Cerpen Zaenal Radar T.
Sumber: Tabloid FANTASI Teen, th. XII, Minggu Ketiga April 2005
Sumber: Tabloid FANTASI Teen, th. XII, Minggu Ketiga April 2005
photo: tokohindonesia.com/Ranti Maria |
Dita benci banget sama bekas koreng yang ada
di kedua lututnya. Pasalnya, ia jadi nggak berani pakai rok pendek lagi ke
sekolah. Selama ini, Dita selalu pakai
rok yang tingginya di atas lutut. Tapi setelah ada bekas korengnya itu, ia jadi
nggak ‘PD’ lagi pake rok pendek!
Bekas koreng itu sangat jelas terlihat ketika
lututnya terbuka. Bentuknya bulat sebesar telur puyuh, melingkar pas di bagian
depan tempurung kedua lututnya. Hal itu terjadi akibat Dita jatuh dari sepeda waktu
berboncengan dengan cowok paling ganteng se-kompleksnya, namanya Pepen. Dita jatuh dengan posisi lutut membentur tanah
aspal kompleks perumahan. Kedua lututnya berdarah hingga lama kelamaan menjadi
koreng.
Salah Dita sendiri yang menyebabkan luka di
kedua lututnya itu jadi koreng. Saat Dita jatuh dari sepeda itu ia tidak bilang
Papa Mamanya. Alasannya takut. Sebab Papa dan Mama pernah melarang Dita
membonceng sepeda dengan Pepen. Sepeda cowok yang Dita taksir itu tidak ada jok
belakangnya. Dita sering membonceng
sepeda Pepen, berdiri pada besi yang dipasang pada bagian tengah ban belakang
sepeda itu.
Peristiwa malang itu terjadi sewaktu Pepen
mengayuh sepedanya kencang-kencang, dan lupa menge-rem saat melintasi ‘polisi tidur’. Hal itu
menyebabkan ban depan sepeda terangkat, lalu Dita terpelanting ke belakang,
terjatuh dengan posisi kedua lutut membentur aspal!
Berhari-hari Dita menutupi kedua lututnya
dari Papa dan Mama. Begitu pula terhadap teman-teman di sekolah. Setiap hari
Dita memakai rok panjang untuk menutupi lukanya. Dita hanya mengobatinya dengan
plester dan obat merah. Namun suatu malam, Mamanya mendengar rintihan Dita di
kamar. Mama masuk dan memergoki Dita
tengah membuka plester yang menutupi lukanya. Luka di kedua lutut itu bukannya
sembuh, tetapi malah menjadi koreng!
Malam itu juga Mama dan Papa membawa Dita ke
dokter. Menurut dokter, luka Dita mengalami infeksi. Tetapi dokter tetap bisa
menanganinya. Dita diberi obat secukupnya. Dan dokter menyarankan agar Dita
istirahat di rumah dulu sebelum luka itu sembuh. Dita pun izin tidak masuk
sekolah. Karena tidak masuk sekolah, akhirnya teman-teman dekatnya jadi tahu
kalau Dita korengan.
Setelah selama tiga hari tidak masuk, luka
itu mengering. Dan Dita senang bukan main karena tidak merasakan nyeri lagi.
Hanya saja, luka itu membekas. Menurut dokter, hal itu terjadi karena luka itu
tadinya telah menjadi koreng!
Karena bekas koreng itulah Dita jadi tidak
berani pakai rok pendek ke sekolah. Ia malu bila semua teman-temannya melihat
bekas koreng itu. Sementara itu, kalau
pakai rok panjang terus, Dita juga merasa jengah. Jengah pada teman-temannya
yang biasa melihat Dita pakai rok yang panjangnya di atas lutut. Jadi serba
salah!
“Kamu kan bisa pake rok
panjang, Ta,” nasihat mamanya, waktu Dita mengeluh soal bekas koreng yang masih
sangat kentara di kedua lututnya itu.
“Kan malu sama temen-temen,
ma. Nanti diledekin lagi!”
“Masak sih, orang pake rok
panjang diledekkin?!”
“Bener lho, ma. Kalo Dita pake rok panjang terus, dikiranya
kaki Dita masih korengan!”
“Terus gimana, dong?!”
“Mungkin Dita perlu operasi
plastik, ma. Biar bekas korengnya nggak kelihatan lagi!”
“Operasi plastik?!!”
Mama terbengong-bengong
mendengar Dita mengusulkan operasi plastik. Jelas aja mama jadi mendadak
terbengong-bengong. Karena biaya operasi
pasti mahal.
“Apa nggak ada jalan lain,
Ta? Apa nggak nunggu hilang sendiri
aja?!”
“Kalo bisa hilang, ma. Kalo nggak bisa? Apa Dita harus seumur-umur pake rok
panjang?!”
“Perempuan yang selalu pake
rok panjang belum tentu lebih jelek dari perempuan yang pake rok pendek, Dita! Apalagi anak sekolahan!”
“Uh, bilang aja mama nggak
sayang Dita lagi!”
“Dita!! Kok, kamu ngomong
begitu?”
