Cerpen Zaenal Radar T.
Sumber: majalah Mahardika, Edisi 10/ 18 Juni – 1 Juli 2005
“Dia bilang udah diputusin, Na.”
Sumber: majalah Mahardika, Edisi 10/ 18 Juni – 1 Juli 2005
Gbr: dreamstime.com |
“Gile bener! Damar ngajak
gue ng-date! Gimana, dong!!”
“Sabar, Cha. Sabaaaar... Pejamkan mata lo.
Tarik nafas dalem-dalem, terus lepaskan perlahan-lahan...”
Icha melakukan apa yang
diminta Nana. Ia pejamkan matanya. Menarik nafas dalam-dalam, lalu
melepaskannya perlahan.
“Gimana Cha, lebih enakan,
kan...?”
Icha memejamkan kedua bola
matanya sekali lagi, lalu diam cukup lama, menunggu apakah perubahan itu
datang.
“Gimana perasaan lu sekarang, Cha? Udah lebih
baik?!” ulang Nana.
“Boro-boro, Na! Gue tetep
aja deg-degan!”
“Aduh, Cha! Gimana sih lu?!
Elu nggak konsen, sih!?”
“Bodo, ah! Gue bingung neh!!”
“Tapi Cha...” Nana berhenti
sebentar, lalu garuk-garuk kepala, “Cha... kita kan udah sama-sama tau kalo si
Damar itu udah punya gebetan...?”
“Dia bilang udah diputusin, Na.”
“Lo percaya?”
“Percaya dong! Dia udah
sumpah-sumpah di depan gue!”
“Iya sih. Tapi namanya
cowok, bisa aja kan dia ngibul...?”
“Udah deh! Kok lo malah
mikir kayak gitu?! Bukannya bantuin gue gimana cara ngadepin dia...”
“Oke, oke. Sekarang gini
aja. Lo pulang, terus langsung tidur. Nanti pas bangun, lo bakal baikan deh!”
“Nah gitu dong, kasih saran.
Ya udah, gue pulang duluan. Gue turutin saran lo. kebetulan gue ngantuk berat neh!”
“Tapi tidurnya jangan sampai
keterusan ya, non.”
“Iya, lah! Dia kan bakal
jemput gue jam setengah lima!”
“Ya, ya. Tidur siang satu
jam udah cukup!”
“Gue balik duluan, yah...”
“Daag!!”
Icha tidak seperti biasa,
pulang lebih dulu. Nana melepas kepergian Icha dengan perasaan berat. Bukan
apa-apa. Sabtu ini pertama kalinya bagi Icha janjian dengan seorang cowok. Nana
khawatir Icha diperlakukan macam-macam, seperti dirinya dulu. Sebab Nana
sendiri pernah dibohongin sama Damar. Hanya saja, Nana merahasiakanya pada Icha
.
Setibanya di rumah, Icha
langsung tidur siang. Papa dan Mamanya yang memang libur kerja pada hari Sabtu
bingung melihat tingkah putrinya.
“Itu si Icha, kok
tumben-tumbennya bisa tidur siang?
Biasanya jam segini dia belum pulang...?” selidik Mama.
“Tau tuh... jangan-jangan
dia sakit kali?”
“Ya udah, kita tanya
yuk...?”
Papa dan Mama masuk kamar
Icha. Icha yang sebenarnya nggak bisa tidur, pura-pura memejamkan mata. Ya,
Icha emang nggak bisa tidur. Icha masih aja mikirin Damar yang akan
menjemputnya nanti sore.
“Kayaknya tidurnya nyenyak
banget, Ma..?” ujar Papa. Icha tentu
saja mendengar ucapan Papanya itu. Dan sebenarnya Icha kepingin ketawa ngakak.
“Kita harus hati-hati, Ma. Tau sendiri si
Icha, kalo sakit kan suka nggak mau bilang. Takut sama dokter. Iya, kan??!”
“Iya sih... Mama jadi inget
waktu dia kena tipes. Jangan-jangan....”
Papa dan Mama saling tatap.
Icha melirik sebentar ke arah Papa dan Mama, lalu segera memejamkan mata ketika
Papa dan Mamanya yang mulai panik itu hendak menatapnya lagi.
Terdengar Papa menghela
nafas berat.
“Cha..., Cha...” Mama
memanggil-mangil Icha sambil menggoyang-goyang tubuh Icha. Icha malah pura-pura
menguap, seperti seseorang yang sedang nyenyak tidur.
Kemudian Papa memegang
kening Icha.
“Wah... panas Ma..!” teriak
Papa.
Jelas aja kening Icha
panas. Mungkin karena Icha lagi mikirin
apa yang mesti ia persiapkan buat kencan pertamanya nanti malam. Saking
kerasnya berpikir, hingga keningnya jadi serasa panas.
“Gimana kalo kita panggil
dokter...?” usul Mama.
Tiba-tiba Icha bangkit dari
tidurnya.
