Mamat Metro

Mamat Metro

Honororium Penulis

Zaenal Radar T.




Keluhan seorang penulis atau pengarang soal honororium mereka yang 'disemena-menakan' pihak media cetak (koran) masih terus terdengar. Sejauh yang pernah saya alami, memang tidak semua koran atau majalah memenuhi hak kontributor (penulis) untuk mendapatkan hasil kerja kreatif mereka. Setelah tulisan si penulis berencana dipajang, seringkali tidak ada kabar pemberitahuan terhadap si penulis bersangkutan, dan setelah dimuat pun, kalau si penulisnya tidak jeli, melihat-lihat tulisan siapa yang dimuat, maka honororium yang seharusnya diterima si penulis menguap begitu saja. (Hanya segelintir media cetak yang melakukan konfirmasi kepada penulis kalau tulisannya bakalan dimuat. Oh, seandainya semua media melakukannya...)

Media yang tidak mampu membayar honororium penulis biasanya koran-koran daerah, yang mungkin oplahnya tidak menutupi pengeluaran produksi. Sehingga tidak ada margin buat memenuhi hak si penulis. Tapi, apakah memang si pemilik koran itu harus untung dulu, baru mereka mau membayar hasil kerja si penulis? Secara sistem dagang barangkali ya. Apalagi bagi koran tersebut kesulitan mendapatkan iklan.

Dulu saya pernah menulis di koran daerah. Saya mengira tulisan saya akan dibayar, karena tidak ada semacam pengumuman dari media bahwa karya yang dimuat gratis. Setelah puluhan tulisan dimuat dan saya menelpon sekertaris redaksi, barulah saya diberi tahu kalau koran itu tidak membayar kontributor. Herannya, koran itu dijual umum, tidak gratis. Tetapi pengalaman yang paling pahit adalah, saat menulis di empat media cetak nasional dalam satu pekan secara bersamaan, dan semua media nasional itu tak satu pun menepati janjinya memberikan honororoium yang sudah seharusnya saya dapatkan! Istilahnya, menulis untuk bisa dimuat susahnya minta ampun, honororium yang harusnya didapat lebih susah lagi! Hahaha.

Sejatinya, sebuah media, entah koran atau majalah, selalu mengabarkan kepada si penulis kalau karyanya itu dimuat, atau ditolak sekalipun. Sejauh ini, hampir semua koran dan majalah tidak pernah melakukannya. Terutama tulisan yang dtolak, media tidak pernah memberitahu kabar sebuah karya layak atau tidak di medianya. Sehingga si penulis menghitung-hitung sendiri apakah karyanya dimuat atau tidak. Biasanya dengan ukuran tiga bulan tidak dimuat, maka karya tersebut dianggap tidak layak. Tetapi ada saja penulis yang tidak sabaran, sehingga acap kali terjadi satu karya dimuat dua media. Kalau sudah begini, ya jelas penulislah yang disalahkan. Padahal di era teknologinya, media tidak membutuhkan perangko balasan untuk mengabarkan sebuah karya ditolak atau diterima. Ini hanya soal kemauan saja. Hehe.

Macetnya soal honororium ini ternyata bukan hanya terjadi pada koran-koran daerah saja. Koran-koran atau majalah skala nasional pun kerap terdengar tidak begitu memperhatikan hak si penulis. Menurut pengakuan seorang teman yang karyanya dimuat di harian nasional, dia sampai capek menghubungi koran yang bersangkutan untuk menagih haknya. Miris memang. Barangkali menulis freelance di media memang benar-benar tidak bisa diandalkan. Dan kejadian soal honororium bukan hanya menimpa penulis freelance di koran atau majalah, tetapi juga penulis buku. Hmmm...
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...