“Habis mama sih, nggak
pernah mau serius nolongin Dita. Bujuk
Papa, kek?!”
“Ya udah. Nanti mama bujuk
papa buat mengoperasi plastik kedua lututmu, biar bekas korengnya nggak
kelihatan lagi!”
“Nah! Gitu, dong!”
***
Ternyata papa nggak setuju
bila Dita harus operasi plastik. Papa justru menyarankan agar Dita bersabar.
Kata Papa seperti kata mama tempo hari, bekas koreng yang tumbuh di kedua
lututnya bisa hilang sendiri.
“Kalau nggak diobati mana
bisa hilang, Pa?!” protes Dita, dengan mulut manyun.
“Papa juga dulunya sering
korengan di lutut. Nih lihat lutut Papa. Waktu seumuran kamu papa masuk tim
sepak bola. Jadi penjaga gawang. Papa
sering jatuh hingga lutut Papa sering luka. Dulunya juga pernah korengan kayak
lutut kamu. Tapi lama kelamaan hilang
sendiri! Nih, lihat!” papa menunjukkan lututnya pada Dita.
“Iih, lutut Papa kan item!
Lagian, Kaki papa banyak ditumbuhi bulu! Jadi nggak keliatan bekas korengnya!
Kalo lutut Dita kan putih mulus, Pa.
Dan nggak ada bulunya. Pasti bekas korengnya nggak
bakalan bisa ilang.”
“Waduh, Ta! Kamu kok
menghina Papa, sih! Ya sudah, deh.
Yang jelas Papa belum punya uang buat biaya operasi lutut kamu. Papa sarankan, kamu cari dulu obat-obat murah, lotion
atau apa kek, yang bisa menghilangkan bekas koreng itu.”
“Iya, Ta. Mending kita cari
cara lain dulu sebelum dioperasi! Dan sebelum bekas koreng itu benar-benar
hilang, kamu pakai rok panjang dulu!”
Dita tak menjawab. Ia cuma
cemberut. Habis mau bagaimana lagi bila Papa dam Mamanya tak punya biaya buat
operasi lutut itu. Akhirnya ia menghubungi sahabat-sahabat dekatnya, siapa tahu
bisa mencarikan jalan keluar.
“Gue rasa Papa-Mama lu bener, Ta. Sebaiknya elu berobat luar dulu, daripada
mikirin biaya operasi yang pasti mahal itu,” saran Titi.
“Bener, Ta! Nanti kita cari
di apotik aja, siapa tau ada obat oles yang bisa menghilangkan bekas koreng lu”
ujar yang lain.
“Minum suplemen bervitamin E
aja, Ta!” tambah yang lainnya lagi.
“Elu tetep cakep meski pake
rok panjang seumur hidup lu…”
“HUH! Nggak sudi, yeh!!” kali ini Dita protes.
***
Setelah keluar masuk apotik,
ternyata Dita tak menemukan obat yang mujarab untuk mengenyahkan bekas koreng
terkutuk itu dari kedua lututnya. Dita sungguh merasa tersiksa lahir bathin
karena ulah bekas koreng itu. Sepertinya memang tak ada jalan lain kecuali
operasi plastik! Uh, kalau saja Papa dan Mamanya mampu membiayainya.
Karena bekas koreng itu
belum juga hilang, akhirnya Dita selalu pakai rok panjang. Pernah Dita mencoba
pakai rok pendek. Tetapi setiap kali ia melihat bekas koreng itu, ia
segera menggantinya lagi dengan rok
panjang. Rasanya bener-bener jelek kedua
lututnya ini, yang keduanya dihiasi oleh bekas koreng.
Dengan selalu memakai rok
panjang, Dita jadi tak pernah lagi mengikuti kegiatan-kegiatan di luar sekolah.
Ia enggan ikut cheersleader lagi.
Ia menolak setiap anak-anak mengajaknya ke pesta. Ia malu nongkrong di mal seperti dulu. Karena
menurutnya, memakai rok panjang itu seperti dandanan emak-emak! Paling nggak, kayak ibu-ibu arisan yang pakai
kain dan kebaya! Dengan begitu, Dita nggak lagi berfikir tentang cowok.
Menurutnya, tak ada lagi cowok-cowok keren suka padanya. Sebab meski ia lumayan
manis, ia punya bekas koreng di kedua lututnya. Termasuk Pepen, cowok
sekompleks yang sudah jarang bermain-main lagi bersamanya. Mungkin anak cowok itu tahu kalau lutut Dita
pernah korengan? Wah, nggak bertanggung jawab amat tuh cowok, yah!
Tetapi ternyata, Dita
ngerasa terheran-heran ketika suatu hari mendapat sepucuk surat di kolong
mejanya. Apalagi surat itu dari Acid. Siapa sih yang
nggak kenal Acid, jagoan nge-band di sekolahnya?! Yang kalo udah nyanyi suaranya bias bikin penonton cewek berteriak-teriak
histeris.
“Gue rasa Acid emang ada
hati ke elu, Ta.” ujar Titi, saat mendengar cerita Dita.
