Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di tabloid Keren Beken, Edisi 15, TH VII, 17-30 Juli 2006
Dimuat di tabloid Keren Beken, Edisi 15, TH VII, 17-30 Juli 2006
Dari semua yang melekat
dalam anggota tubuhnya, satu-satunya hal
yang paling Elliza benci adalah... tahi lalat! Elliza nggak habis pikir, kenapa
ia bisa begitu banyak memiliki tahi lalat. Kemarin malam ia sudah menghitungnya.
Ada sembilan belas tahi lalat. Tapi dari belasan tahi lalat itu, sebenarnya
hanya tiga yang paling ia benci. Yakni tahi lalat yang terletak di atas bibir,
di dahi, dan satunya lagi di ujung hidung.
gbr: www.menyerap.blogspot.com |
Untuk menutupi tahi lalat
itu, Elliza pun melakukan beberapa cara. Termasuk memakai make up tebal-tebal.
Tapi semua yang ia lakukan tak banyak menolong. Mau operasi plastik nggak
mungkin banget. Elliza paling takut ke dokter.
Persoalan tahi lalat ini
sebenarnya bermula dari sahabatnya sendiri. Yakni pas Mulan bilang, waktu lahir
mungkin Elliza berada di dekat bak sampah. Sehingga banyak lalat yang
kerkerumun dan buang hajat. Jadi deh, tahi lalat itu! Hehehe...
Elliza tentu aja nggak
terima. Dan permasalahan sebenarnya bukan itu aja. Belakangan ini Elliza gagal
melakukan PDKT sama Raga, cowok kelas sebelah yang jago main sepak bola. Elliza
yakin banget kalo Raga yang kerennya nggak ketulungan itu nggak suka sama tahi
lalatnya. Sebab setiap kali ketemu Elliza, Elliza merasa Raga selalu aja
merhatiin tahi lalatnya.
Pernah, suatu ketika Raga tanya-tanya tentang tahi lalat
Elliza yang terletak di ujung hidungnya itu,
“El, ini tahi lalat,
kan?”
Elliza waktu itu
mengangguk cepat, dan berusaha mengalihkan pembicaraan. Tetapi Raga terlanjur
memburu banyak pertanyaan tentang tahi lalat lainnya.
“El, kayaknya tahi lalat
yang dibawah bibir kamu itu mulai tumbuh bulu, tuh...?”
“Masak seh? Ntar deh gue
liat...” Elliza sebel banget mendapat perlakuan ini, tapi nggak bisa berbuat
apa-apa.
“Ngomong-ngomong, tahi
lalat kamu banyak juga ya El...?”
“Ngng... cuman tiga
doang, kok?” Elliza terpaksa berbohong. Padahal dia punya sembilan belas, kan?
“Aku kok heran, El. Kamu
punya tahi lalat di deket bibir...tapi kamu nggak cerewet...?”
Elliza tersentak mendapat
pernyataan Raga yang satu ini.
“Emangnya kalo tahi lalat
di deket bibir berarti cerewet...?”
“Iya. Mamiku juga punya
tahi lalat di deket bibir. Uh, nyebelin banget! Dia itu super cerewet gitu
deh!”
“Masak, seh??”
“Nenekku juga tahi
lalatnya di bibir. Dan nggak kalah cerewetnya dibanding Mami!”
“Gitu, ya?”
“Iya. Masih banyak lho
buktinya. Mau nggak aku sebutin...?”
“Kayaknya nggak usah deh,
Ga...”
“Heheh, sori lho El...”
Itulah percakapan
terakhir Raga dengan Elliza. Diwaktu berikutnya Raga nggak pernah dateng
lagi ke rumah Elliza, dan tiba-tiba aja
keesokan harinya Elliza melihat Raga tengah berjalan bersama seorang cewek
cakep di sebuah mal.
Atas kejadian itu, Elliza
menangis di depan dua sohib kentalnya, Vivid dan Mulan, saat berada di dalam
kamar pas pulang sekolah. Kedua
sahabatnya itu pun menenangkan Elliza.
