Cerpen Zaenal Radar T.
Post: Republika, 04 Agustus 0219 M/ 03 Dzulhijjah 1440 HIllustrasi: Rendra Purnama/ Republika photo: lakonhidup.com |
Beberapa tahun silam… Dalam salah satu ceramahnya, di depan jamaah ibu-ibu pengajian masjid al-Barkah tempat Ustazah mengajar ngaji, Ustazah Lilis menjelaskan, “Sesungguhnya setan tidak akan pernah berhenti menggoda manusia, sebelum tujuan-tujuan yang diinginkan setan terpenuhi. Setan akan terus berusaha menjerumuskan manusia, supaya kelak di akhirat sang setan ada temannya, di neraka!”
Bu Susi, salah satu jamaah pengajian, yang memang sudah
sejak lama tidak suka dengan Ustazah Lilis, menggerutu sendiri, “Yaelah bu
Ustazah. Emang dia pernah lihat akhirat. Kayak pernah mati aja?”
Beberapa jamaah pengajian tersentak, lalu memandang sebentar Bu Susi. Kemudian
Bu Susi terdiam dan kembali menyimpak ceramah si pendakwah.
“Jamaah pengajian yang dirahmati Allah… bagaimana setan
menggoda manusia sampai dia mampu menjerumuskan ke lembah dosa, itu
dilakukannya terus-menerus. Setan tidak pernah berhenti menggoda sampai
keinginannya terpenuhi. Kita sebagai manusia, secara tidak sadar, terus
dihajar, dicecar, digoda, dirayu-rayu, dengan cara kasar atau halus, dengan
berbagai cara. Semakin iman seseorang tinggi, bisikan, dan rayuan setan semakin
menjadi-jadi.”
Bu Susi kembali mencibir, tapi kali ini tidak menggerutu.
Ibu-ibu yang lain terus menyimak.
“Sebagai contoh nih ya, Bu… Bu… Ibuuu…?!” Ustazah
Lilis ceramah memanggil ibu-ibu jamaah pengajian. Mengingat ada satu dua
ibu-ibu di sudut ruangan lagi ngerumpi berdua. Ustazah memanggil-manggil
ibu-ibu agar mereka semua fokus dan menyimak ceramahnya. Ini mirip cara
almarhum Zaenudin Mz, ustaz kondang yang sudah almarhum. Ibu-ibu menyahut
sambil tersenyum, dan merasa penasaran dengan ceramah Ustazah Lilis. Ibu-ibu
yang tadi ngerumpi disudut kali ini konsentrasi ikut mendengarkan.
Ustazah Lilis melanjutkan ceramahnya, “Contohnya ya Bu.
Misalkan kita berangkat haji ke Tanah Suci. Karena tidak ingin bermaksud riya,
atau ingin dipuji oleh orang lain, kita lakukan secara sederhana dan tidak
berlebihan. Pelepasan keberangkatan kita lakukan secara biasa-biasa saja.
Setibanya di Tanah Suci, kita kagak update foto, gak pasang
muka kita waktu di depan Ka’bah di medsos. Maksudnya, apa ibu-ibu, kita
menghindari diri dari sifat riya, sifat ingin dipuji-puji orang lain. Tapi, apa
yang terjadi ibu-ibu sekalian. Setan tidak tinggal diam ibu-ibu sekalian!
Setan nggak bosan-bosannya membisiki telinga kita, ayo cepat sebarkan
berita kamu ke Makkah di medsos, biar semua orang tahu kalau kamu pernah ke
Mekah! Pernah shalat di depan Ka’bah, kalau perlu selfie di depan
Hajar Aswad! Begitu bujuk rayu setan. Namun, karena iman kita kuat, kita mampu
menahan godaan dari sang setan. Kita teguh pada pendirian untuk nggak pamer
atau riya kepada orang lain.”
Semua jamaah masih menyimak, tapi Bu Lilis sudah merasa
malas-malasan mendengarkan ceramah Ustazah Lilis, dan dia hanya membatin,
“Idiiih, Ustazah Lilis tahu aja kalau saya nanti mau selfie pas di
depan Ka’bah!”
