Cerpen Zaenal Radar T.
Sumber: Majalah KaWanku, No.08/XXXIV, 16-22 Agustus 2004
Sumber: Majalah KaWanku, No.08/XXXIV, 16-22 Agustus 2004
Photo: socerisma.com |
“Mila, Udah malem gini kok belum tidur...?”
“Mila lagi nunggu siaran
bola, Mam.”
“Nggak takut besoknya
ngantuk?”
“Mila udah tidur siang, Mam.”
“Ya sudah! Awas, besok pagi
jangan telat lagi yah...”
Setelah Mamanya pergi, Mila langsung melompat ke ruang
tengah, menyalakan pesawat televisi. Ia menunggu bintang kesayangannya si David
Beckham merumput, yang selama ini menjadi pemain kebanggaannya! Yap! Setiap
kali melihat David Beckham, Mila selalu merasa ingin bermain bola. Menggiring,
menggocek, menembaknya ke gawang!
Minggu ini Mila sudah
berhasil membujuk Papanya. Mila dibelikan sepatu bola! Sepatu bola miliknya
sangat keren. Merknya Beckham, salah satu type keluaran dari merk alat olahraga
terkenal di dunia! Mila sudah mencobanya berkali-kali di halaman rumah. Dengan
sepatu bola itu, Mila merasa jadi pemain sepak bola beneran.
Sayangnya, di kompleks
tempat tinggalnya, Mila tak pernah bertemu dengan cewek seusianya yang suka
sepak bola. Dengan begitu, tak ada jalan lain bagi Mila. Ia memberanikan diri
bergabung dengan anak-anak cowok.
Seperti kemarin, Mila memberanikan diri ikut latihan dengan anak-anak tim sepak
bola di kompleksnya.
“Aduh, gimana ya..? Kalo gue
sih boleh-boleh aja lu gabung sama kita-kita... Tapi...” salah seorang cowok,
yang jadi kapten kesebelasan tim cowok di kompleks Mila ragu, ketika Mila
mengajukan diri untuk bergabung.
“Kenapa? Apa kalian ragu
sama kemampuan gue...?!”
“Bukannya begitu, Mil. Kita
ngerasa nggak enak aja...” anak cowok lain menimpali.
“Kayaknya risih, deh!!”
“Oke, oke... gue ngerti!
Sekarang gini aja, gimana kalo elu-elu ngasih kesempatan buat gue, sekali aja.
Boleh, kan?!”
“Aduh... gimana ya...?!”
“Atau, jangan-jangan kalian
takut tersaingi...?!” Mila jadi mangkel.
“Ya udah, Mil. Kalo lu
maksa, lu boleh coba. Sebel gue!!”
Akhirnya, dengan amat
terpaksa, anak-anak cowok itu menerima Mila untuk ikut ambil bagian dalam tim
latihan. Mila tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia pun menyiapkan sepatunya.
“Gila. Mil! Sepatu lu
baru?!!” salah satu cowok memuji sapatu milik Mila.
“Iya, dong! Keren, kan!?”
“Wuaaah, keluaran baru tuh!
Beckham, coy!!”
“Jangan cuma liat sepatunya... Tapi ntar elu liat cara gue
main...!”
Dengan sombongnya, Mila pun
bersiap-siap mengikuti latihan sepak bola bersama anak-anak cowok itu. Mila
memilih posisi gelandang kanan. Alasan dia, biar seperti David Beckham!
Anak-anak cowok yang masih
tampak risih, memberikan perhatian pada satu-satunya cewek yang berada di
tengah-tengah lapangan itu. Satu dua pemain senyam-senyum melihat Mila melakukan
pemanasan.
“Ah, paling juga sepuluh
menit nyerah!”
“Tauk tuh anak! Kalo bukan
cewek satu kompleks, udah gue usir!!”
“Biar aja deh, kita liat aja
kemampuannya sampe di mana!”
Meski satu dua anak mengeluh
akan kehadiran Mila, latihan tetap berlangsung. Wasit membunyikan pluitnya,
bertanda latihan dimulai. Pemain penyerang tengah memberikan bola pada
rekannya, lalu rekannya mengumpan ke belakang. Mila berteriak-teriak agar umpan
diberikan kepadanya, namun bola tersebut diumpan pada pemain lain!
Selama lebih dari sepuluh
menit waktu pertandingan, ketika anak-anak timnya Mila menguasai bola, tak ada
yang memberi bola untuk Mila. Hal itu jelas membuat Mila marah. Akhirnya Mila
harus merebut bola sendiri bila ingin mendapat bola. Dan tibalah pada satu kesempatan.
