Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di Majalah KaWanku, No. 30, 24-30 Juli 2006
Dimuat di Majalah KaWanku, No. 30, 24-30 Juli 2006
Semua anak nggak tahu
kalau puser Andara bodong. Sebab selama ini Andara memang nggak pernah
memperlihatkan pusernya itu pada siapapun. Ini tentu beda dengan Irly, yang
sering pake kaos ‘cekak’ hingga keliatan pusernya. Atau Kisye, yang kerap pake
celana hipster dipadu tank top hingga bagian depan perutnya menganga, juga Sausy, Dena, Paula, Nafa, dan temen-temen sekolah lainnya saat mereka lagi nggak berseragam sekolah.
foto: www.sidomi.com |
Andara kepingin banget punya penampilan seperti teman-temannya itu, memperlihatkan bagian perutnya yang seksi saat jalan-jalan di mal atau bioskop. Tapi mau gimana lagi. Andara nggak berani. Setiap kali melihat pusernya, Andara rasanya ingin menangis.
“Kenapa seh Tuhan, kok puser gue bodong...?!!!” keluh Andara, saat berdiri sambil bercermin di dalam kamarnya, melihat-lihat pusernya yang bodong itu. Andara lalu mengacak-acak rambutnya sendiri sambil meringis kesal. Lalu menekan-nekan bagian pusernya yang bodong alias agak menonjol, tapi setelah ditekan kembali lagi nongol.
“Uh, dasar puser bodooooong!” umpat Andara dengan geram.
Andara akhirnya suka marah-marah sendiri. Kelakuan Andara yang selalu marah-marah ini menjadi perhatian Papi, Mami dan Kak Luna, yang masih belum mendengar langsung keluhan Andara. Seisi keluarga bingung melihat sikap Andara akhir-akhir ini yang dingin, muram dan selalu terlihat marah-marah.
“Ndara ... kamu kenapa...?” Mami membuka pertanyaan, saat Andara tengah berkumpul bersama Mami, Papi dan Kak Luna di ruang keluarga. Papi dan Mami memandangi Andara penuh selidik.
“Tau neh anak! Dari kemarin cemberut aja... kurang sajen kali??” sela Kak Luna, sambil melirik Andara, yang akhirnya melotot ke arahnya.
“Kurang sajen?? Emangnya Ndara kemasukan jin??!” Andara nggak terima.
“Abisnya, kamu geto sih... Kayak orang mau kesurupan...hehehe”
Andara membanting bantal yang tadi dipegangnya ke sofa, lalu meninggalkan ruangan. Andara nggak peduli meskipun Mama dan Kak Luna memanggil-manggilnya. Papi yang lagi baca koran nggak peduli.
“Pap, kok papi diem aja...?” usik Mami, menatap Papi dengan sebal.
Papi menurunkan koran dari pandangan matanya, lalu melirik Mami, “Ah, si Ndara paling lagi punya masalah sama temen-temen sekolahnya...” ujar Papi enteng.
“Iya Pap, tapi masalahnya apa? Sebelum keburu gawat, mending kan kita selesaikan sama-sama...!” sungut Kak Luna.
“Kok, tanya masalahnya apa ke Papi??! Ya tanya dong sama anaknya!!” Papi malah balik jengkel. Mami dan Kak Luna menelan ludah. Lalu keduanya beringsut menuju kamar Andara.
Di kamarnya, Andara menangis sesegukan. Mami dan Kak Luna membuka pintu kamar Andara yang nggak terkunci. Mami dan Kak Luna bingung dan saling tatap.
“Ra...? Kok, kamu nangis...?” Mami segera mendekati Andara, lalu mengelus rambutnya. Kak Luna duduk di sebelah Mami.
“Kenapa, Ra...?” tanya Mami lagi, seraya membantu Andara bangun.
Kemudian Andara mengucek-ucek matanya yang basah. Setelah itu dengan malu-malu menatap wajah Mami dan Kak Luna yang nampak kebingungan. Andara lalu berdiri dan mengangkat kaosnya, hingga pusernya kelihatan. Mami dan Kak Luna bingung dan saling tatap.
“Mam, Kak, puser Andara bodong...gimana dooong...?” tanya Andara akhirnya, seraya memperlihatkan pusernya, membuat Mami dan Kak Luna menutup mulut dengan jemari mereka menahan geli yang tiba-tiba.
