Cerpen Zaenal Radar T.
Pertamakali dipublikasikan: Erakini.Id. 11 Agustus 2025
BEBERAPA gelas kosong sudah saya siapkan untuk dibuatkan minuman. Satu gelas ukuran sedang, satu cangkir, tiga gelas ice tea, dan dua gelas jumbo. Gelas sedang untuk kopi pahit tanpa gula. Satu cangkir untuk Vietnam’s coffe ala kadarnya; kopi tubruk dicampur susu kental manis yang sekarang disebut gula tanpa embel-embel susu. Tiga gelas ice tea. Dua gelas jumbo untuk hot dan ice capuccino.
Dua terakhir untuk anak-anak muda yang
menduduki jabatan lighting
man, yang berada pada departemen kamera. Secangkir kopi pahit untuk
bapak sutradara, dan Vietnam’s
Coffe untuk assistennya. Dan tiga gelas ice tea untuk
anak-anak departemen artistik. Sebagai PU (Pembantu Umum), saya harus hapal
pesanan para crew.
Kalau salah-salah bikin, sudah pasti saya akan dihabisi.
“Anjing,
manis banget kopinya! Ganti, dong!”
“Si
Babi kopinya gak pake gula! Hidup gua udah pait, ga usah ditambah-tambah!”
“Dasar
Kunyuuuuk! Bikin teh aja setahun!”
Ucapan
itu keluar begitu saja dari mulut para crew, saat salah melayani
mereka. Saya tidak menganggapnya serius. Saya pikir mereka bercanda. Setiap
kata yang keluar dari mulut mereka saya anggap angin lalu saja. Saya
sudah terbiasa, tepatnya membiasakan diri untuk tidak terbawa perasaan. Namun
satu PU partnerku, mengundurkan diri setelah kena maki ketika salah memberikan
pesanan, karena dia memang baru pertama kali bekerja untuk produksi film layar
lebar. Orangnya juga baperan, apa-apa dibawa ke perasaan. Saya sudah
membujuknya agar dia bertahan.
“Sabar, Sob. Mereka itu sebenarnya baik.”
“Baik,
tapi kasar.”
“Nanti
juga terbiasa.”
“Saya
gak sanggup!”
Rekan
saya itu resign dan beruntung langsung diterima kerja di
minimarket, digantikan oleh saudara jauhnya yang duduk di departemen Unit
Production Manager (UPM). Belakangan saya ketahui bahwa si UPM ini
masih ada hubungan keluarga, kakak sepupu si Sutradara. Si PU pengganti yang
menggantikan rekan yang mengundurkan diri ternyata seorang pemberani dan tahan
mental, saat diperintah dengan kata-kata kasar dia tak segan untuk menjawab
dengan kata-kata kasar pula.
“Nyet, kopi dong?”
“Bentar,
Njing! Lu ga tau gua lagi sibuk?”
Asyik,
partner saya berani mungkin karena masih family UPM dan Sutradara. Kalau ada
apa-apa, saya akan berlindung padanya. Tapi anehnya, dia mau saja menjabat PU.
Jabatan PU menurut saya kasta terendah dalam struktur filmmaker atawa
pembuat film.
Tetapi
dalam proses pembuatan film, khususnya proyek film layar lebar yang
sedang kami kerjakan, jabatan PU tidak kalah penting dengan jabatan lainnya.
Sutradara, kameramen, tim artistik, make up artist, penata lampu,
dan jabatan crew lainnya, bahkan para aktor, semua bergantung
pada PU. PU yang menyiapkan makan pagi, siang dan sore. Atau tengah malam jika
produksi shooting sampai malam hari. Kalau dari pagi ketemu
pagi lagi, PU pula yang menyiapkan segela keperluan yang berkenaan dengan
konsumsi. PU yang menyiapkan kopi, teh, cemilan, minuman hangat atau dingin,
dan hal remeh temeh seperti rokok atau lainnya. Dalam projek film kali ini,
saya menjadi salah satu PU dari tiga orang lainnya yang terlibat. Saya bangga
menjalani profesi yang sudah saya jalani kurang lebih tiga belas tahun
kurang sebulan.
Sebelum
hari shooting tiba, sekitar tiga bulan lamanya dilakukan
proses Pra Produksi. Awalnya saya satu-satuya PU yang dipanggil untuk bekerja
melayani proses Pra Produksi yang lebih banyak dilakukan di kantor. Crew yang
terlibat belum banyak seperti hari shooting. Bahkan saya sudah
bekerja saat crew belum lengkap. Hanya melayani Produser dan
Sutradara. Namun saat crew mulai bertambah, satu partner PU
dicari yang akhirnya mengundurkan diri itu dan diganti yang lain.
