Mamat Metro

Mamat Metro

Kambing Kurban

Oleh   Zaenal Radar T.

Sumber: Majalah  AKU ANAK SALEH, No. 03. Th.VIII Maret-April 2002


Gbr: sinergifoundation.org



            Setiap hari Raya Idul Adha, setelah salat Id, selalu ada pemotongan hewan kurban.  Kebetulan rumah saya dekat dengan masjid.  Jadi saya tak pernah ketinggalan melihat penyembelihan hewan-hewan tersebut.  Ada sapi, kerbau, dan kambing.  Yang paling banyak kambing.
Tahun ini, Ayah saya menyerahkan dua ekor kambing kurban.  Satu dari Ayah, satu atas nama Ibu.  Saya tidak tahu mengapa Ayah rela menyerahkan kambing-kambing itu untuk disembelih, lalu dagingnya dibagikan kepada orang-orang di daerah kami.
“Yah, kenapa Ayah akan menyerahkan kambing-kambing itu untuk dikurbankan?” tanya saya.
Ayah tersenyum.  Lalu katanya, “Nanti kamu akan mengerti”
“Kenapa, Yah?  Bukankah lebih baik kita potong buat sendiri saja.  Khusus untuk keluarga kita.  Atau, baiknya kambing itu kita jual, uangnya buat beli sepeda Fuad yang baru!” usul saya pada Ayah.
Ayah hanya geleng-geleng kepala mendengar usul saya tadi.  Apakah usul saya salah? Yang saya inginkan, Ayah dan Ibu membelikan sepeda baru,mengganti sepeda saya yang lama.
Selama ini, setiap kali saya minta dibelikan sepeda baru Ayah dan Ibu selalu mengatakan bahwa mereka tidak punya uang.  Nah sekarang, malah memberikan dua ekor kambing sekaligus untuk diberikan pada panitia kurban!  Masya Allah!  Rupanya Ayah dan Ibu sudah tak sayang lagi pada anak satu-satunya ini!
“Fuad, sepeda kamu kan masih bagus.  Buat apa beli lagi?” kata ibu, membela ayah.
“Iya, Bu.  Fuad tahu.  Tapi memberikan dua ekor kambing untuk panitia kurban, bukankah itu pun pemborosan namanya?”
Ibu tersenyum mendengar kata-kata saya.  Tangan lembutnya membelai-belai rambut saya.  Ibu, juga ayah, memang sangat menyayangi saya.  Sebab saya putra satu-satunya.  Saat ini saya kelas dua SD.  Pada saat kenaikan kelas kemarin, saya menjadi murid ranking satu.
Rasa sayang mereka pada saya bukan hanya karena saya anak yang penurut dan pintar.  Tetapi karena, menurut khabar, Ibu sudah tak bisa melahirkan anak setelah saya.  Sebab, Ibu mengalami gangguan kesehatan.  Selain itu Ayah dan Ibu baru punya anak setalah masa perkawinan mereka berjalan lebih dari tujuh tahun. Oleh karena itulah mereka sangat menyayangi saya.  Saya tahu semua itu karena nenek yang cerita.
“Jadi kamu lebih suka Ayah dan Ibu menjual kambing-kambing itu untuk beli sepeda baru kamu?” selidik Ayah.
“Daripada dikurbankan begitu?” tambah ibu.
Hmm, Ayah Ibu pintar juga!  Saya kira, ibu mengerti sekarang.  Pasti mereka akan mengurungkan niat mereka, menyerahkan dua ekor kambing yang bagus dan gemuk-gemuk itu untuk panitia kurban besok!
“Ayah dan Ibu setuju kan?” tanya saya dengan sorot mata berbinar.
“Tidak-lah, yauw!” Kata Ayah dan Ibu serempak.  Kompak.
“Ayah dan Ibu sudah tak sayang Fuad lagi!” Saya berteriak histeris.  Saya ingin menangis.  Saya tidak habis mengerti mengapa mereka lebih sayang pada orang-orang daripada putranya sendiri.
“Fuad, kamu kan anak yang saleh.  Kamu dengar cerita Ayah, ya?” ucap Ayah membujuk saya.  “Kamu jangan ngambek, ya.   Nanti  Fuad tetap ayah belikan sepeda baru,” tambah Ayah.
“Kamu tahu, mengapa Ayah dan Ibu mengurbankan dua ekor kambing itu pada Hari Raya Idul Adha?”
Saya menggelang.  Karena saya memang tidak tahu.  Yang saya tahu, kalau Ayah mengurbankan kambing-kambing itu maka kesempatan saya minta dibelikan sepeda baru kandas sudah.  Tetapi baiklah saya dengar dulu cerita Ayah, mengapa beliau rela mengurbankan kambing-kambing itu.
Ayah memulai cerita, “ Ketika itu Nabi Ibrahim gembira dikaruniai anak.  Sebab bertahun-tahun menunggu, istrinya, Siti Hajar, tak juga melahirkan anak.  Namun Allah Mahabesar.  Allah SWT akhirnya mengabulkan doa Nabi Ibrahim.
Anak Nabi Ibrahim diberi nama Ismail.  Kelak putranya itupun  menjadi Nabi.  Ismail adalah anak yang patuh pada orangtuanya.  Sehingga Nabi Ibrahim sangat menyayanginya.
Tetapi pada suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi.  Beliau mendapat perintah dari Allah SWT, yang sangat berat. “
“Kamu tahu tidak, apa perintah Allah itu?” Ayah bertanya pada saya, ditengah ceritanya.  Saya diam seribu bahasa.  Lalu kata Ayah, “Perintah itu menyangkut putra tersayangnya, Ismail.  Allah memerintahkan pada Ibrahim untuk memenggal putranya Ismail!  Niat itu diutarakan pada Ismail.  Apa tanggapan Ismail?  ‘Kalau itu memang perintah Tuhan, saya bersedia menjalankannya!’ kata Ismail pada Ayahnya.  Akhirnya perintah itu dilaksanakan.  Ibrahim mengasah goloknya hingga tajam.  Ia akan memotong leher putra kesayangannya!”
“Ayah, saleh sekali Ismail putra Nabi Ibrahim itu?”  potong saya.
“Tunggu dulu!  Ceritanya belum selesai!” kata Ayah.
“Kemudian pada saat Ibrahim hendak menyembelih leher putra kesayangannya Ismail, Tuhan mengganti Ismail dengan seekor kibas atau kambing!  Pada saat itu bertepatan dengan hari haji.  Oleh karena itulah, sampai saat ini, setiap hari Raya haji Idul Adha ada penyembelihan  hewan kurban!”
Mendengar cerita Ayah, akhirnya saya menjadi mengerti maksud Ayah.  Jadi Ayah mengorbankan kambing-kambing itu semata-mata karena Allah, dan mengikuti jejak Nabi Ibrahim.
“Ayah!  Ibu!  Besok biar Fuad saja yang menyerahkan kambing-kambing itu untuk dikurbankan!” teriak saya akhirnya.
“Boleh, boleh kalau kamu berani.  Tapi... sepeda barunya...?”
“Ayah, sepeda Fuad masih bagus, kok.  Yang lebih penting, Fuad enggak mau disembelih Ayah!”
“Lho?  Siapa yang mau menyembelih kamu?!”  mata Ayah terbelalak lucu.***
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...