Cerpen Zaenal Radar T.
Dimuat di majalah ANEKA Yess! No. 17, 22 Agustus – 4 September 2005
Dimuat di majalah ANEKA Yess! No. 17, 22 Agustus – 4 September 2005
Kawan, barulah kutahu,
ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan! Pahit memang. Seseorang yang begitu
kucintai dengan tulus, akhirnya harus kurelakan jadian dengan cewek lain! Cukup
aku saja yang mengalaminya, kawan. Karena kupikir, bila kalian yang
merasakannya, bagaimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan, sungguh begitu
teramat nyerinya hati ini. Nyeri
senyeri-nyerinya!
Kurasa,
biarlah aku saja yang merasakannya, bagaimana cinta bertepuk sebelah tangan
terjadi menimpaku. Karena aku takut, bila kalian merasakan hal yang sama,
kalian akan berfikir sama sepertiku. Bahwa hidup di dunia ini hanyalah taik kucing!
Sungguh kawan! Aku merasakannya sendiri. Hidup serasa tidak berarti lagi!
gbr: www.oketekno.com |
Coba kawan, kalian pikir, seseorang yang kalian harapkan,
seseorang yang kalian puja-puja, seseorang yang hanya ada dihati dan tidak seorangpun
selain dirinya terlintas dalam khayal kalian, seseorang yang begitu sangat
kalian cintai, ternyata cintanya untuk orang lain! Edan tenan,
bukan? Sungguh menyebalkan sekali,
bukan? Hati ini seperti ditusuk-turuk
belati, lalu di siram pake cuka, lantas dijemur di tengah terik matahari!
Hwaaahhh....!
Maaf, aku agak emosi menuliskan semua ini. Wajarlah kalau
aku naik darah, kawan. Barangkali karena sebelum ini aku merasa bahwa hubungan
aku dengannya sudah saling mencintai.
Dan bila akhirnya yang kudengar adalah sebaliknya, sudah sewajarnya
bukan, bila aku agak sedikit kehilangan kendali.
Sejak aku tahu bahwa ternyata cintaku bertepuk sebelah
tangan, mendadak aku jadi membencinya! Namun begitu, bila kuingat hari-hari
yang teramat manis saat bersama dengannya, airmataku begitu derasnya mengalir.
Seperti air mancur di bundaran HI. Sungguh kawan. Airmataku tak henti-hentinya
mengaliri pipi. Padahal aku tak mau
menangis. Sungguh mati. Aku tak mau
tersiksa karenanya. Akan tetapi,
meskipun dengan sekuat jiwa dan raga ini kutahan-tahan, aku tetap tak mampu
membendung laju airmataku! Setiap kali mengenang masa-masa indah bersamanya,
airmata ini muncrat dengan sendirinya. Dan nyeri di hati semakin menjadi-jadi.
Andre, cowok berparas biasa-biasa saja yang sudah hampir
lima tahun selalu menemani hari-hariku itu, ternyata tidak mencintaiku! Ia
justru memilih cewek lain untuk ia jadikan sebagai teman spesialnya. Padahal,
aku begitu mengharapkannya. Aku telah bersumpah pada diriku sendiri, demi
langit dan bumi, bahwa dialah cowok yang ada di hati ini. Aku tak pernah
memperdulikan cowok lain selain dirinya.
Terbukti,
selama lima tahun ini, sejak aku dan dia masih sering bersama-sama, aku tak
pernah mempedulikan cowok lain. Berpuluh-puluh cowok kutolak cintanya
mentah-mentah. Kenapa? Apalagi sebabnya
kalau bukan karena aku hanya mencintai dirinya seorang, kawan?
Bagaimana tidak gantengnya cowok bernama Alto, cowok senior
yang nyembah-nyembah aku untuk ia jadikan gebetannya. Aku menolak cintanya
baik-baik. Kukatakan padanya, bahwa aku sudah ada yang punya, meski waktu itu
tidak dengan jelas kusebut siapa yang punya. Dan tentu Alto mengerti, keakraban
aku dan Andre tak bisa dipisahkan lagi! Alto menerimanya dengan lapang dada,
mendoakan semoga aku dan Andre bahagia selamanya!
Demikian pula dengan Ray, Niki, Tono, Mardian, Juki, Han,
Dino, Robert, dan yang tak lagi kuingat namanya, tak pernah kuladeni mereka.