Mami geleng-geleng kepala, “Ra...itu ya, yang buat kamu sedih...?”
Andara mengangguk pelan, lalu menurunkan kaosnya hingga pusernya tak lagi kelihatan. Kak Luna yang nggak kuasa menahan ketawa segera keluar kamar Andara, menemui Papi yang masih baca koran.
Kak Luna duduk di sebelah Papi sambil cekikikan. Papi merasa terganggu lalu menatap Kak Luna penuh selidik, “Kamu kenapa sih...?” tanya Papi seraya melipat korannya.
“Pap...ternyata Ndara sedih gara-gara pusernya...” ujar Kak Luna, lalu menutupi mulutnya menahan geli. Hal itu membuat Papi bingung.
“Puser...?” Papi bertanya-tanya sendiri.
“Iya Pap, Ndara sedih karena pusernya bodong! Hehehe...”
“Lho, dari kecil kan dia emang pusernya bodong? Kamu kok malah ketawa? Dimana letak lucunya...?” sungut Papi, lalu meninggalkan Kak Luna yang akhirnya berubah cemberut.
***
Dihari berikutnya, pada sore yang cerah, Papi, Mami dan Andara duduk-duduk di teras depan. Mereka tengah mencari jalan keluar gimana mengatasi puser Andara yang bodong itu, yang membuat Andara selalu bersedih.
“Ra, menurut Papi, puser bodong itu nggak jadi masalah. Kan dia selalu tertutup...” ucap Papi, sambil menatap Mami, “Iya kan Mam...??!”
Mami mengangguk.
“Masalahnya Pap, Andara kan jadi nggak bisa tampil seksi kayak temen-temen... Kalo Andara pake pakaian yang keliatan puser Ndara yang bodong ini, kan jadi malu... iya, kan??”
“Ya kamunya nggak usah pake seksi-seksi segala... Lagian apa pantesnya pake pakaian yang keliatan pusernya!? Kamu ada-ada aja. Pasti kamu meniru gaya pakaian cewek-cewek negeri barat, ya? Kan papi udah bilang, kalo mau mencontoh mbok ya segi postifnya saja. Otaknya, misalnya. Cara berfkirnya. Atau apa kek, yang penting-penting begitu. Jangan cara berpakaiannya...?!!” cerocos papi panjang lebar.
“Iya Ndara. Lagi pula, seksi kan nggak harus kelihatan pusernya. Tapi kalo emang kamu ngotot tampil seksi kayak penampilan temen-temen kamu itu, terserah kamu. Asal kamu percaya diri aja sama apa yang kamu miliki. Seperti yang mami bilang selamam...”
Andara hanya menunduk.
Saat ketiganya saling diam, dari arah halaman sebuah sedan memasuki garasi. Kak Luna, si pengemudi sedan itu, turun sambil membawa beberapa barang belanjaan. Kak Luna memakai kaos ketat yang bagian bawahnya berada tepat di atas pusarnya. Kak Luna yang punya tubuh seksi dan pusernya nggak bodong itu berjalan melenggak-lenggok memasuki teras.
“Alow... met sore semua...wah, wah... pada kumpul neh! Lagi ada arisan, yah?” canda Kak Luna, seraya memandang Papi, Mami dan Andara satu persatu.
Papi dan Mami menatap ke arah Kak Luna, memandangi penampilan Kak Luna dari ujung kaki hingga rambut. Lalu keduanya menghela nafas. Sementara itu Andara terlihat keki bin sebel.
“Ok deh, aku masuk dulu ya...”
Kak Luna lalu memasuki rumah.
“Huh, emangnya kak Luna aja yang bisa tampil seksi begitu!!” gerutu Andara, membuat Papi dan Mami geleng-geleng kepala. “Liat aja nanti! Iya kan, Mam...?”
“Iy...iy...iya. Iya Ndara... kamu juga bisa!” Mami tersenyum, meski sebenarnya dipaksakan.
***
Atas nasihat Mami kemarin, Andara jadi percaya diri. Andara nggak peduli lagi sama pusernya yang bodong. Andara masih ingat kata-kata mami di kamarnya, bahwa terkadang kekurangan pada diri seseorang justru bisa menjadi kelebihan. Maksud Mami adalah, mungkin kekurangan yang kita miliki tidak dimiliki orang lain, dan hal itu menjadi daya tarik tersendiri. Mami bilang, puser bodong itu bisa jadi seksi, lho...
