Mamat Metro

Mamat Metro

Ojek Cewek Aceh

Cerpen  Zaenal Radar T.


Dimuat di Majalah KaWanku, No. 44/ XXXIV, 25 April – 1 Mei 2005


photo: kaskus.co.id




Apa yang bisa dilakukan oleh gadis sebatang kara yang sudah tak lagi punya sanak saudara?  Apakah harus mengemis atau meminta-minta? Apakah harus merengek-rengek minta tolong pada orang-orang yang ditemuinya?  Atau datang ke yayasan untuk sekadar mendapat bantuan dana?
Enggak. Tatu enggak mau melakukan itu semua. Tatu adalah seorang cewek yang kuat. Tatu yang sempat menangis bermalam-malam karena teman, kerabat dan seluruh keluarganya tewas secara mengenaskan di Aceh itu tetap sabar dan tabah melanjutkan hidup. Tatu harus bisa bertahan dan berusaha bahwa dirinya akan baik-baik saja.
* * *

Siang cukup terik. Tatu pulang dari sekolah dengan perut belum terisi. Tak ada uang sepeserpun yang tersisa di rumah kost-nya. Mestinya hari ini kiriman wessel dari Aceh sudah tiba. Seharusnya, semuanya akan baik-baik saja  kalau gempa dan gelombang tsunami enggak meluluhlantahkan rumah keluarganya di Banda Aceh.
Di tempat kostnya ini, Tatu memang tidak tinggal sendirian. Tatu yang sekolah di sebuah SMA di pinggiran Jakarta ini ikut keluarga kakaknya yang kost. Namun kakak dan istri serta anak-anaknya saat ini tengah berkunjung ke Aceh menengok keluarga besar, dan kemungkinan kini telah luluh dengan tanah akibat korban bencana alam.
Tatu kini sendirian. Kenapa ia tidak ikut dengan kakaknya pulang ke Aceh, alasannya karena Tatu tak ingin mengorbankan sekolahnya. Lagipula, kakaknya Tatu berjanji tidak akan lama di Aceh. Tidak lebih dari dua minggu. Dan yang terjadi, hingga saat ini Tatu tak pernah mendapat kabar dari kakaknya, atau pun keluarga lainnya. Sejak sambungan telekomunikasi diberitakan terputus, Tatu tak pernah mendapat kabar apapun. Dan kini semuanya sudah jelas. Tatu nggak bakalan dapat kabar dari keluarganya. Tatu bisa lihat sendiri melalui televisi, kalau daerah di mana rumahnya berada, kini sudah rata dengan tanah.
Dan siang ini Tatu harus mengisi perutnya. Tatu sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk bisa bertahan hidup. Kakak Tatu memiliki sepeda motor. Tatu jago naik sepeda motor. Tatu mau coba jadi ojek motor buat cari uang, buat beli makanan. Caranya gampang, Tatu ikut mangkal di tempat ojek!
Apakah bisa?
Selama ini memang enggak pernah ada gadis jadi ojek motor di daerah tempatnya tinggal. Dan Tatu sebenarnya enggak mau membuat sejarah. Tatu enggak mau disebut sebagai cewek yang mempelopori  ojek cewek. Makanya Tatu memutuskan akan merombak penampilannya jadi cowok!
Ini enggak susah bagi Tatu. Tatu punya jaket dan topi serta kacamata hitam yang bisa menipu mata calon penumpang. Tatu adalah cewek Aceh yang kulitnya lumayan gelap. Wajahnya tak secantik Cut Tary, bintang sinetron itu,  atau Cut-Cut yang artis lainnya. Boleh dibilang, Tatu ini memang lebih mirip sebagai cewek kelahiran Jawa. Bisa jadi karena Ayah Tatu yang pensiunan tentara itu emang orang Jawa yang menikah dengan perempuan Aceh.  Gen Ayah lebih kuat dari Ibu.  Dan Tatu pun terlahir sebagai blasteran Jawa-Aceh.
Selama ini Tatu enggak pernah mengeluh kalau dirinya enggak secantik teman-temannya, atau artis sinetron kelahiran Aceh yang cantik-cantik itu. Dan saat ini mungkin Tatu justru bersyukur pada Tuhan, karena dikarunia bentuk serta raut wajah seperti yang kini dimilikinya. Penyamaran yang Tatu lakukan akan berjalan dengan baik dan lancar. Tatu akan menjadi ojek dengan penampilan laki-laki.
* * *