“Ibu-ibu jamaah pengajian yang dimuliakan Allah. Di saat
kita mampu menahan godaan dan rayuannya, kita pulang ke Tanah Air, dan
setibanya di rumah, sampai berhari-hari lamanya, berminggu bahkan berbulan dan
berganti tahun, kita tidak pernah menceritakan kepada orang lain bahwa kita
telah melaksanakan perintah Allah untuk menunaikan haji ke Baitullah. Namun,
ibu-ibu sekalian, dari tahun ke tahun, ketika kita mampu untuk tidak
menceritakan atau memamerkan keberangkatan kita ke tanah suci, tetapi… di tahun
ke sepuluh, rupanya setan masih juga tidak ada henti-hentinya menggoda dan
merayu, sampai akhirnya… kita pun tidak kuattttt, pertahanan kita untuk
menyimpan rahasia ibadah haji kita ambrol oleh godaan sang setan! Akhirnya… kita
bercerita, memamerkan diri di depan orang lain, tentang keberangkatan kita ke
Baitullah!!! Supaya apa? Supaya orang yang belum tahu itu jadi tahu kalau kita
seorang haji!!! Maka, ibu-ibu sekalian, runtuhlah apa yang sudah kita
pertahankan selama itu, untuk bisa terhindar dari sifat riya! Rontok sudah
keimanan kita, tersebab bujuk rayu sang setan durjana!”
Jamaah mengangguk-angguk, kecuali tentu saja Bu Susi.
Menurut Bu Susi, yang sebentar lagi bakalan pergi haji, Ustazah Lilis tak
pantas berceramah soal haji di depan jamaah ibu-ibu pengajian.
“Kayak pernah naik haji aja! Lagian, Ustazah
Lilis nggak bakalan mampu pergi haji!” begitu gerutu Bu Susi pada
jamaah pengajian lain, sampai ada ibu-ibu lain melotot karena khawatir ocehan
Bu Susi terdengar Ustazah.
***
Pada pengajian berikutnya, ketika Ustazah Lilis kembali
menyampaikan tentang cara-cara berhaji, Bu Susi pun mendekati Ustazah Lilis
saat pengajian usai, “Ustazah… lebih baik Ustazah jangan cerita soal-soal haji
di pengajian kita. Kalau saya… baru deh pantas karena sebentar lagi saya naik
haji! Lagi pula pergi haji itu masih mimpi buat mereka. Ibu-ibu di sini belum
tentu sanggup bayar ongkosnya. Lha, ustazah sendiri juga belum pernah naik
haji, kan?”
Saat ustazah Lilis hendak menjawab, Bu Susi sudah lebih dulu
pergi. Ustazah hanya bisa menghela napas panjang dan berusaha menyabarkan
dirinya.
Sepulang mengaji, Bu Susi ternyata memengaruhi para
tetangga, khususnya ibu-ibu yang suka mengaji pada ustazah Lilis. Bu Susi
mengatakan, kalau Ustazah Lilis belum pantas menerangkan soal haji. Seperti
biasa, sambil ngerumpi Bu Susi menawarkan seragam mengaji buat
ibu-ibu. (Ibu-ibu pengajian suka sekali ganti-ganti utangan seragam mengaji
berupa baju dan kerudung yang dianggap lagi model/trend pada Bu Susi. Terutama
seragam pengajian yang suka beredar di Instagram atau FB milik Bu
Susi).
Soal utangan seragam mengaji ini, Ustazah Lilis sempat
menegur Bu Susi, agar tidak berjualan di dalam masjid karena tak boleh jualan
di lingkungan ibadah. Boleh berjualan, tapi saat di luar lingkungan masjid. Ini
membuat Bu Susi jadi merasa repot. Soalnya kalau ibu-ibu jamaah pengajian sudah
bubar dari masjid, sulit ditahan untuk tidak buru-buru pulang ke rumah mereka.
Hal itulah yang membuat Bu Susi jadi semakin tidak menyukai Ustazah Lilis.