Itulah yang menyebabkan Andara memberanikan diri pake thank top yang panjang bagian bawahnya hanya sebatas di atas puser, lalu dipadukan dengan jins. Sesuai petunjuk Mami, Andara nggak peduli sama pusernya yang bodong.
Setelah merasa hakul yakien dan bener-bener pe-de, Andara pun keluar rumah dengan penampilan yang selama ini ia impi-impikan. Barusan Irly mengingatkan di telpon, kalo hari ini di sekolah lagi ada acara. Jadinya, menurut Andara, ini waktu yang tepat buat menunjukkan pada teman-temannya bahwa hari Sabtu ini Andara bisa tampil seksi! Dengan diantar Mang Jupri, Andara berangkat ke sekolah.
Setibanya di parkiran, sepanjang jalan menuju gedung serbaguna sekolahnya, Andara merasa risih, karena sebentar-sebentar ia memperhatikan pusernya sendiri yang nggak tertutup pakaiannya yang street. Sesaat Andara menarik nafas dalam-dalam, demi mengembalikan kepercayaan dirinya. Huaaah.... Andara pun menguatkan diri untuk tampil penuh percaya diri.
Pas memasuki koridor sekolah, beberapa cowok yang hari ini juga nggak pake seragam sekolah memandangi Andara sambil cekikikan. Andara mulai merasa nggak nyaman. “Pasti ini karena puser gue yang bodong..!” umpat Andara dalam hati, “Ah, cuek ajaaaa!!!” Andara menguatkan dirinya sendiri.
Saat tiba di dekat sekumpulan temen-temen yang masih belum bergabung mengikuti acara sekolah itu, semua mata memandang ke arah Andara. Mereka terheran-heran melihat penampilan Andara yang nggak biasanya. Sementara itu, semua anak cewek yang tak lain sohib-sohib Andara, memakai pakaian tertutup dan diantaranya ada yang berkerudung.
“Andara....elo kok...?” Kisye yang terheran-heran melihat penampilan Andara hari ini nggak melanjutkan kata-katanya. Sementara yang lain memandangi Andara dengan tatapan aneh.
“Kenapa...?! Elo semua heran liat gue! Karena puser gue bodong, kan...?!!” ujar Andara, sambil menatap wajah semua temannya yang dianggapnya sinis.
“Ra...denger ya... hari ini kan lagi ada acara keagamaan. Kok, elo pake pakean kayak gitu, seh..?!!” ujar Agidia, yang membuat jantung Andara nyaris copot.
“Acara keagamaan...?!!” Andara bengong sendiri. Andara memandangi sohib-sohibnya yang bergaun tertutup dan terlihat anggun.
“Ndara... nggak pantes deh kalo elo pake pakean kayak gitu. Ntar nggak enak sama Pak Guru Agama...” ujar Irly.
Andara terdiam sesaat. Andara memperhatikan sohib-sohibnya yang nampak anggun dengan pakaian mereka yang tertutup. Andara mulai berpikir. Andara akhirnya menyadari, bila sebenarnya ia nggak harus memaksakan diri untuk tampil seperti siapapun. Seperti teman-temannya saat ini, yang ia anggap tetap cantik dan seksi meski tampil nggak kelihatan pusernya, dan tentu meski pusernya nggak bodong seperti miliknya.
“Oke kalo gitu, aku balik lagi aja deh! Mau ganti kostum!!” ucap Andara akhirnya, seraya kembali ke tempat parkir menemui Mang Jupri.
Setibanya di parkiran, Mang Jupri bingung. Andara meminta Mang Jupri membuka pintu mobil.
“Non, kok balik lagi..?!” tanya Mang Jupri di balik kemudi.
“Iya Mang, Ndara mesti ganti pakaian. Pakaiannya harus tertutup, Mang. Nggak keliatan pusernya kayak gini...”
“Oooh... bagus deh! Mang Jupri setuju banget! Biar puser si non yang bod....bod... eh... eee...” Mang Jupri nggak melanjutkan ucapannya.
“Apa Mang...!!???”
“Eh...ngngng....nggak non...”
“Tadi Mang Jupri bilang apa..?!!”
“Nggak! Mang Jupri nggak bilang apa-apa...”
“Tadi bilang puser, kan?!!”