“Sabar El, belum tentu
kalo Raga itu nggak suka sama elo karena tahi lalat itu...” ujar Vivid, sambil
membantu menyeka airmata Elliza yang berjatuhan di pipi dan lehernya dengan tissue.
“Yo’a El, jangan
berprasangka buruk dulu...” tambah Mulan, sambil memberikan tissue pada
Vivid.
“Gue... gue yakin banget
kalo Raga emang nggak suka tahi lalat gue.. hiks! Kalo gini caranya, gue harus
musnahin tahi lalat terkutuk ini...hiks!!”
“El... tenang El...
sabar... tarik nafas dalem-dalem El... rileks...”
“Uh, lo gimana seh?
Gimana gue bisa rileks!? Gue sebel banget sama tahi lalat gue, tau!”
Elliza semakin sedih.
Elliza lalu mengambil cermin kecil, setelah itu menatap wajahnya. Vivid dan
Mulan memperhatikannya.
“Coba deh lo liat! Tahi
lalat gue ini, terutama yang diujung idung, bener-bener keterlaluan! Tuh,
kalian perhatiin deh! Kayaknya do’i ada di situ cuman mau ngejek gue! Kenapa
seh bisa ada diujung idung, nggak di pantat aja, atau dimana kek? Kayak tahi
lalat gue yang lain...hiks!”
“El, udahlah! Tahi lalat
ini kan pemberian Tuhan! Lo nggak boleh gitu dong! Gue yakin, setiap apa yang
diberikan sang pencipta, pasti ada maksudnya. Gitu kata nyokap
gue...!” Vivid
kembali melap airmata Elliza.
“Maksudnya apa, Vid?
Jangan-jangan tahi lalat ini diciptakan cuman mau mempermalukan gue?!”
“Ya nggak mungkin lah,
El! Kalo tahi lalat ini segede kepal, baru mempermalukan. Tahi lalat lo itu kan
nggak lebih gede dari ujung toge..?!” sela Mulan.
“Huaaah!
Hiks...hiks...!!!” Elliza justru mengeraskan isaknya.
“Lho!? Lho...!? Kok, tambah
mewek gitu...?” Mulan bingung. Vivid menarik lengan Mulan ke sudut kamar.
“Elo ini gimana seh,
Lan...!!?? Kemarin itu si Tika gembrot nyela Elliza, bilang kalo tahi lalat
Elliza diidungnya itu kayak biji toge...! Elo gimana seh..?!” Vivid memarahi Mulan
dengan suara dilemahkan.
“Sori... gue nggak
inget...”
“Ya udah, minta maaf
sana...!!”
Mulan pun mendekati
Elliza yang sudah menelungkupkan tubuhnya di atas dipan sambil sesenggukan.
“El... sori El... jangan
tersinggung ya sama omongan gue tadi...”
Elliza membalikan
wajahnya dan menatap Mulan. Nampak airmatanya sudah membasahi seluruh pipinya.
“Gue nggak marah sama elo
kok, Lan? Gue lagi benci sama tahi lalat gue sendiri, hiks!!”
“El, kita-kita akan bantu
lo, gimana cara nutupin tahi lalat lo. Atau kalo perlu memusnahkannya!” ujar
Vivid, yang ikut mendekati Elliza. Elliza pun menatap Vivid dan Mulan secara
gantian, lalu bangkit dari dipan seraya
kedua tangannya merengkuh Vivid dan Mulan ke dalam dekapannya.
“Makasih ya.. lo berdua
emang sohib gue yang paling baik...”
***
Hari minggu ini rencana
pemusnahan tahi lalat Elliza akan segera dilaksanakan. Elliza sengaja nggak
izin sama orang-orang rumah. Elliza pikir, percuma aja ngebahas tahi lalatnya
di depan Papi, Mami dan Kak Angel. Mereka
pasti cuman bisa ketawa-ketiwi.