Pada
produksi film kali ini, sutradaranya lelaki sudah berumur, rambut panjang
sebahu dan sudah beruban, memelihara jenggot yang juga sudah memutih. Jabatan
Produser diisi istrinya sendiri, kabarnya istri muda. Kabarnya lagi si
Sutradara ini mengenal istrinya itu saat produksi sebuah film laga, dan
berlanjut ke film berikutnya sampai hari ini.
Sebelum
memanggil departement crew pendukung shooting,
yang pertama direkrut adalah Penulis Skenario, yang tak lain adalah putra
pertama Pak Sutradara dari istri pertama. Si Penulis ini tidak ngopi, bukan
pula perokok. Dia selalu memesan air putih. Bukan air putih kemasan, tapi air
putih hangat. Saya sudah hafal setelah dia datang pertama kalinya untuk
diskusi skenario bersama Sutradara dan Produser, alias dengan ayah dan ibu
tirinya sendiri. Setelah ribut obrolan selama dua bulan setengah antara
Sutradara, Produser dan Penulis Skenario, alias bapak, ibu tiri sama anak,
naskah skenario dianggap final dam siap diproduksi.
Produser
menghubungi adiknya perempuan untuk dijadikan Line Produser (LP),
yang tugasnya menjadi penghubung antar lini produksi. Saya tahu si LP
keponakannya si Produser karena Si LP yang cerita waktu minta saya untuk
membuat jahe hangat di dapur kantor rumah produksi. Sambil menyeruput jahe
hangat, si LP menelpon seseorang untuk jabatan Casting Director (CD). Si
CD ini tugasnya memilih calon aktor. CD punya dua anak buah, salah
satunya bukan perempuan tapi wajahnya tidak mirip laki-laki. Gerakannya
gemulai.
Lalu
juga ditunjuk pula seorang Talent Coordinator (TC) yang juga
dibantu dua assistant. Si TC ini tugasnya membantu jadwal dan
aktivitas aktor dalam proses sebelum atau saat nanti shooting berlangsung.
Orang-orang yang menempati posisi setiap departemen masih ada hubungan
family. Si CD adalah keponakan Si LP, dan dua assistennya masih sepupunya. Dan
Si TC adalah adik tiri si CD, dua asissiten masih ada hubungan saudara jauh. Coach
Acting (CA) atau pelatih akting pada produksi film ini
tidak diperlukan karena si CD mengaku bisa melakukannya. Namun si CD minta dua
kontrak kerja, satu untuk CD dan satu sebagai CA. Saya tahu karena mendengarkan
obrolan si LP di ruang meeting, ketika menyuguhkan minuman kesukaannya, jahe
hangat.
Di
hari berikutnya, saat masih tiga bulan sebelum shooting, ditentukan
seorang DOP (Director Of Photography) yang membawahi lima belas
assisten, termasuk lighting dan pengawal alat. Si DOP ini adik
sang Produser, seorang pemuda urakan yang kuliah film di kampus Cikini. Dari
obrolan yang saya dengar saat menyiapkan cemilan, dia pernah membuat dua judul
film pendek dan satu judul FTV. Pemilihan DOP ini sempat mendapat protes keras
dari sang Sutradara, karena dia belum pernah bekerjasama sebelumnya.
“Kapan kamu akan bekerja sama kalau belum
memulai dari sekarang?” ujar Sang Produser.
“Dia
belum pernah membuat film layar lebar!”
“Ini
akan jadi pengalaman pertama dia.”
“Apa
dia bisa!?”
“Nanti
dia akan menyesuaikan diri.”
“Kalau
gambar jelek kita bisa abis!”
“Tenang.
Dua asissten kamera pernah bikin dua judul layar lebar, kan?”
“Kamu
serius mau tetap hire dia?”
“Kalo
gak serius gak mungkin saya ajukan ke kamu! Atau, kamu mau cari yang lain? Kamu
mau... nanti malam tidur di luar?”
“Loh.
Loh... kok, marah sih?”
Akhirnya
pengangkatan DOP disetujui sutradara, dan yang bikin saya jadi gila setengah
mati, saat baru Pra Produksi Meeting hari pertama saja si DOP sudah bolak balik
pesan enam gelas kopi, untuk dirinya sendiri. Bajingan tengik tuh orang. Ngopi
sudah seperti minum air putih. Ini baru meeting, bagaimana kalau nanti di
lokasi shooting.
Beberapa
hari kemudian direkrut seorang Sound Man yang juga punya dua
anak buah, dan ini adik sepupunya Produser. Sang Produser juga punya adik
kandung yang menjabat sebagai MUA (Make Up Artis), yang membawahi
tiga asisten. Asisten si MUA merupakan adik-adik dan kakak si MUA sendiri.