“Nggak jadi...”
“Maaaangggg....!!!”
Mang Jupri jadi serba salah. Mang Jupri segera menghidupkan kunci kontaknya lalu melajukan mobil. Sepanjang perjalanan Andara masih penasaran sama lanjutan kata-kata Mang Jupri. Tapi Mang Jupri nggak mau ngomong lagi. Mang Jupri mau bilang puser Andara bodong, tapi nggak berani. Hehehe...***
“Kenapa seh Tuhan, kok puser gue bodong...?!!!” keluh Andara, saat berdiri sambil bercermin di dalam kamarnya, melihat-lihat pusernya yang bodong itu. Andara lalu mengacak-acak rambutnya sendiri sambil meringis kesal. Lalu menekan-nekan bagian pusernya yang bodong alias agak menonjol, tapi setelah ditekan kembali lagi nongol.
“Uh, dasar puser bodooooong!” umpat Andara dengan geram.
Andara akhirnya suka marah-marah sendiri. Kelakuan Andara yang selalu marah-marah ini menjadi perhatian Papi, Mami dan Kak Luna, yang masih belum mendengar langsung keluhan Andara. Seisi keluarga bingung melihat sikap Andara akhir-akhir ini yang dingin, muram dan selalu terlihat marah-marah.
“Ndara ... kamu kenapa...?” Mami membuka pertanyaan, saat Andara tengah berkumpul bersama Mami, Papi dan Kak Luna di ruang keluarga. Papi dan Mami memandangi Andara penuh selidik.
“Tau neh anak! Dari kemarin cemberut aja... kurang sajen kali??” sela Kak Luna, sambil melirik Andara, yang akhirnya melotot ke arahnya.
“Kurang sajen?? Emangnya Ndara kemasukan jin??!” Andara nggak terima.
“Abisnya, kamu geto sih... Kayak orang mau kesurupan...hehehe”
Andara membanting bantal yang tadi dipegangnya ke sofa, lalu meninggalkan ruangan. Andara nggak peduli meskipun Mama dan Kak Luna memanggil-manggilnya. Papi yang lagi baca koran nggak peduli.
“Pap, kok papi diem aja...?” usik Mami, menatap Papi dengan sebal.
Papi menurunkan koran dari pandangan matanya, lalu melirik Mami, “Ah, si Ndara paling lagi punya masalah sama temen-temen sekolahnya...” ujar Papi enteng.
“Iya Pap, tapi masalahnya apa? Sebelum keburu gawat, mending kan kita selesaikan sama-sama...!” sungut Kak Luna.
“Kok, tanya masalahnya apa ke Papi??! Ya tanya dong sama anaknya!!” Papi malah balik jengkel. Mami dan Kak Luna menelan ludah. Lalu keduanya beringsut menuju kamar Andara.
Di kamarnya, Andara menangis sesegukan. Mami dan Kak Luna membuka pintu kamar Andara yang nggak terkunci. Mami dan Kak Luna bingung dan saling tatap.
“Ra...? Kok, kamu nangis...?” Mami segera mendekati Andara, lalu mengelus rambutnya. Kak Luna duduk di sebelah Mami.
“Kenapa, Ra...?” tanya Mami lagi, seraya membantu Andara bangun.
Kemudian Andara mengucek-ucek matanya yang basah. Setelah itu dengan malu-malu menatap wajah Mami dan Kak Luna yang nampak kebingungan. Andara lalu berdiri dan mengangkat kaosnya, hingga pusernya kelihatan. Mami dan Kak Luna bingung dan saling tatap.
“Mam, Kak, puser Andara bodong...gimana dooong...?” tanya Andara akhirnya, seraya memperlihatkan pusernya, membuat Mami dan Kak Luna menutup mulut dengan jemari mereka menahan geli yang tiba-tiba.
Mami geleng-geleng kepala, “Ra...itu ya, yang buat kamu sedih...?”
Andara mengangguk pelan, lalu menurunkan kaosnya hingga pusernya tak lagi kelihatan. Kak Luna yang nggak kuasa menahan ketawa segera keluar kamar Andara, menemui Papi yang masih baca koran.
Kak Luna duduk di sebelah Papi sambil cekikikan. Papi merasa terganggu lalu menatap Kak Luna penuh selidik, “Kamu kenapa sih...?” tanya Papi seraya melipat korannya.