Tak akan ada orang lain yang tahu siapa Tatu kecuali Pak Anggoro.  Pak Anggoro adalah lelaki tua yang sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi tukang ojek. Pak Anggoro tinggal tak jauh dari rumah kost kakak Tatu. Tatu sudah bilang pada Pak Anggoro, kalau ia akan jadi tukang ojek seperti dirinya. Pak Anggoro tidak percaya apa yang dikatakan Tatu. Dan tentu saja, Pak Anggoro tidak pernah ngeh kalau Tatu itu cewek Aceh yang keluarganya habis diterjang gempa dan gelombang tsunami.
“Nak Tatu mau ngojek...? Mana mungkin bisa? Nak Tatu kan perempuan...?” ujar Pak Anggoro, ketika Tatu mengutarakan isi hatinya.
“Tatu bisa kok, Pak. Ojek itu kan yang penting bisa naik motor. Dan saya juga bisa. Bapak lihat sendiri kan, gimana saya naik sepeda motor...?”
“Ya, ya... Bapak sering lihat kamu naik sepeda motor. Tapi...”
“Sudahlah pak... saya bisa kok merubah penampilan saya jadi laki-laki. Itu masalah kecil...”
“Tapi...”
“Bapak enggak usah khawatir. Yang penting saya diberi kesempatan untuk ikut ngojek di pangkalan...”
Pak Anggoro menatap wajah Tatu dengan tatapan luar biasa herannya. Pak Anggoro seperti tak mengerti mengapa Tatu begitu memaksakan diri untuk bisa menjadi ojek seperti dirinya. Hingga akhirnya Pak Anggoro jadi merasa kasihan melihat Tatu.
“Kalau kamu butuh uang, bapak mau kok meminjami kamu...”
“Saya enggak mau menyusahkan bapak...”
“Kalau cuma buat makan sih bapak punya. Memangnya saudara-saudara kamu pada ke mana, sih? Kayaknya, beberapa hari ini bapak nggak melihat orang-orang yang tinggal bareng kamu...”
Tatu jadi gugup mendengar pertanyaan Pak Anggoro. Tatu takut Pak Anggoro tahu kalau dirinya anak Aceh yang seluruh keluarganya telah musnah.
“Pak Anggoro kan tahu, kalau saya dan kakak saya itu pendatang baru di daerah ini. Nah, sekarang ini kakak saya sedang ke rumah famili di Sumatra. Kalau kakak saya kembali, saya juga tidak mau menjadi ojek seperti Pak Anggoro. Pasti kakak saya marah besar...”
“Ke mana kakak kamu...?! Ke Sumatra...?!”
Tatu mengangguk pelan. Setelah itu Tatu menunduk.
Pak Anggoro kembali berkata, “Mudah-mudahan bukan ke Aceh atau ke Sumatera Utara yang  kena musibah itu. Baiklah, kalau kamu ngotot mau jadi ojek, silahkan. Tapi ingat ya, kamu harus rubah penampilan kamu seperti laki-laki. Ya sudah, bapak ke pangkalan dulu. Nanti kamu nyusul saja. Kalau ada apa-apa, serahkan saja ke Pak Anggoro. Bilang, Pak Anggoro yang punya pangkalan ojek!!”
Tatu mengangguk. Setelah Pak Anggoro berlalu, Tatu baru berani menatapkan wajahnya. Tak terasa airmata haru tumpah ke pipinya. Tatu segera melangkah ke dalam kost-an sambil melap airmatanya. Ia akan merombak penampilannya menjadi anak laki-laki. Laki-laki yang jadi tukang ojek!
Di kamar kost-nya, Tatu menatap dirinya di cermin.
“Saya ini cewek Aceh! Saya mesti kuat. Saya harus seperti Cut Nyak Dhien! Harus setegar Cut Meutia! Saya nggak mau jadi cewek Aceh yang lemah! Saya enggak mau ngemis-ngemis sama orang lain. Beruntung kakak saya ini punya sepeda motor... Saya siap mencari rizki saya yang udah disiapkan Tuhan...”
Memang, menjadi ojek  jalan satu-satunya bagi Tatu. Semua makanan dan minuman yang ada dikostannya sudah ia habiskan. Tatu enggak mau menjual barang-barang yang ada di rumah kost-an kakaknya. Sebab Tatu merasa bertangungjawab menjaga barang-barang ini, dan masih memiliki harapan, kelak kakaknya akan pulang membawa seluruh keluarga, datang dari Aceh berkunjung ke rumah kost di pinggiran Jakarta ini.  Tatu pun berharap semua orang yakin kalau keluarganya bukanlah orang GAM. Sehingga tidak harus repot-repot mendapat pemeriksaan di perbatasan, seperti yang selama ini dikeluhkan keluarganya.