Setelah
MUA, ditunjuk pula Wardrobe alias penata busana yang punya
tiga assistant. Head Of Departement Wardrobe atawa kepala
Wardrobe adalah adik sepupu sang Sutradara. Dia sudah berpengalaman, bahkan
kabarnya pernah shooting film horor di Turki. Assistent
Wardrobe adalah adik-adik si Wardrobe sendiri. Dan di hari sebelumnya,
telah direkrut seorang Artistik atawa Design Produksi yang mebawahi sekitar
tujuh anak buah. Si Asrtistik ini adalah adik dari istri tua si Sutradara alias
adik ipar. Apakah Ipar bisa dikatakan Maut? Ya, mungkin ada benarnya. Dua
tahun lalu si Sutradara ini pernah hampir main bacok-bacokan dengan si Ipar dan
hampir timbul korban jiwa. Tapi saat lebaran tahun lalu sudah baikkan, dan
sudah produksi bareng di film sebelumnya.
Kemudian
seorang Visual Continuity diajak bergabung, dan dia punya tiga
anak buah. Ditambah lagi BTS (Behind The Scene) yang tugasnya
mengabadikan photo dan video untuk keperluan tayangan dibalik layar. Mereka
semua masih ada hubungan saudara dengan si Produser, meskipun saudara jauh. Tak
lupa pula merekrut Stop Rain, yang terkenal dengan sebutan Pawang
Hujan. Si Pawang Hujan adalah kakek si sutradara yang tinggal di ujung pulau
Jawa. Pawang Hujan dibutuhkan mengingat kalau saat shooting di luar ruangan
turun hujan bisa berbahaya. Bisa membuat jadwal shooting berantakan.
Untuk
keperluan mencari lokasi, diangkat tiga orang Loc Man alias Location
Manager. Dan buat keperluan bantu-bantu angkut barang saat shooting tiba
dibutuhkan tiga runner, yang tugasnya sangat diperlukan untuk bantu
sana sini. Mereka semua masih kerabatnya Produser, dipilih karena masih menganggur.
Soal mampu bekerja atau tidak itu urusan belakang. Menurut si Produser, setiap
hal bisa dipelajari.
Saya
belum tahu apa judul filmnya, dan genre apa. Tapi dari diskusi yang mereka
lakukan saat Pra Produksi Meeting pertama, saya dengar ada suara cekikian
kuntilanak saat mendiskusikan konsep filmnya. Ah, ini pasti mau buat film
horor.
Setelah
persiapan tiga bulan, dan waktu shooting sudah tinggal
menghitung hari, terjadi keributan besar. Sejumlah crew yang
masih ada hubungan family satu sama lain menuntut uang muka. Seharusnya,
menurut mereka yang menuntut, uang muka sudah harus dibayar setelah seminggu
kontrak ditandatangani, sesuai bunyi kontraknya. Yang terjadi, shooting sudah
besok tapi uang belum diturunkan.
Pemilihan
aktor sudah final. Mereka bahkan sudah melakukan big reading,
membaca dan mempelajari naskah sesuai dengan karakter masing-masing. Semua
pemain sudah siap berinterkasi sesuai peran mereka. Lokasi sudah ditentukan,
melakukan recce atawa menentukan lokasi shooting selama
seminggu. Bahkan sudah dilakukan Block Shot, tiap adegan
difoto-foto atau divideokan. Saya tahu karena satu-satunya PU yang diajak,
untuk keperluan recce bersama head masing-masing
departemen. Namun waktu shooting yang sudah ditentukan dalam
sebuah time line produksi gatot alias gagal
total.
Belakangan
baru ketahuan kalau ternyata Eksekutive Produser, orang yang
bertanggungjawab membiayai film layar lebar ini mengundurkan diri! Perang
saudara pun pecah. Saya tidak tahu lagi beritanya setelah tidak lagi bergabung
dengan produksi film mereka. Saya kini memilih menjadi starling alias
‘starbuck keliling’, menjual kopi keliling dengan sepeda motor di sekitar
Bundaran HI. Tugas saya mirip dengan PU, bedanya sekarang ini saya tidak
melayani orang shooting, tapi melayani pembeli secara langsung.
Saya pernah bertemu dengan pelanggan seorang aktor, aktor yang dulu pernah saya
layani saat shooting sebuah film. Begitu banyak aktor tidak
terkenal yang saya temui. Hanya tahu wajah, tidak kenal namanya.
Tangerang Selatan, 2025
0 comments:
Posting Komentar