“Pap...ternyata Ndara sedih gara-gara pusernya...” ujar Kak Luna, lalu menutupi mulutnya menahan geli. Hal itu membuat Papi bingung.
“Puser...?” Papi bertanya-tanya sendiri.
“Iya Pap, Ndara sedih karena pusernya bodong! Hehehe...”
“Lho, dari kecil kan dia emang pusernya bodong? Kamu kok malah ketawa? Dimana letak lucunya...?” sungut Papi, lalu meninggalkan Kak Luna yang akhirnya berubah cemberut.
***
Dihari berikutnya, pada sore yang cerah, Papi, Mami dan Andara duduk-duduk di teras depan. Mereka tengah mencari jalan keluar gimana mengatasi puser Andara yang bodong itu, yang membuat Andara selalu bersedih.
“Ra, menurut Papi, puser bodong itu nggak jadi masalah. Kan dia selalu tertutup...” ucap Papi, sambil menatap Mami, “Iya kan Mam...??!”
Mami mengangguk.
“Masalahnya Pap, Andara kan jadi nggak bisa tampil seksi kayak temen-temen... Kalo Andara pake pakaian yang keliatan puser Ndara yang bodong ini, kan jadi malu... iya, kan??”
“Ya kamunya nggak usah pake seksi-seksi segala... Lagian apa pantesnya pake pakaian yang keliatan pusernya!? Kamu ada-ada aja. Pasti kamu meniru gaya pakaian cewek-cewek negeri barat, ya? Kan papi udah bilang, kalo mau mencontoh mbok ya segi postifnya saja. Otaknya, misalnya. Cara berfkirnya. Atau apa kek, yang penting-penting begitu. Jangan cara berpakaiannya...?!!” cerocos papi panjang lebar.
“Iya Ndara. Lagi pula, seksi kan nggak harus kelihatan pusernya. Tapi kalo emang kamu ngotot tampil seksi kayak penampilan temen-temen kamu itu, terserah kamu. Asal kamu percaya diri aja sama apa yang kamu miliki. Seperti yang mami bilang selamam...”
Andara hanya menunduk.
Saat ketiganya saling diam, dari arah halaman sebuah sedan memasuki garasi. Kak Luna, si pengemudi sedan itu, turun sambil membawa beberapa barang belanjaan. Kak Luna memakai kaos ketat yang bagian bawahnya berada tepat di atas pusarnya. Kak Luna yang punya tubuh seksi dan pusernya nggak bodong itu berjalan melenggak-lenggok memasuki teras.
“Alow... met sore semua...wah, wah... pada kumpul neh! Lagi ada arisan, yah?” canda Kak Luna, seraya memandang Papi, Mami dan Andara satu persatu.
Papi dan Mami menatap ke arah Kak Luna, memandangi penampilan Kak Luna dari ujung kaki hingga rambut. Lalu keduanya menghela nafas. Sementara itu Andara terlihat keki bin sebel.
“Ok deh, aku masuk dulu ya...”
Kak Luna lalu memasuki rumah.
“Huh, emangnya kak Luna aja yang bisa tampil seksi begitu!!” gerutu Andara, membuat Papi dan Mami geleng-geleng kepala. “Liat aja nanti! Iya kan, Mam...?”
“Iy...iy...iya. Iya Ndara... kamu juga bisa!” Mami tersenyum, meski sebenarnya dipaksakan.
***
Atas nasihat Mami kemarin, Andara jadi percaya diri. Andara nggak peduli lagi sama pusernya yang bodong. Andara masih ingat kata-kata mami di kamarnya, bahwa terkadang kekurangan pada diri seseorang justru bisa menjadi kelebihan. Maksud Mami adalah, mungkin kekurangan yang kita miliki tidak dimiliki orang lain, dan hal itu menjadi daya tarik tersendiri. Mami bilang, puser bodong itu bisa jadi seksi, lho...
Itulah yang menyebabkan Andara memberanikan diri pake thank top yang panjang bagian bawahnya hanya sebatas di atas puser, lalu dipadukan dengan jins. Sesuai petunjuk Mami, Andara nggak peduli sama pusernya yang bodong.