By the way, Elliza heran banget
tentang tahi lalatnya ini. Baik Papi, Mami maupun Kak Angel, nggak ada yang
punya tahi lalat sebanyak dirinya. Kenapa, ya? Elliza pernah mempertanyakan ini
pada orang-orang rumah.
“Kenapa sih Mam, Elliza
kok punya banyak banget tahi lalat. Tapi Mami sendiri nggak punya...?” Elliza
protes pada Mami, saat kumpul-kumpul di ruang tengah. Papi dan Kak Angel yang
sedang ngobrol pun memberi perhatian pada Elliza.
“El, Mami juga punya,
kok...?”
“Ah, Mami bohong! Mami
pasti cuma pingin menghibur El..”
“El, Mami juga punya tahi
lalat. Emang sih, tahi lalat Mami cuman satu. Itu juga letaknya di deket
ketiak. Hehehe...”
“Maaam!!!” Elliza
mencubit lengan Maminya, lalu menatap ke arah Papi.
“Kalo Papi sendiri
gimana?” Elliza memperhatikan sekujur wajah dan tangan Papi.
Elliza nggak
melihat tahi lalat, satu biji pun!
Lalu Papi menarik kerah
baju dan menunjukkan tahi lalat yang terletak di ujung leher.
“Niiih... Papi juga punya
tahi lalat! Emang kamu aja yang punya... Yeee!!”
“Tapi kan, tahi lalat
Papi di leher...hiks?” Elliza mulai sedih.
Kak Angel, yang udah
duduk di bangku kuliah itu, mendekati Elliza.
“El, kamu kenapa? Kamu malu ya sama tahi lalat
kamu? Kakak malah pingin punya tahi lalat kayak kamu. Keliatan manis...” ujar
Angel.
“Emangnya Kak Angel mau?
Ambil aja kalo kakak mau!”
“Makasih deh kalo yang
diujung idung itu!” Angel lalu buru-buru bangkit dari duduk sambil cekikikan.
“Papi!! Mamiii..!! Kak
Angel, tuuuh! Hiks...! Awas, yah!!” Elliza pun mengejar-ngejar Kak Angel, tapi
kak Angel lebih dulu kabur ke dalam kamarnya. Papi dan Mami cuma bisa
geleng-geleng kepala.
Tuh, bikin sebel kan
semua orang rumah Elliza? Makanya, lebih baik Elliza minta bantuan Vivid sama
Wulan aja, untuk mengenyahkan ketiga tahi lalatnya, terutama yang di ujung
hidung.
Vivid dan Mulan membawa
Elliza ke rumah tante Layla. Tante Layla ini adik dari Maminya Vivid. Tante
Layla adalah seorang ahli kecantikan dari sebuah produk kecantikan terkenal di
Jakarta. Saat tiba dan berhadapan dengan tante Layla, Elliza terkejut melihat
tante Layla. Mulan pun tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya, meski sebelumnya
sudah diberi tahu Vivid, bila tante Layla yang cantik itu... ternyata memiliki
tahi lalat di ujung hidung, serta lima tahi lalat lainnya yang terletak di
bibir sebelah kanan, pipi kiri dan kanan, di kening, dan satu lagi di bawah
alis kiri!
Siang itu Elliza dan
kedua sohibnya berkonsultasi tentang banyak hal, yang berkenaan dengan
kecantikan wanita. Baik Vivid, Mulan maupun Elliza sendiri, ternyata nggak menyinggung tahi lalat sama sekali.
Gimana nggak, tante Layla ternyata punya tahi lalat lebih banyak di wajahnya
ketimbang Elliza. Mungkin di bagian tubuhnya juga? Hehehe... kayaknya riskan
deh, kalo nyinggung tahi lalat di depan Tante Layla.
Saat ketiganya hampir dua
jam mengobrol tentang kecantikan, tiba-tiba seorang cowok dan cewek memasuki
rumah. Cowok itu ternyata Raga, dan seorang cewek yang tempo hari pernah Elliza
lihat di sebuah mal. Elliza dan Mulan terkejut melihat kedatangan Raga, kecuali
Vivid yang emang merahasiakan hal ini.