Sejak saat itu Bu Susi berusaha bagaimana caranya agar Ustazah Lilis tidak
disukai jamaah pengajian.
***
Sebulan sebelum keberangkatan ke Tanah Suci, saat Bu Susi
kembali mengadakan pengajian untuk mendoakan kepergiannya, Bu Susi sengaja
mengundang Ustazah Lilis sebagai penceramah. Tujuannya supaya Ustazah juga tahu
kalau dirinya akan berangkat naik haji. Namun, pada saat Ustazah Lilis ceramah,
Bu Susi mengambil alih dan menggantikannya berceramah. Karena, menurutnya,
dirinya juga bisa menerangkan soal ibadah haji.
Ustazah Lilis memberikannya kesempatan, meskipun sebenarnya
ada waktu lain untuk sambutan sahibul hajat. Para jamaah pun tidak bisa
berbuat apa-apa, dan mendengarkan ungkapan Bu Susi soal pengalaman bagaimana
dia bisa punya uang untuk ongkos ke Mekah.
Selepas pengajian itu, beberapa hari kemudian Bu Susi jatuh
sakit. Bu Susi mencoba menguatkan diri bahwa dia sehat-sehat saja, tetapi semua
orang tak bisa dibohongi. Bu Susi jadi takut dan khawatir tak jadi berangkat
haji. Saat periksa kesehatan, Bu Susi hendak berbohong, merahasiakan
kesehatannya pada dokter. Pak Galih menasihati Bu Susi, “Bu, kita ini mau
berangkat haji, mau ibadah. Kenapa harus bohong..?”
“Tapi, Pak…”
“Ingat Bu. Ibadah haji itu ibadah fisik. Jangan main-main.
Nanti malah menyusahkan.”
Dua minggu sebelum keberangkatan, sakit Bu Susi makin parah.
Dokter bingung dengan penyakit Bu Susi. Keluarga Bu Susi nyaris putus asa.
Menurut hasil lab, Bu Susi dikatakan sehat-sehat saja. Tapi, hampir setiap
malam Bu Susi merasakan sesak napas.
Sementara itu, Ustazah Lilis diliputi rasa sedih. Hal yang
manusiawi meskipun dia seorang Ustazah yang kerap membimbing jamaahnya,
memiliki keinginan untuk menyempurnakan rukun islam kelima, ibadah haji ke
ranah suci Makkah. Ustazah ingin sekali berangkat haji, tetapi ia menyadari
kalau dirinya tak akan mampu membiayai ongkos haji. Suaminya hanya seorang guru
honorer bergaji pas-pasan.
Mendengar curhat Ustazah Lilis, suaminya menguatkan agar
Ustazah Lilis tetap istiqamah. “Ingat Bu, ibu sendiri yang bilang, kalau Allah
berkehendak, tak ada hal yang mustahil.” ujar suami Ustazah.
Ustazah Lilis pun istighfar dan memohon ampun pada Allah.
Ustazah Lilis akhirnya berdoa semoga dirinya memiliki kesempatan untuk bisa
datang memenuhi panggilan haji ke Tanah Suci Makkah.
***
Setelah puluhan dokter angkat tangan, dan penyakit tak juga
sembuh, akhirnya Bu Susi dibawa ke pesantren atas usul salah satu anaknya yang
mondok di sana. Anaknya bilang, salah satu kiai di pondok sesekali didatangi
orang untuk berobat. Bukan obat secara medis, melainkan biasanya mendapat
semacam obat rohani. Sang kiai di pesantren tempat anak Bu Susi mondok
mengatakan, penyakit Bu Susi ini mudah sekali diobati. Tetapi, bukan Pak Kiai
yang bisa mengobatinya. Ada seorang ustazah yang dapat menyembuhkannya!
“Siapa ustazah itu, Pak Kiai..?” tanya Pak Galih dan Bu
Susi.
Pak Kiai menjawab, “Kalian pasti tahu siapa Ustazah yang
saya maksud…”
“Jangan-jangan Ustazah Lilis, Bu?” Pak Galih menduga-duga.
“Ustazah Lilis kan bukan dokter atau tabib..?”
selidik Bu Susi, ketus.