Mila berhasil mendapat bola. Ia menggiringnya, meniru gaya David Beckham.
Setelah itu langsung mengumpan jauh ke depan, pada teman satu timnya. Bola
hasil umpan Mila meliuk seperti membentuk pisang ambon. Lalu jatuh tepat di
depan kepala rekan satu timnya. Sekali sundul, bola tersebut langsung menembus
ke arah gawang! Sayangnya, meski penjaga gawang tak berhasil menangkapnya, bola
tersebut membentur mistar gawang!
Rekan Mila yang menyundul
bola itu mengacungkan jempol ke arah Mila. Jelas saja Mila senang. Anak-anak
lain tampak terheran-heran. Sepertinya mereka mulai mempercayai kemampuan Mila
bermain bola.
Pada satu kesempatan, rekan
Mila yang menduduki posisi pemain belakang mengumpan bola pada Mila. Mila
berhasil mengontrol bola dengan baik. Setelah itu langsung mengumpannya ke
depan. Bola itu meliuk, mendarat di kaki penyerang tengah satu timnya. Namun
sebelum menendangnya ke gawang, pemain belakang lawan lebih dulu merebut
bolanya.
Tetapi rupanya bola tersebut
masih bisa dikuasai oleh rekan-rekan satu tim Mila. Bola itu dikuasai oleh
gelandang kiri. Gelandang kiri itu mengumpan ke depan, pada pemain tengah. Mila
berlari ke tengah, minta bola diumpan ke kakinya. Bola itu pun di umpan ke arah
Mila, dan Mila tidak menyia-nyiakan bola itu, langsung menendangnya ke depan.
Bola melesat, merobek jala gawang!
Semua pemain, baik teman
maupun lawan, terbengong-bengong...
Itulah salah satu pengalaman
Mila berlatih sepak bola dengan anak-anak cowok di kompleksnya. Sebelumnya,
Mila sudah sering berlatih di rumah. Tapi kalo di rumah, Mila harus berseteru
dengan Maminya!
“Kamu itu cewek apa cowok
sih, Mil?! Permainan sepak bola itu kan khusus buat cowok...?”
“Yaa, mami! Emangnya cowok
aja yang bisa! Mila juga bisa...”
“Ya ampun, Mil! Sebenernya
kamu itu mau jadi apa, sih?! Jangan bikin mami bingung, dong!”
“Mami tenang aja deh. Mila
kan kepingin kayak David Beckham!”
“David Bekam!? David Bekam
siapa?!”
“Taelaaa, Mami! Masak David
Bechkam aja nggak kenal! Makanya Mam,
sekali-sekali nonton Liga Spanyol dong! David Beckham itu salah satu andalan
timnya Real Madrid, setelah dibeli dari Mancester United!”
“Aduh, Mami nggak ngerti
deh! Pokoknya sekarang gini aja. Mami nggak mau tau. Siapa si David itu. Mau
David Bekam, David Coperfield, David apalah namanya...! Pokoknya, kamu harus
mesti kudu berenti main sepak bola!!”
“Yaa, Mami. Nggak bisa
gitu dong! Papa aja yang cowok cuek. Kok, jadi mami yang malah kuno!”
“Ada apa sih? Kok, dari tadi
ribut terus...?” papa Mila menengahi
perseteruan itu.
“Ini lho, Pap! Anak
kesayangan kamu satu-satunya ini! Masak, main sepak bola?! Aneh, kan..?!”
Papa geleng-geleng kepala,
“Sudahlah, Mam. Biar aja...”
“Tuh, kan...!? Kamu sih Pap,
manjain anak terus...!”
“Hihihi, Mami kok jadi sewot
gitu...?!”
Ketika itu Mama Mila
langsung masuk kamar. Mila dan Papanya mengangkat bahu, mengikuti kepergiannya.
“Nih, papa beliin
oleh-oleh...” Papa mengeluarkan bungkusan untuk Mila. Isinya Kaos bola. Di
Belakang kaos ada tulisan: BECKHAM. Dan di bagian lengannya ada logo Kinas,
maskot kejuaraan sepak bola piala Eropa Portugal 2004.
“Papa!! Makacih, yaaah...!”
Mila mencium kening Papanya. Namun nggak lama kemudian Mamanya keluar lagi
sambil membawa tempat sampah.
“Apa itu, Ma...?!”
“Ini pap, pecahan guci...”
“Pecahan guci...?” mata Papa
melotot, karena ia kenal benar dengan warna pecahan guci antik itu. Jelas saja,
itu adalah guci antik kesayangannya.
“Kok...!? Siapa yang mecahinnn...?!”
“Siapa lagi kalau bukan...
tuh, anakmu!!”
“Mila...?!”
