Cerpen Zaenal Radar T.
Sumber: Majalah Kawanku, No.25/XXXII, 16-22 Desember 2002
Sumber: Majalah Kawanku, No.25/XXXII, 16-22 Desember 2002
gbr: musicalprom.com |
Pada Kompetisi Paduan Suara Piala Gubernur kali ini SMU Tunas Jaya kembali
ditunjuk sebagai tim paduan suara,
mewakili sekolah-sekolah SMU se-kecamatan. Menurut bapak Kepala Sekolah,
kecuali tahun lalu, SMU Tunas Jaya udah jadi langganan juara pada setiap
Kompetisi Paduan Suara tingkat Kecamatan yang di selenggarakan di Balai Kota.
Dan saat ini menjadi pemegang trophy bergilir Piala Gubernur, yang
dislenggarakan setiap dua tahun sekali itu! Yang jadi prioritas anggota paduan
suara biasanya anak-anak kelas satu dan dua.
“Jadi siswa kelas tiga nggak dilibatkan?” tanya Risha pada
ibu wali kelas.
“Murid-murid kelas
tiga sudah harus berkonsentrasi menghadapi ujian akhir,” ujar ibu wali
kelas. “Sebab latihan paduan suara ini
memakan waktu sekitar setengah bulan.
Biasanya jam pelajaran ke lima sampai terakhir digunakan untuk latihan,”
lanjut ibu Wali Kelas I.a. itu.
Wuih, senangnya Risha!
Dengan begitu Risha bisa lebih sering ketemu dua sohibnya, Puput dan
Putri, yang kebetulan berada di kelas I.c.
Jadi tak hanya pada jam-jam istirahat saja. Selain itu, Risha ngerasa bisa bebas bergerak
sebebas-bebasnya. Sebab anak-anak kelas
tiga yang menyebalkan tak diikutsertakan.
Ya, anak-anak kelas tiga yang jadi panitia orientasi
pengenalan siswa kemarin itu, harus pada sibuk belajar guna menghadapi ujian
akhir. Uh, rasain! Sungut Risha dalam hati. Coba kalo mereka pada ikutan, pasti rese-nya
minta ampun! Abisnya, kelakuan mereka
sengak banget! Apalagi yang namanya
Siska dan Widi, yang sok ngartis abis!
Ditambah sama Wiwi Sisiliani yang gila hormat, yang menghukum Risha
lari-lari muterin lapangan basket!
Kayaknya kejengkelan Risha belum juga hilang meski
orientasi pengenalan siswa itu udah lama berakhir. Kesebalan pada kakak-kakak kelas masih
nyangkut di dadanya. Ketika itu Risha
sempat berpikir, kepingin membawa Papinya yang Brigadir Jendral Polisi ke
sekolah! Bayangkan saja, masak dalam seminggu
itu tiap hari selalu aja ada yang rese.
Yang bilang roknya ketinggian lah, yang bilang kaos kakinya kepanjangan lah,
atau sepatunya yang genjreng. Maunya
Risha, dia mau apa kek ‘tetangga’ gak perlu sibuk! Tetapi kakak-kakak kelasnya ini selalu sok
ngatur.
Belum lagi yang suka ngasih tugas-tugas aneh. Bawa jengkol, bikin kalung petai, bawa koran
dan botol bekas, rambut mesti dikepang sembilan! Ih, kalo
diinget-inget, darah Risha serasa naik sampai seleher! Untung cuman seminggu. Coba
kalo sebulan, mungkin Risa bakal gak nahan!
Makanya, Risha seneng banget kalo anak-anak kelas tiga yang
belagu-belagu itu gak ikut tim paduan suara.
Jadi, pandangan mata Risha yang sebelnya minta ampun kalo pas ngeliat
tampang salah satu kakak kelasnya itu, kini terbebas dari polusi tampang
mereka!
Sebenarnya tampang anak-anak kelas tiga gak ‘jauh-jauh’
amat. Bahkan satu dua ada yang lumayan cute. Kayak Tika dan Ron, yang pernah
jadi model sampul majalah top remaja.
Tapi kalo inget sama kelakuan mereka waktu orientasi, khhhh… nyebelin
banget!
* * *
Sebelum ini Risha pikir yang namanya paduan
suara itu gampang. Tinggal buka mulut,
mengeluarkan suara, beres! Apalagi
lagu-lagunya udah ia hapal di luar kepala sejak SD. Seperti lagu wajibnya, lagu yang harusi
dibawakan oleh setiap peserta kompetisi
paduan suara itu, lagu kebangsaan Indonesia
Raya. Lagu pilihannya juga gampang. Menurut rencana, tim paduan suara akan
membawakan dua buah lagu pilihan. Yaitu lagu Sumpah Pemuda dan Padamu Negeri.