Tatu sudah siap bertempur di pangkalan ojek. Jilbabnya sudah tertutup rapi oleh topi. Setelah itu ditindih dengan helm. Bersyukur Tatu memiliki wajah seperti laki-laki. Kulit hitam dan wajah kelaki-lakian. Tatu yakin, enggak akan ada teman-teman satu sekolahnya yang mengenalinya. Selain karena Tatu anak baru di sekolahnya, mungkin juga tidak akan ada seorang anakpun yang menyangka ada anak cewek jadi tukang ojek!
Setelah selesai menghias penampilan wajah, Tatu mengambil jaket kakak laki-lakinya. Lalu memakainya dengan kerah dibiarkan berdiri. Sepatu kets dan celana jeans yang kebesaran pun dikenakannya. Jadilah Tatu sebagai tukang ojek yang siap menarik penumpang.
Tatu bergegas menghidupkan sepeda motor. Dan berangkatlah ia mencari uang. Tiba di pangkalan ojek langsung bertemu dengan Pak Anggoro. Kalau bukan Tatu yang menegur lebih dulu, Pak Anggoro enggak akan mengenali. Sebab penampilan Tatu benar-benar seperti abang-abang ojek kebanyakan.
“Kamu...” Pak Anggoro geleng-geleng kepala. “Kamu bener-bener gadis yang sangat luar biasa, nak... Bapak jadi ingat sama pahlawan-pahlawan perempuan tempo dulu...!”
Tatu cuma tersenyum.
Beberapa saat kemudian abang-abang tukang ojek lainnya mengerubuti Tatu dan Pak Anggoro. Pak Anggoro pun mengenalkan Tatu pada semua abang ojek sebagai keponakannya. Abang-abang ojek itu mengangguk-angguk mengerti meski mungkin merasa keberatan karena lahan mereka terancam saingan baru.
***
Setengah harian Tatu ngojek. Tatu bersyukur karena bisa membawa cukup banyak penumpang. Diantara penumpang-penumpang itu, Tatu menarik penumpang yang tak lain teman sekolahnya, dan ada juga gurunya sendiri. Mereka tidak mengenali Tatu! Ini benar-benar luar biasa. Ternyata do’a Tatu dikabulkan Tuhan. Tatu memang berharap semua orang, kecuali Pak Anggoro, tidak mengenali dirinya.
“Gimana, nak... lumayan kan hasil mengojeknya...?”
“Alhamdulillah, pak... ini semua berkat bantuan pak Anggoro...”
“Kalo kamu masih mau ngojek, besok kamu bisa ngojek lagi...”
“Boleh...?”
“Ya boleh, nak! Yang penting sekolah kamu nggak keganggu...”
Sepulang mengojek, Tatu mampir di warung makan. Di warung makan itu ada televisi. Kebetulan menyiarkan tentang gempa dan gelombang tsunami yang terjadi di Aceh. Tatu cuma melirik layar televisi itu sebentar. Tatu tak kuasa berlama-lama menyaksikan orang-orang di daerahnya yang terlihat sangat menyedihkan. Setelah makan, Tatu bergegas menuju rumah kost-nya. Tatu berpikir, seandainya ia terus menjadi tukang ojek, Tatu yakin ia bisa menghidupi dirinya. Seperti Pak Anggoro yang mengaku sebagai pensiunan pegawai negeri rendahan, yang ternyata mampu mencari tambahan penghasilan  dari hasil mencari uang jadi tukang ojek.
Sepanjang perjalanan menuju rumah kostnya, Tatu menemui banyak peminta-minta amal untuk korban Aceh. Setelah membayar makanan di warung makan tadi, Tatu masih memegang sisanya. Tatu sudah menghitung-hitungnya, bisa untuk makan pagi dan ongkos ke sekolah besok. Dan itu pun masih ada sisanya sedikit.
Pada salah satu peminta-minta amal untuk korban Aceh di pinggir jalan itu, Tatu merogok saku jaketnya. Lalu mengeluarkan sedikit uangnya  untuk disumbangkan ke Aceh. Tatu sungguh bersyukur bisa membebaskan dirinya dari bantuan orang lain, dan bahkan mampu membantu saudara-saudaranya yang tertimpa musibah, meski tak banyak.
Tatu, kamu harus jadi gadis Aceh yang tegar dan kuat,  dan tak pernah jadi lemah... Seperti tokoh-tokoh pahlawan perempuan asal Aceh yang terkenal gigih dan tidak kenal kata putus asa.
                                                                                                                                       *)Jakarta, 02/2005
Share on Google Plus

About zaenal radar

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Cowok Romantis

Cerpen  Zaenal Radar T. Dimuat majalah Gadis , No.30   11-20 November 2008 gbr: premiumtours.co.uk Bagiku, Palris cowok rom...