Mamat Metro

Mamat Metro

Gimana Nanti Sajalah...

Dimuat majalah HAI (OPINI KITA), No. 49. 08 Desember 1992



Pada jam-jam belajar, yakni antara pukul 19.30-21.30, adalah saat-saat rawan. Maksudnya, pada saat itu seringkali timbul kemalasan-kemalasan. Banyak hal yang menyebabkan di jam-jamitu kita jadi malas.  Malas mengulang pelajaran, tentu. “Gimana nanti sajalah…” itulah mungkin ucapan yang terdengar di saat kita dalam keadaan malas. Mungkin malas karena capek, atau sibuk dengan masalah sekolah, bisa juga karena masalah non sekolah.
Pada jam-jam tersebut kita juga paling cepat ngantuk. Dan kebetulan di televisi, acara di jam-jam itu tergolong banyak. Film-filmnya menarik, acara musiknya mengundang mata untuk menonton, bahkan siaran beritanya juga penting buat diikuti. Persoalannya ialah, kalau saat  itu acara televisi bagus, sementara PR dari sekolah kita seabreg, lantas gimana? Biasanya, hanya satu pikiran yang ada di benak kita; “Gimana nanti sajalah…!” Mungkin, “Next time!”



Lalu, acara di televisi pun usai. Bergantilah kemudian dengan acara siara berita. Inilah acara yang rasanya musti ditonton demi mengikuti perkembangan social-politik-budaya di tanah air maupun di negara manca. Maunya, setelah acara itu, kita lantas belajar. Tapi kenyataanya, setelah Siaran Berita, ternyata justru muncul acara yang bagus. Mau dilewatkan, saying. Tapi kalau ditonton, juga deg-degan karena PR belum dikerjakan.
Biasanya PR akhirnya dikalahkan. Setelah “mempertimbangkan” film yang bakal diputar atau acara music yang ditayangkan, ataupun sinetron bermutu yang mau diudarakan, waduh koq rasanya berat meninggalkan televisi. Supaya tidak berat sebelah, kita pun cari akal. Melihat televise sambil menggenggam buku. Tapi apakah mungkin keduanya berjalan berbarengan? Susah. Daripada PR-nya nggak juga dikerjakan dan hapalan tak masuk otak, sudahlah nonton teve saja. PR atau ulangan besok, “Gimana nanti sajalah…”
Kita selangkah lagi mengulur jam belajar. Setelah acara televisi bagus, malam pun kian larut. Adik, kakak, atau ortu, sudah beranjak tidur. Waktu menunjukkan pukul 23.00. Barulah kita membuka buku pelajaran, Tapi koq, mata rasanya nggak bisa diajak kompromi. Buku sudah dibuka, dua-tiga lembar. Tapi hurup di sana lama kelamaan memudar. Kantuk tak tertahankan menempel di mata. Maka, kita pun berpikir, lebih baik istirahat dulu. Belajarnya? “Gimana nanti sajalah…”
Selidik punya selidik, apakah kita harus mengubah jam belajar kita? Dari yang tadinya malah ke siang? Coba kita lihat dulu. Bubaran sekolah biasanya pukul 13.00. Sampai di rumah – kalau tak jauh dari sekolah – pukul 13.30.  Jam segitu biasanya kita pakai buat makan siang. Rencananya sih baca-baca buku sebentar. Tapi perut yang kenyang, membuat kita lemah dan ingin istirahat. Cara yang paling kena memang tidur, dur. Lalu belajarnya? “Gimana kalau malam saja nanti?” kita pun berpikir demikian. Kan masih ada waktu.
Tapi kejadian akan akan berulang seperti tadi. Pertanyaanya kemudian ialah, bagaimana cara menghilangkan sikap “gimana nanti sajalah” itu tadi. Caranya gampang. Hilangkan semua aktivitas yang kayaknya nggak begitu perlu. Ambilah aktivitas yang hanya menyangkut kepentingan sekolah. Sudah begitu, kita musti tegar untuk “buang muka” dari acara televisi. Takut dibilang kuper dengan tak nonton teve? Iya juga, sih? Tapi harus bagaimana? Gimana nanti sajalah, hehehe.
Ini sebenarnya cuma soal kecil. Tapi jadi gede kalau dibiasakan. Kalau kita terbiasa demikian, bukan tidak mungkin kebiasaan itu akan terus berlanjut ke permasalahan lainnya. Misalnya saja, ketika kita harus melanjutkan pendidikan setamat SMA nanti, apakah kita harus bilang, “Gimana nanti sajalah” juga?
Bukankah cita-cita dimulai dari sekarang? Bukankah keinginan itu harus dirintis jauh hari sebelumnya? Kalau ingin EBTANAS sukses dengan nilai bagus, mungkin kita harus siap dari sekarang. Kalau menunggu sampai dekat waktunya, lama kelamaan kita sudah pasti terus mengulur-ulur waktu. Jadi sebenarnya, ucapan “gimana nanti sajalah” tidak lain dari kemalasan menghadapi tantangan sekarang.***


(dibuat sewaktu kelas 3 SMA. Diketik ulang dan tidak dirubah/ sesuai aslinya)


Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...