“Soalnya Acid sering titip salam ke elu lewat gue.”
“Ah, masak! Kok, elu nggak
pernah cerita…!?”
“Abis, gue juga suka sama
Acid!”
“Ya udah, lu ambil aja.”
“Eits, bentar dulu Ta!” Titi
menarik lengan Dita yang hendak ngambek itu. “Sekarang gue sadar, Ta. Kalo Acid
itu suka sama elu daripada gue. Seperti yang ada di surat lu itu. Acid suka
sama cewek yang pake rok panjang kayak lu. Dan dia justru benci sama cewek yang
pake rok mini kayak gue! Uh, sebel! Kalo tau begitu, gue pasti selalu pake rok
panjang terus.”
“Ya udah Ti! Elu pake rok
panjang terus aja kayak gue!”
“Udah terlambat, Taaaaa! Nanti dikiranya gue pake rok panjang gara-gara Acid,
lagi?”
“Tapi Acid tau nggak ya,
kalo gue pake rok panjang karena punya bekas koreng di kedua lutut gue…?!”
“Wah, gue nggak tau deh!”
“Kalo dia tau gimana?!”
“Elu jujur aja!”
Akhirnya Dita memang
benar-benar jujur ketika bertemu dengan Acid. Dan ternyata, diluar dugaan Dita,
Acid tak memperdulikan apakah lutut Dita ada bekas korenganya apa nggak. Sebab Acid bilang, Dita tetep terlihat manis
di matanya, meski apakah ia pernah korengan apa nggak!
Uh, akhirnya Dita sangat
bersyukur pernah memiliki koreng. Sebab kalau nggak pernah korengan dan
akhirnya berbekas, belum tentu Dita punya temen cowok sebaik dan se-oke Acid.
Kalo dulunya Dita nggak punya bekas koreng, belum tentu Dita selalu pake rok panjang ke sekolah!
Dan pada akhirnya, setelah
sering jalan bareng pas pulang sekolah, Dita dan Acid jadian. Dita seneng bukan
main. Ia pun menceritakan pada Papa dan Mamanya. Dan bisa diduga, Papa dan
Mamanya nggak setuju! Papa dan Mama yang
sekarang ini sudah punya biaya buat mengoperasi
bekas koreng dikedua lutut Dita itu tak sudi Dita punya pacar. Mereka
membujuk Dita untuk memutuskan hubungan. Sebagai imbalan, bekas koreng kedua
lututnya itu akan dioperasi plastik!
“Dita udah nggak butuh lagi
operasi-operasian, Pa, Ma!”
“Kamu nggak nyesel…?!”
“Nggak, Ma.”
“Ya sudah. Kamu boleh berteman dekat dengan cowok. Tapi harus
hati-hati!”
“Iya, Pa! Tenang! Nanti Acid
Dita kenalin ke Papa dan Mama.”
Mendengar penjelasan Dita,
Papa dan Mama menyerah. Namun Papa dan Mama tak habis mengerti mengapa Dita
tiba-tiba berubah pikiran. Mengapa Dita nggak mau dioperasi seperti yang pernah
ia inginkan.
“Jadi elu nggak mau bekas
koreng di kedua lutut elu diilangin, Ta…?!”
“Bukannya nggak mau, Ti. Nih elu liat sendiri...”
Dita membuka rok panjangnya
hingga ke atas lutut. Ternyata... kedua lututnya yang bagus sudah nggak ada
bekas korengnya lagi. Lututnya mulus seperti tak pernah ditumbuhi koreng!
“HAH! Bekas koreng lu udah
nggak ada! Kok, Papa dan Mama lu nggak tau?!”
“Ssst. Yang tahu cuma elu
dan Acid, ya. Nanti kalo Acid dateng ke rumah, mereka gue kasih tau. Biar surprise!”
“Terus, elu kok nggak pake
rok pendek lagi!?”
“Nggah, ah!”
“Pasti karena Acid, yah?!!”
“Nggak juga! Acid juga suka
kok gue pake rok pendek. Asal nggak kependekkan. Dan sebenernya justru Acid
yang mengantar gue ke dokter spesialis kulit sewaktu gue terus terang ke dia,
kalo gue punya bekas koreng!”
“Haah?! Beruntung banget lu
punya koreng... “
“Hus!”
“Aeh..., maksud gue... punya
cowok care kayak Acid!”
“Ini kan yang disebut
hikmah, Ti! Acid bilang, setiap apa yang terjadi menimpa kita, meskipun musibah
sekalipun, pasti ada hikmahnya! Gue bersyukur banget pernah punya koreng di
kedua lutut gue.”
“Aaah, mau dong punya koreng….”
“Hus!! Apa-apaan sih, lu!
Punya koreng tuh nggak enak, tau!”
“Iya, iya! Gue cuman
becanda. Sekarang gue ngerti deh. Gue yang pernah sombong karena nggak pernah punya
koreng kayak elu, ternyata nggak lebih beruntung dari elu!”***
*)Pamulang,
Maret 2005
0 comments:
Posting Komentar