Sehingga dengan sendirinya, dengan teratur mereka mundur. Aku senang mereka
semua mengerti, karena aku tak mau menerima cinta seseorang yang tidak
kucintai. Kupikir, kalian pun begitu, bukan?
Apalagi seseorang yang sangat kucintai itu begitu
perhatian. Andre sangat memperhatikan aku. Apa pun yang kuinginkan selalu ia
penuhi. Menjemput dan mengantar sekolah dengan vespanya. Ke toko buku atau
belanja kebutuhanku di mal favoritku. Nonton di bioskop. Pergi ke tempat les
bahasa Inggris setiap dua minggu sekali. Latihan teater. Pokoknya, ke mana pun
aku melangkah, ia selalu bersedia mengantarku.
Andre tak pernah sekali pun membuatku sakit hati. Namun
begitu, yang tak pernah kumengerti, ia tak pernah sekali pun mengatakan bahwa
ia cinta kepadaku. Kupikir, cinta tak
harus diucapkan, bukan? Sikap dan perhatiannya padaku, sudah cukup memberikan
jawaban bahwa ia begitu menyayangiku, kawan.
Sehingga aku percaya akan kata hatiku, tentang perasaan yang sama antara
diriku dengan dirinya.
Salahkah aku kawan, bila aku berfikir demikian?
Pernah suatu ketika, saat aku masuk ke kamarnya, aku
menemukan photoku terpampang di sudut mejanya. Photo itu berada dalam sebuah
bingkai indah, berisi kenangan saat aku dan dia pergi ke pantai Ancol. Aku
berada dalam dekapan tubuhnya, sama-sama tersenyum begitu mesranya.
Bukan itu saja kawan,
setiap kali mempunyai masalah ia tak pernah tertutup kepadaku. Begitu
pula aku. Sampai ke soal cowok, aku pun terbuka. Kami saling bertukar cerita,
tentang setiap momen penting yang terjadi dalam hidup kami.
Masih lekat dalam ingatanku, ketika aku bercerita tentang
cowok-cowok yang kutolak mentah-mentah cintanya, dia tampak begitu riang
mendengarnya. Begitupula setiap kali ia
bercerita tentang cewek-cewek yang berusaha melakukan ‘pdkt’ dengannya, ia
selalu bercerita bagaimana cara ia menyingkirkannya.
Setiap kami mempunyai masalah, kami tak segan saling
berbagi rasa, bersama-sama memecahkannya. Antara aku dan dia seperti tak bisa
dipisahkan lagi. Persahabatan yang begitu erat, hingga aku menangkapnya sebagai
persahabatan spesial yang bukan sekadar bersahabat!
Kufikir, persahabatan kami memang bukan sekedar
persahabatan semata. Mama dan papaku,
seperti juga mama dan papanya, sudah saling tahu tentang kebersamaan kami.
Sahabat-sahabat dekat kami, juga
sahabat-sahabat dekatnya, telah mahfum atas keakraban kami yang sungguh luar
biasa dekatnya. Sehingga tak heran bila semua orang beranggapan bahwa antara
aku dan Andre bukan sekadar teman biasa. Apakah namanya itu? Tebaklah sendiri kawan!
Aku mengenalnya ketika kami duduk di bangku kelas enam
sekolah dasar. Ketika itu Andre anak baru di perumahanku. Aku dan dia pergi dan pulang sekolah
bersama-sama. Semenjak itu, ke mana-mana
kami selalu berdua. Pada saat melanjutkan ke SLTP pun, kami sepakat mendaftar
di sekolah yang sama. Bahkan akhirnya aku dan dia satu kelas sampai kelas
tiga. Betapa akrabnya kami. Begitu
dekatnya!
Kami sudah saling tahu akan kelebihan dan kekurangan akan
diri kami masing-masing. Kami sudah
saling tahu akan tabiat dan sikap kami. Tak pernah sekalipun terjadi
perselisihan berarti yang mampu meretakkan kedekatan kami. Tak ada persoalan
berarti yang dapat memisahkan keakraban kami.
