Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat Harian POS KOTA, No. 13828, Minggu, 15 Mei 2005
Dimuat Harian POS KOTA, No. 13828, Minggu, 15 Mei 2005
photo: jakartalives.wordprss.com |
“Ojek sepeda...?!”
keningku berkerut.
“Iya, kita harus naik ojek
sepeda. Karena tidak ada angkutan lain selain ojek sepeda...” terang Paman,
sambil tersenyum.
“Tapi Andi tak berani,
Paman...”
“Kalau begitu kita jalan kaki
saja!” ujar Paman, kesal.
Aku berfikir sebentar. Kurasa,
ada baiknya mencoba naik ojek sepeda. Dari pada jalan kaki, nanti capek. Selain
itu , bukankah aku memang senagaj ingin merasakannya.
“Baiklah, Paman. Kita naik ojek
sepeda!”
Kedua bola mata paman tiba-tiba
terbelalak lucu, “Kamu berani...?”
Aku mengangguk.
Akhirnya aku dan Paman naik
ojek sepeda. Kami masing-masing naik ojek sepeda sendiri-sendiri.
Di salah satu sudut pusat
kota Jakarta, tempat di mana sahabat
Pamanku tinggal, ada ojek sepeda. Kota Jakarta yang ibukota, yang terkenal
dengan gedung-gedungnya yang tinggi mencakar langit, ternyata masih terdapat
ojek sepeda. Kalau di kompleks perumahan di mana aku tinggal, yang ada ojek
sepeda motor.
“Di Jakarta juga ada ojek
sepeda motor..” jawab si tukang ojek sepeda ketika kutanyakan, sambil mengayuh.
“Pelan-pelan, pak...” ujarku,
sambil berpegangan erat-erat.
“Tenang saja. Bapak sudah mahir
jadi tukang ojek sepeda. Sudah lebih dari sepuluh tahun!” tukang ojek itu
berkata dengan bangga. Aku cuma manggut-manggut, sambil berpegangan erat
sekali. Aku takut jatuh.
“Ngomong-ngomong, kamu tinggal
di mana, dik?” tanya tukang ojek sepeda.
“Di Tangerang.”
“Ooh...” tukang ojek itu
mengangguk-angguk. Pasti mulutnya membentuk hurup O.
Nafas tukang ojek
sepeda sedikit terengah-engah, saat jalan menanjak. Kulihat ojek sepeda yang
membawa Paman melaju perlahan-lahan di
depan. Sepeda yang kutumpangi membuntuti di belakang.
“Paman
kamu itu mahasiswa, yah?” tanya si tukang ojek sepeda kepadaku. Heran sekali
aku, si tukang ojek ini senang sekali mengobrol rupanya.
“Bukan. Pamanku seorang
pengarang. Kami sedang menuju ke rumah sahabatnya!”
“Pengarang?”
“Ya.
katanya paman saya hendak menulis cerita tentang ojek sepeda. Aku jadi
bertanya-tanya, apakah ojek sepeda itu ada? Lalu paman mengajak saya ke sini!”
“Wah, paman kamu hebat, yah!”
“Yah. Pamanku memang hebat.
Kalau tidak ada dia, aku belum tentu tahu dan bisa merasakan bagaimana naik
ojek sepeda.”***
0 comments:
Posting Komentar