“Pa... Ma... ngapain sih, di
sini...?!” tanya Icha, dengan raut wajah sebal.
“Kamu... sakit Cha...? Papa
panggilin dokter, ya...?”
“Ih, orang Icha nggak
kenapa-kenapa sih!”
“Kok, kamu tidur? Biasanya nggak...?”
“Icha ngantuk neh...!”
“Ya udah... kamu tidur lagi
deh...” Papa menyerah. Setelah itu Papa dan Mama meninggalkan kamar Icha.
“Biarin aja deh Pa, mungkin
Icha kecapekan...” ujar Mama, setelah di luar kamar Icha.
“Tapi mungkin aja dia sakit,
Ma...”
***
Beberapa jam kemudian Icha
bangkit dari dipan dan berteriak sejadi-jadinya.
“HAH...!? JAM ENAM...!
PAPA.... MAMA....!!!”
Papa dan Mama yang berada di
ruang tengah segera bergegas ke kamar Icha. Papa dan Mama memandang Icha yang
kelihatan marah.
“Kamu kenapa, Cha...?!”
“Mau dipanggilin dokter..?!”
Icha mengatur nafasnya yang
naik turun.
“Ma... tadi ada yang dateng,
nggak?”
Mama menatap wajah Papa.
Papa mengernyitkan dahinya.
“Tadi ada yang dateng nggak,
Ma?” ulang Icha.
Mama mengangguk. “Temen
kamu, Damar,” sela Papa.
“Nanyain Icha, nggak?”
“Ya, terus Papa dan Mama
bilang kamu lagi sakit...”
“Terus...?”
“Terus dia pulang”
“HAH!! PAPA... MAMA...? KOK
JADI GINI, SEEEH..!?”
“Lho, lho... kenapa
Cha...?!”
Icha langsung bangun dan
segera meraih horn telpon. Icha langsung menghubungi Damar.
“Halo, bisa bicara dengan
Damar...?” ucap Icha, pada suara di seberang telpon.
“Halo, Damarnya sedang
keluar rumah.”
“Ke mana...?”
“Nggak tau, mbak. Ini kan
malam minggu. Apel kali...? Hehehe!”
Icha sebel banget denger
suara di ujung telpon itu. Itu pasti pembokat-nya Damar. Setelah itu Icha
langsung menutup telpon dengan kesal. Papa dan Mama tampak bingung melihat
tingkah Icha.
“Cha, Papa sama Mama mau ke
mal, kamu mau ikut...?”
Icha kelihatan bingung.
“Kalo kamu mau ikut, sana
mandi!”
Icha tak menyahut kata-kata
Papa dan Mamanya. Icha hanya memperlihatkan tampang sebalnya.
***
Daripada di rumah sendirian,
Icha ikut Papa dan Mama ke mal. Icha
terlihat uring-uringan karena apel pertamanya berantakan. Papa dan Mama masih
belum mengerti. Namun mereka belum mau menanyakan kenapa Icha cemberut. Papa
dan Mama menduga, pasti gara-gara teman cowok yang datang tadi sore ke
rumahnya.
Setibanya di mal, secara
nggak sengaja, Mama menunjuk seorang cowok yang tengah berjalan bersisian
dengan seorang cewek dari kejauhan. Mama
mengenali tampang cowok itu. Jelas aja, cowok itu Damar!
“Cha... ssshh... itu Cha...
cowok yang tadi ke rumah...” bisik Mama, sambil menepuk-nepuk pundak Icha. Icha langsung menoleh ke arah Damar. Icha
langsung lemas melihat Damar bersama dengan seorang cewek.
“Bener juga kata Nana, nih
cowok nggak boleh dipercaya!” ucap Icha dalam hati.
Bersamaan dengan itu, Damar
melihat ke arah Icha dan Papa-Mamanya. Damar terlihat gugup. Sebelum Damar
melangkah ke arah Icha dan Papa-Mamanya, Icha langsung menarik lengan Papa dan
Mamanya untuk pergi menjauh. Papa dan Mamanya menuruti keinginan Icha,
menghindari Damar yang hendak menemui Icha.
Setelah beberapa saat
lamanya, Damar kehilangan jejak. Damar pun kembali menemui cewek yang tadi
bersama-sama dengannya, yang tak lain adalah adik kandungnya sendiri. Sebenarnya
Damar ingin menjelaskan pada Icha, bahwa cewek yang tengah bersamanya adalah
saudaranya. Ketika Damar menghubungi HP Icha, Icha langsung menjawab dengan
nada kasar, “Mar! Asal lo tau, this’s my first date with someone! Dan
elo mengacaukan semuanya! Lo nggak usah ngubungin gue lagi deh! Ke laut aja
lo...!! Or go to hell...!!!”
“Tapi Cha... Cha... Cha...”
Tut... tuutt... tuutt....
Komunikasi terputus.
*)Pamulang Barat,
02/2005
0 comments:
Posting Komentar