Namun begitu, sudah lima kali pertemuan, tim paduan suara
belum mampu mengeluarkan suara dengan padu.
Namanya saja paduan suara. Yang
keluar mestinya padu alias kompak. Yang
terjadi sesungguhnya, vokal Risha dan teman-teman anggota tim paduan suara
masih terdengar ancur-ancuran!
Pelatih kepala dan beberapa guru yang menyaksikan
kebingungan dibuatnya. Terutama Risha
yang akhirnya ikut-ikutan bingung.
Padahal do’i udah habis-habisan mengeluarkan vokal sebaik-baiknya. Maklum aja, Risha pernah jadi juara lomba
nyanyi se-Kecamatan! Ia ngerasa tak ada
yang salah pada tim paduan suara. Karena
seluruh kemampuan vokalnya ia kerahkan, untuk mendukung vokal tim paduan suara
yang terus terang saja, memang agak-agak fals adanya. Pantas saja, meski Risha mengeluarkan seluruh
kemampuannya, pelatih paduan suara masih terlihat geleng-geleng kepala!
“Saya bungung,” kata pelatih kepala, yang tak lain ibu guru
kesenian. Lalu lanjutnya, “Kalian kok
tidak seperti kakak-kakak kelas kalian.
Dulu, kakak-kakak kelas kalian bisa dengan mudah beradaptasi, menyamakan
suara, menyanyikan lagu-lagu dengan teramat kompak! Tetapi siswa-siswi sekarang, meskipun sudah
hampir seminggu latihan, vokalnya masih sukar sekali diatur!”
Uuh, untung saat itu anak-anak kelas tiga gak ada yang ikut
mendengarkan. Coba kalo mereka dengar, pasti semakin sok belagu aja
mereka! Hmm, Risha jadi semakin sengit
aja.
“Coba tolong, semuanya konsentrasi. Mari ambil suara sama-sama! Do… do… do….” pelatih kepala kembali
melanjutkan latihan, terpaksa mengambil alih tugas dirigen untuk sementara.
Puput yang kebagian tugas jadi dirigen tampak gemetar berdiri di sebelah
pelatih. Jangan-jangan, jadi juga si
Puput mengundurkan diri. Karena waktu
selesai latihan kemarin, Puput bilang pada Risha dan Putri, do’i ngerasa nggak sanggup
memimpin tim paduan suara! Puput bilang,
anak-anak paduan suara bervokal jelek!
“Eh, berarti kamu menghinaku juga dong, Put?” protes Risha
waktu itu. Berang.
“Semuanya! Semua
anggota paduan suara bersuara jelek!”
“Eh, Put, denger ya.
Saya ini sering jadi juara lomba nyanyi!
Masak kamu bilang suara saya jelek?!”
“Mungkin vokal kamu bagus.
Tapi ketutup sama yang lainnya.
Jadi tetep aja kedengaran berantakkan!”
“Ya sudah,” Putri menengahi. “Namanya juga latihan. Nanti lama-lama juga
bagus,” tambahnya.
Putri berusaha mendinginkan keadaan, meski ia sendiri
sebenarnya setengah hati melanjutkan latihan paduan suara itu. Ia juga tak habis pikir, mengapa sudah hampir
seminggu latihan, menyamakan suara saja masih terdengar amburadul!
* * *
Memasuki minggu kedua, terpaksa pelatih
kepala menerjunkan beberapa anak kelas tiga untuk ikut mengatur tim paduan
suara. Mereka adalah Wiwi Sisiliani,
Widi dan Siska, serta lima anak lain yang Risha tidak ketahui namanya. Yang jelas, Risha jadi tambah sebel latihan
paduan suara!
“Pret!
Lagaknya si Widi itu, sok ngatur banget!
Kayak dia aja yang bisa!” teriak
Risha di depan Putri dan Puput.
“Apalagi Siska!
Mentang-mentang…” Putri berhenti
sebentar. “Mentang-mentang apa?” Puput
menyela.
“Mentang-mentang suaranya bagus!”
“Ya udahlah, yang penting mereka udah gak keliatan rese
lagi, kan?” komentar Puput, yang baru tadi pagi mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai dirigen. Penggantinya
adalah Winie Hutagalung, yang berkacamata minus tipis, berkulit hitam tapi
selalu keliatan manis.
Seperti biasa latihan dimulai setelah jam istirahat, di
tribun lapangan sepak bola sekolah.
Risha berdiri di tengah-tengah
peserta paduan suara lainnya. Saat Widi dan Siska berdiri diantara Winie
Hutagalung, rasanya Risha kepingin keluar aja dari barisan. Risha menggerutu sendiri seolah ingin
menumpahkan kekesalannya. Ia tak menyadari bila tepat di belakngnya berdiri
Wiwi Sisiliani, cewek bertampang innocent
yang dianggapnya sengak!