Sesaat Pak Kyiai terdiam. Lalu, Pak Kiai bilang, “Saya juga
tidak tahu, Bu. Mungkin ibu sendiri yang tahu, kenapa harus Ustazah
itu yang bisa menyembuhkan ibu…”
Bu Susi pun tersadar, kalau selama ini ia memiliki kesalahan
pada sang Ustazah. Pak Galih meminta Bu Susi agar meminta maaf pada ustazah
Lilis. Lalu, bagaimana Pak Kiai tahu tentang Ustazah Lilis? Karena, Pak Kiai
sudah banyak mendengar cerita soal ini dari anaknya Bu Susi dan Pak Galih.
Namun begitu, Bu Susi masih tak percaya kalau Ustazah Lilis
bisa menyembuhkannya. Bu Susi bahkan bernazar, kalau Ustazah Lilis bisa
membuatnya sehat, ia akan memberikan jatah hajinya buat Ustazah Lilis!
Di satu kesempatan, akhirnya Ustazah Lilis diminta datang ke
rumah Bu Susi. Saat itu juga, Bu Susi semakin parah penyakitnya. Atas desakan
Pak Galih, Bu Susi pun meminta maaf pada Ustazah Lilis. Bu Lilis dengan tulus
memaafkan Bu Susi. Bahkan, Ustazah Lilis bilang, selama ini dia tidak pernah
merasa sakit hati atau tersinggung dengan apa yang dilakukan Bu Susi
terhadapnya.
Selang beberapa hari, Bu Susi mengalami keanehan. Bu Susi
yang sering merasakan sesak napas, ternyata sesak napas yang sering dia rasakan
itu berangsur menghilang. Bu Susi kembali sehat. Pak Galih pun mengingatkan Bu
Susi tentang nazarnya. Tapi, Bu Susi berubah pikiran. Setelah sehat, dia merasa
mampu untuk pergi ke Tanah Suci. Sehari setelah itu, sesak napas Bu Susi
kambuh. Bahkan, Bu Susi merasakan dirinya seperti mau mati! Pada tahun itu, Bu
Susi dan suaminya gagal berangkat haji dengan alasan sakit! Suaminya pun ikhlas
membatalkan keberangkatannya sebab dia tidak ingin berhaji sendirian.
Tahun berikutnya, di tengah sakitnya yang semakin parah,
akhirnya Bu Susi bersedia memenuhi nazarnya. Bu Susi meminta suaminya memanggil
Ustazah Lilis ke rumah, meminta ustazah didaftarkan sebagai calon jamaah haji.
Bu Susi akan mengurus segala surat-surat dan keperluannya. Dengan begitu,
Ustazah Lilis akan berangkat ke Tanah Suci.
Ustazah Lilis awalnya tidak percaya begitu saja. Namun,
suami Bu Susi memaksa demi nazar istrinya. Semua persyaratan akan diurus, nanti
Ustazah Lilis tinggal berangkat. Suami Bu Susi pun mengikhlaskan dirinya tidak
berangkat karena dia menunggu kesembuhan Bu Susi.
Setelah diyakinkan, Ustazah percaya dan terharu. Pada waktu
yang sudah ditentukan, ustazah Lilis benar-benar berangkat haji. Para ibu-ibu
pengajian senang sekali melepas keberangkatan Ustazah Lilis ke Tanah Suci
Makkah. Bu Susi pun ikut mengantarnya meskipun dalam kondisi yang kurang sehat.
Di depan gerbang asrama haji, Bu Susi berpesan pada Ustazah Lilis, “Bu Ustazah…
nanti doakan semoga saya selalu diberikan kesehatan, dipanjangkan umur, biar
bisa berangkat ke Tanah Suci pada musim haji berikutnya…” Ustazah mengangguk.
Lalu, Bu Susi dan Ustazah Lilis saling berpelukan. Selepas mengantar guru
ngajinya yang akan berangkat ke Makkah, perlahan-lahan kesehatan Bu Susi
kembali pulih!
Pamulang, Tangerang Selatan 2019
0 comments:
Posting Komentar