan menggunakan kayu
bakar. Masak dengan kayu bakar di dapur
tanah, biasanya menggunakan dandang. Beras yang sudah ditampih menggunakan
penampih, untuk dipisahkan batu kecil atau gabah yang masih ada pada beras. Setelah
itu beras dicuci dan dimasukkan ke dalam kukusan.
Kukusan ini terbuat dari bambu, bentuknya seperti segitiga, mengerucut pada
bagian ujungnya. Setelah itu kukusan ini ditaruh di atas dandang, yang
sebelumnya diisi dengan air. Nah, dandang inilah yang kemudian ditaruh di atas
perapian.
Sebelum beras benar-benar jadi nasi, kukusan itu
diangkat lalu diaronin. Ngaronin, yang berarti mengaduk-aduk nasi supaya rata
matangnya, membuat nasi akan terasa matang secara keseluruhan. Beras yang
diambil dari tanaman sendiri, ditampih sendiri, dikukus dan diaronin sendiri,
biasanya terasa lebih nikmat. Nasi itu ada rasa manis-manisnya. Nasi hangat
dimakan dengan pecak ikan tawes dari hasil mancing, lalu dicampur dengan sambel
terasi. Timpalannya, dimakan bersama sayur asem. Makannya di saung sambil
menjaga padi yang mulai tumbuh menguning. Menjaga agar burung-burung tidak
memakan padi-padi itu. Burung-burung yang biasa makan padi-padi itu biasanya
burung peking.
Supaya lebih efektif, menjaga buru-burung di
perswahan dengan menggunakan orang-orang sawah yang diikat dengan tali temali,
dan pada bagian ujung, tengah dan pinggir biasanya juga ditaruh kaleng bekas
atau benda yang bisa menimbulkan bunyi. Tujuannya supaya burung takut. Sambil menjaga
burung, biasanya berteriak-teriak… Hiaaahhh!! Huaaahhhh…!!! Huaaaahhhhhhh…!!!
0 comments:
Posting Komentar