Setelah merasa hakul yakien dan bener-bener pe-de, Andara pun keluar rumah dengan penampilan yang selama ini ia impi-impikan. Barusan Irly mengingatkan di telpon, kalo hari ini di sekolah lagi ada acara. Jadinya, menurut Andara, ini waktu yang tepat buat menunjukkan pada teman-temannya bahwa hari Sabtu ini Andara bisa tampil seksi! Dengan diantar Mang Jupri, Andara berangkat ke sekolah.
Setibanya di parkiran, sepanjang jalan menuju gedung serbaguna sekolahnya, Andara merasa risih, karena sebentar-sebentar ia memperhatikan pusernya sendiri yang nggak tertutup pakaiannya yang street. Sesaat Andara menarik nafas dalam-dalam, demi mengembalikan kepercayaan dirinya. Huaaah.... Andara pun menguatkan diri untuk tampil penuh percaya diri.
Pas memasuki koridor sekolah, beberapa cowok yang hari ini juga nggak pake seragam sekolah memandangi Andara sambil cekikikan. Andara mulai merasa nggak nyaman. “Pasti ini karena puser gue yang bodong..!” umpat Andara dalam hati, “Ah, cuek ajaaaa!!!” Andara menguatkan dirinya sendiri.
Saat tiba di dekat sekumpulan temen-temen yang masih belum bergabung mengikuti acara sekolah itu, semua mata memandang ke arah Andara. Mereka terheran-heran melihat penampilan Andara yang nggak biasanya. Sementara itu, semua anak cewek yang tak lain sohib-sohib Andara, memakai pakaian tertutup dan diantaranya ada yang berkerudung.
“Andara....elo kok...?” Kisye yang terheran-heran melihat penampilan Andara hari ini nggak melanjutkan kata-katanya. Sementara yang lain memandangi Andara dengan tatapan aneh.
“Kenapa...?! Elo semua heran liat gue! Karena puser gue bodong, kan...?!!” ujar Andara, sambil menatap wajah semua temannya yang dianggapnya sinis.
“Ra...denger ya... hari ini kan lagi ada acara keagamaan. Kok, elo pake pakean kayak gitu, seh..?!!” ujar Agidia, yang membuat jantung Andara nyaris copot.
“Acara keagamaan...?!!” Andara bengong sendiri. Andara memandangi sohib-sohibnya yang bergaun tertutup dan terlihat anggun.
“Ndara... nggak pantes deh kalo elo pake pakean kayak gitu. Ntar nggak enak sama Pak Guru Agama...” ujar Irly.
Andara terdiam sesaat. Andara memperhatikan sohib-sohibnya yang nampak anggun dengan pakaian mereka yang tertutup. Andara mulai berpikir. Andara akhirnya menyadari, bila sebenarnya ia nggak harus memaksakan diri untuk tampil seperti siapapun. Seperti teman-temannya saat ini, yang ia anggap tetap cantik dan seksi meski tampil nggak kelihatan pusernya, dan tentu meski pusernya nggak bodong seperti miliknya.
“Oke kalo gitu, aku balik lagi aja deh! Mau ganti kostum!!” ucap Andara akhirnya, seraya kembali ke tempat parkir menemui Mang Jupri.
Setibanya di parkiran, Mang Jupri bingung. Andara meminta Mang Jupri membuka pintu mobil.
“Non, kok balik lagi..?!” tanya Mang Jupri di balik kemudi.
“Iya Mang, Ndara mesti ganti pakaian. Pakaiannya harus tertutup, Mang. Nggak keliatan pusernya kayak gini...”
“Oooh... bagus deh! Mang Jupri setuju banget! Biar puser si non yang bod....bod... eh... eee...” Mang Jupri nggak melanjutkan ucapannya.
“Apa Mang...!!???”
“Eh...ngngng....nggak non...”
“Tadi Mang Jupri bilang apa..?!!”
“Nggak! Mang Jupri nggak bilang apa-apa...”
“Tadi bilang puser, kan?!!”
“Nggak jadi...”
“Maaaangggg....!!!”
Mang Jupri jadi serba salah. Mang Jupri segera menghidupkan kunci kontaknya lalu melajukan mobil. Sepanjang perjalanan Andara masih penasaran sama lanjutan kata-kata Mang Jupri. Tapi Mang Jupri nggak mau ngomong lagi. Mang Jupri mau bilang puser Andara bodong, tapi nggak berani. Hehehe...***
*)Pamulang, 04 Juni 2006
0 comments:
Posting Komentar