Walaupun begitu, aku memiliki banyak teman selain dirinya. Terlebih-lebih sahabat-sahabat dari teman
sejenis. Meski kemana-mana aku selalu minta diantarnya, toh di sekolah aku
punya geng sendiri. Sahabat-sahabat
sesama cewek satu sekolah yang cukup dekat pula. Tak berbeda denganku, Andre pun memiliki banyak
teman cowok.
Namun begitu, tak secuilpun mengganggu kedekatan kami. Kami
sekapat, sahabatku adalah sahabat-sahabatnya. Sahabat-sahabatnya adalah
kawan-kawanku juga. Dan mereka, sahabat-sahabat kami, tak aneh lagi akan
kedetakatan kami. Di mana ada Andri, aku ada di situ. Sebaliknya, di mana ada
aku pasti ada Andre. Aku dan dia ibarat gula dan semut. Aku merasa begitu
kehilangan ketika dia tak ada di dekatku. Sesuatu menjadi hambar bilamana dia
tak ada. Dan aku tak pernah mau mengikuti kegiatan apapun, baik acara sekolah
maupun luar sekolah, bila ia tak ikut serta. Tetapi aku tidak tahu, bagaimana
perasaan Andre bila tidak bersama-sama denganku. Yang kutahu, selama ini,
sebelum akhirnya kusadari bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan, Andre pun
selalu bersikap seperti biasanya terhadapku! Gila bukan?
Salahkah aku
kawan, bila selama ini tak ada cowok lain yang kuharapkan selain dirinya
seorang? Sehingga aku tak pernah memikirkan cowok-cowok lain di sekelilingku,
sebab kurasa Andre sudah cukup menjadi sahabat spesial yang menemani hari-hari
indahku?
Kawan, begitu yakinnya aku akan katahatiku sendiri. Begitu
percayanya aku akan perasaan dan naluriku selama ini. Tak kupedulikan Andre berakrab-akrab dengan
cewek lain yang menurutku tak lebih akrabnya seperti aku akrab dengan cowok
sahabat-sahabat dekatnya. Sebab kurasa, keakraban aku dan dirinya jauh lebih
dekat dan mesra. Ya, tak ada keakraban
yang begitu dekat dan mesranya yang mampu menandingi keakraban dan kedekatan
antara aku dan dirinya!
Hingga memasuki SMA, kedekatan aku dan Andre semakin solid.
Meski akhirnya lain kelas, toh kami selalu saling tunggu saat pergi dan
pulangnya.
Aku tak pernah merasa cemburu bila tiba-tiba Andre
mengatakan telah pergi dengan cewek lain yang kutahu siapa orangnya. Sebab terkadang, bila Andre tak menemaniku
karena ada keperluan lebih penting (ada urusan keluarga misalnya), aku pun bisa
dengan bebas diantar oleh cowok lain yang tentu Andre ketahui siapa pula
orangnya. Aku percaya Andre tak akan
macam-macam dengan sahabat ceweknya.
Seperti juga aku yang tak mungkin berfikir macam-macam terhadap
cowok-cowok yang menggantikannya menemaniku, selain hanya sekedar menemani.
Aku tidak tahu, apakah Andre memiliki prasangka yang
sama?
Uh, Aku selalu percaya, akan apa yang Andre lakukan selama
ini!
Dan kini, setelah kutahu bahwa cintaku bertepuk sebelah
tangan, baru kusadari akan kekeliruanku selama ini. Betapa bodohnya aku, yang
selalu percaya pada katahati. Betapa tololnya aku, yang selalu percaya pada
perasaanku sendiri. Dan sesungguhnya,
akhirnya aku benar-benar lelah bermain-main dengan perasaanku sendiri.
Kawan, betapa malang aku! Cintaku bertepuk sebelah
tangan! Karena pada akhirnya Andre
bilang, persahabatan antara aku dan dirinya selama ini hanyalah persahabatan biasa...?
Aku tak bisa menerima keadaan ini! Meskipun ia katakan bahwa aku dan ia masih
bisa tetap melanjutkan tali persahabatan, entah kenapa, begitu sulitnya hal itu
bagiku!
Apalagi
setelah kuketahui, kalau cowok yang kucintai dan ternyata tak mencintaiku itu
akhirnya jadian dengan seorang cewek se-gengku! Ampun deh, kawan!
Ampuuuuuun....!!!***
*)Pamulang, 2004/2005
0 comments:
Posting Komentar