“Sorii, pap... Mila nggak
sengaja...”
“Kok, bisa!?”
“Mila main bola di dalam
rumah! Terus bolanya mengenai guci ini, pecah deh!”
“Mila!!”
“Sori pap, abisnya Mila
nggak bisa main bola di luar! Mila nggak dibeliin sepatu bola! Jadi... gini
deh...”
“Ya udah, nanti Papa
beliin!!”
“Hah!? Bener ya, pap...”
Mila memeluk Papanya, lalu
mencium keningnya sekali lagi. Mamanya mencibirkan bibir, bertanda sebel
melihat aksi Mila. Setelah itu, keesokan harinya, Papa benar-benar membelikan
Mila sepatu bola itu.
“Udah malem gini masih
nonton tipi, Mil? Nanti kamu ngantuk di
sekolah...”
“Iya, Pap. Tenang. Tadi Mila
udah tidur siang. Lagian sayang kalo ditinggal...”
“Mau nonton apa sih...?!”
“Yaa, papa gimana sih?!
Malem ini kan yang main Inggris!”
“Pasti mau liat David
Beckham, ya?!”
“Iya, dong! Papa temenin Mila, yah...”
“Aduh, besok Papa ada
presentasi di kantor...”
“Ya, Papa! Emangnya Papa
nggak pingin liat David Beckham ya...?”
“Nggak. Papa nggak suka
David Bechkam!”
“Uuh, papa! Papa sukanya apa
sih...?!”
“Papa lebih suka nonton AFI
daripada bola! Hihihi...”
“Week! Norak amat sih,
Pap...!”
“Udah, ya... papa tidur
duluan...”
Mila tak lagi menanggapi
Papanya. Karena televisi di hadapannya akan segera menyiarkan laporan langsung
pertandingan sepak bola Euro 2004. Mila langsung konsentrasi menanti-nanti
pemain kebanggaannya disorot kamera. Namun sayangnya, karena pembawa acaranya
begitu membosankan, Mila jadi ngantuk. Dan Mila pun nggak sadarkan diri di
hadapan televisi.
Di dalam tidurnya, Mila
bermimpi. Mila bertemu dengan David Beckham di stadion sepakbola Senayan.
Kesempatan itu nggak disia-siakan Mila untuk belajar bagaimana bermain
bola. Dengan rendah hati, David Beckham
mau mengajarkan Mila bagaimana caranya bermain sepakbola dengan asyik dan
menarik.
“Sebenarnya untuk apa kamu
belajar main sepak bola...?!” tanya David Beckham pada Mila, ditengah-tengah
latihan itu.
“Saya ingin seperti kamu!”
“Ingin seperti saya?!”
“Iya! Kalau saya bisa
seperti kamu, nantinya saya akan melatih anak-anak cewek di sekitar rumah saya
bermain bola...”
“Lho!? Memangnya di negeri
kamu ini nggak ada anak cowok yang suka main sepakbola!?” David Beckham
bertanya lagi.
“Ada sih. Tapi begitu, deh.
Seringnya ribut melulu... Makanya, lebih baik pemain bola di negeri saya cewek semua!
Siapa tahu bisa ikut Piala Dunia...?!”
“Hahaha! Kamu lucu, Mila!”
“Hahaha.” Mila ikut ketawa.
“Mila! Kamu nggak sekolah!
Tuh, kan kesiangan...!” tiba-tiba suara David Beckham berubah jadi teriakan
mamanya. Mila tersadar. Ia hanya bermimpi. Bermimpi bertemu dengan pemain
sepakbola pujaan hatinya: DAVID BECKHAM!
“David Beckhamnya mana, Mam...?!”
“David Bekam...!? Kok, mami
ditanyain David Bekam...!? Emangnya mami nonton tipi..!?”
“Uuh, mami! Mila
ketiduran...! Jadi nggak bisa ngeliat David Bechkam, deh!”
“Sudah sana mandi! Nanti
kamu telat ke sekolah!”
Dengan malas, Mila melangkah ke kamar
mandi. Di depan kamar mandi, ia berpapasan dengan Papanya. “Kok, manyun gitu?
Kalah ni yee...!”
“Papa apa-apaan sih?!”
“David Beckham payah!”
“Papa! Kok, bisa bilang
begitu!?”
“Tadi papa nonton berita
pagi. Tim Inggris kalah sama Perancis!”
Mila menatap wajah papanya
lekat-lekat. Papanya menunjukkan jari telunjuk, lalu menggoyang-goyangkannya di
depan Mila, sambil bilang: “Kaciaaan deh luu...!”***
*)Pamulang, Juni 2004
0 comments:
Posting Komentar