Saat latihan berlangsung, pelatih
kepala yang dibantu oleh beberapa guru dan ditambah anak-anak kelas tiga,
mengerahkan kemampuan yang sungguh di luar dugaan. Terutama anak-anak kelas tiga yang gigih
memberi banyak masukkan bagi adik-adik kelas mereka. Dan ternyata anak-anak senior mampu mengatasi
kelemahan tim paduan suara, yang selama latihan diwaktu-waktu sebelumnya belum mampu menunjukkan penampilan
berarti. Nyatanya, setelah anak-anak
senior turun tangan, sedikit demi sedikit mampu memperbaiki tim paduan
suara. Sehingga pelatih kepala sudah mulai
terlihat mengangguk-anggukan kepala.
Namun keesokan harinya, ketika tim paduan suara menunjukkan
kemampuan terbaiknya, persoalan yang timbul justru pada pemimpin paduan suara
alias dirigen. Winie Hutagalung
sakit! Kemungkinan besar harus ada yang
menggantikannya. Karena menurut kedua
orangtuanya, Winie butuh isrirahat agak lama.
Lalu, siapakah yang pantas menjadi penggantinya? Sedangkan waktu kompetisi paduan suara itu
tinggal seminggu lagi!
* * *
Di tengah-tengah kebingungan tim paduan
suara, Wiwi Sisiliani angkat bicara. Ia
mengusulkan Risha ditunjuk sebagai pengganti Winie Hutagalung. Hal ini disetujui oleh Widi dan Siska, serta
pelatih kepala. Risha menolak tetapi
bapak Kepala Sekolah turun tangan, memaksa agar Risha menerima tugas tersebut.
Seminggu sebelum hari H pelaksanaan Kompetisi, tim paduan
suara kembali berlatih dengan dirigen barunya, Risha! Dan Risha berlatih keras agar tidak
mengecewakan anak-anak kelas satu! Risha
kepingin, anak-anak baru lebih oke dari anak-anak senior. Seenggak-enggaknya, mampu mempertahankan trophy!
Di rumah, Risha banyak bertanya tentang bagaimana menjadi dirigen yang
benar pada Mamanya. Kebetulan Mama
sering jadi dirigen di kalangan ibu-ibu Bhayangkari. Bahkan saat ini Mamanya Risha diangkat jadi
pelatih kepala paduan suara ibu-ibu Bhayangkari.
Di samping itu, anak-anak senior banyak membantu dan
memberikan dorongan moril. Anak-anak
kelas tiga yang pernah ngegencet
Risha dan teman-temannya itu membimbing anak-anak tim paduan suara dengan
antusias sekali! Namun begitu tak
terlihat kesan menggurui atau yang sering Risha dan teman-temannya bilang
sengak! Se-ngak!
* * *
Kompetisi Paduan Suara Piala Gubernur
berjalan dengan sukses dan meriah! Tim
paduan suara SMU Tunas Jaya yang oke punya berhasil mempertahankan gelar
juara! Apalagi, dirigennya menjadi dirigen
terbaik pada kompetisi kali ini. Tak
ayal lagi, Risha menjadi sorotan karena mampu memimpin tim paduan suara dengan
teramat prima. Termasuk menjadikan
dirinya sebagai dirigen terbaik!
Bapak Kepala Sekolah dan seluruh guru-guru merasa terharu,
karena tidak menyangka sekolah mereka mampu mempertahankan tradisi! Jadi juara Kompetisi Paduan Suara Piala
Gubernur! Terus terang aja, sebelumnya mereka meragukan kemampuan
anak-anak kelas satu dan dua.
Tetapi Risha sendiri tidak merasa bangga meski tim paduan
suara dan seluruh siswa-siswi SMU Tunas Jaya mengelu-elukannya. Risha pikir, tim paduan suara gak akan
berarti apa-apa tanpa bantuan anak-anak kelas tiga! Tim paduan suara gak bakal bisa juara bila para
senior tidak turut menanganinya!
Dalam sambutannya di depan siswa-siswi SMU Tunas Jaya, saat
upacara bendera, Risha yang diberikan kesempatan bicara, mengatakan: “Kami
berterima kasih pada pelatih kepala, dan kakak-kakak kelas tiga yang telah
banyak membantu tim paduan suara, sehingga mampu mempertahankan gelar juara!”
Ucapan Risha disambut dengan tepuk tangan meriah oleh para
guru dan siswa-siswi SMU Tunas Jaya.***
0 comments:
Posting Komentar