“O ya, ini putra saya
satu-satunya, Raga... kalo nggak salah, kalian satu sekolah, kan? Dan yang
satunya lagi putri saya yang paling kecil, Reva...” Tante Layla memperkenalkan
keduanya pada Elliza Cs.
“Reva masuk dulu ya,
Mam...” Reva kemudian masuk ke dalam rumah, dan Raga terlihat bingung melihat
Elliza, Mulan dan saudara sepupunya Vivid, berada di rumahnya.
“Raga, sini duduk deket
mami...”
Raga pun duduk di sebelah
Tante Layla.
“O ya, Raga ini anak kesayangan
saya, meski bendelnya minta ampun!”
Elliza tersenyum
mendengar pengakuan Tante Layla.
“Maaf Tante, apa bener
sih kalo anak tante ini sayang banget sama Raga? Menurut saya...”
“El..!!” Raga melotot ke
arah Elliza, lalu menarik lengan Elliza ke luar ruangan. Mami, Vivid dan Mulan
terbengong-bengong melihat ulah Raga. Namun ketiganya membiarkan Raga dan
Elliza keluar. Vivid dan Mami-nya raga ber-high five, merasa berhasil
mempertemukan kembali Raga dan Elliza. Tinggal Mulan yang bengang-bengong sendirian.
“Mulan, semua ini udah
gue dan tante Layla rencananin sebelumnya... lo tenang aja...” bisik Vivid pada
Mulan. Mulan mengangguk-angguk, meski mungkin aja ia masih belum mengerti
maksudnya.
Di luar ruang tamu, Raga
masih memegangi tangan Elliza dan memandang Elliza dengan tatapan mengancam.
Elliza segera menarik tangannya, melepaskan diri dari pegangan tangan Raga.
“Apa-apaan sih lo,
Ga..?!!”
“El... gue harap lo
jangan buka rahasia gue...”
“Ga... gue cuman pingin
bilang kalo nyokap lo tuh cerewet, karena punya tahi lalat di deket bibir...”
“Plis, El... itu sama
sekali nggak bener..!! Dia cerewet demi kebaikan gue... tolong El, nggak usah
diceritain... gue takut Mami marah, terus rencana gue minta dibeliin sepatu
bola baru gagal total...”
Elliza tersenyum penuh
kemenangan.
“Terus mau lo apa?”
“Eee... kita ngomong yang
baik-baik aja... soal tahi lalat dibibir itu, diujung idung, di pipi atau
dimana aja, nggak ada hubungannya sama apapun. Dan gue suka, kok...! Buktinya,
Mami gue itu baik banget sama gue... meski... cerewet juga sih...”
“Tuh, kan...??”
“Tapi dia baik, kok...”
“Raga!!! Elliza....! Ayo
masuk, kok ngomongnya di luar sih..?!” Mami Raga berteriak dari dalam ruang
tamu.
“Iya, Mam...!” Raga
menyahut, lalu melotot ke arah Elliza, “awas lo ngomong macem-macem...!” Raga
mengancam Elliza. Elliza nggak takut sedikitpun. Elliza justru tersenyum,
apalagi pas inget kata-kata Raga barusan, kalo Raga tuh suka sama tahi
lalatnya. Kalo begini caranya, Elliza nggak mau menghilangkan tahi lalatnya,
termasuk yang diujung hidungnya.
“Ayo masuk...! Kok, malah
bengong...” Raga menarik-narik lengan Elliza.
“Iya, iya...! Galak amat
sih!?? Mau gue ceritain soal tahi lalat nyokap lo, ya..?!” Elliza balik
mengancam.
“Hehehe... plis, jangan
dooong... Yuk, ah...”
Raga menarik lengan
Elliza lagi. Elliza menepis tangan Raga, meskipun sebenarnya ia hepi banget
diperlakukan begitu.***
*)Pamulang Barat, Banten, 18 Januari 2005
0 comments:
Posting Komentar